fãnilãttè ;; limerence

[四] Smile

Our encounter, having become your encouragement, is exactly the initiation I wished for.

The loneliness of having to stare fixedly at darkness has already come to an end.

Berbaring di peraduannya yang hangat sembari membuka satu per satu lembaran buku yang baru saja diberikan oleh seseorang kepadanya itu.

Gadis itu tersenyum lega melihat untaian kata yang terbentuk menjadi kalimat selalu menghiasi lembaran per lembaran. Ia bisa membayangkan bagaimana effort yang dilakukan sang penulis untuk membuatnya terkesan dan tersentuh dengan tulisannya. Walaupun tingkat kerapiannya masih jauh dari kata rapi itu sendiri.

Namun senyumnya tiba - tiba saja surut saat jemari panjangnya membuka lembaran yang paling akhir.

Disana terdapat warna merah yang sudah mengering.

❄❄❄

Livia menopang dagunya malas, dan sesekali menguap. Gadis itu terlalu lelah untuk menghadapi omong kosong yang dilontarkan oleh pemuda dihadapannya ini.

"Jadi, beberapa rasi bintang hanya terlihat di belahan bumi utara, sementara yang lain hanya terlihat di belahan bumi selatan. Dan dari beberapa rasi bintang itu dapat dilihat sepanjang tahun tetapi kebanyakan musiman dan hanya dapat dilihat pada waktu tertentu dalam setahun. Nah omong - omong rasi bintang, bintang lo li-" Winwin memberhentikan pembicaraannya lalu melihat Livia.

"Ya elah Liv, gue lagi njelasin juga. Lo-nya kenapa molor." Dumel pemuda itu melihat Livia yang sudah menelungkupkan mukanya ke meja, tertidur.

Winwin lalu menutup buku yang ia gunakan untuk membaca lalu memasukkannya ke dalam tas.

Ia melepas jaketnya kemudian menyampirkannya ke pundak Livia.

Dan tanpa sadar tangannya pun mulai membelai lembut rambut hitam sepundak gadis kesayangannya  itu.

Kini, gadis itu mulai terbiasa untuk membuat garis melengkung di sudut bibirnya.

yaallah hamba ambyar nulisnya