[13] Special

2.7K 441 11
                                    

The word frozen doesn't really exist. It's like some words written on a board and can be erased only by a special eraser.

--

"Benarkah? Hmm.. Kurasa aku bisa." Ucap Eun-ha yang kini tengah meletakkan ponselnya di dekat telinga.

Dia baru saja tiba di halaman rumah Jung-kook ketika Yu-gyeom tiba-tiba menelponnya dan mengajak bertemu di cafetaria kampus besok siang. Pria itu mengatakan ada sesuatu yang ingin ia sampaikan.

"Baiklah.. Kutunggu kau di sana. Jangan lupa Eun-bi"

Eun-ha pun memutuskan sambungan telepon tersebut dan meletakkannya di tas. Ia menarik nafas kemudian membuka pintu rumah Jung-kook yang memang tidak dikunci. Namun, ia sedikit heran karena ruang tamunya kosong dan gelap. Tidak ada satupun sumber cahaya di dalam sana, Eun-ha merasa seperti baru saja memasuki rumah angker.

Apalagi saat ini tidak ada orang di ruang tamu. Tidak ada Jung-kook yang biasanya tiduran sambil memeluk bantal di sofa atau membaca majalah di sana. Eun-ha pun memeluk dirinya sendiri, merasa sedikit ketakutan.

Ia berjalan memasuki teritori yang lebih dalam dan kali ini ia benar-benar tersentak kaget. Pemandangan di depannya benar-benar langka membuatnya ingin menjerit sekuat-kuatnya. Bukan, bukan ketampanan Jung-kook berkurang atau pria itu ternyata adalah vampir. Tidak sekonyol itu.

Jung-kook dan kanvas lukis.

Dalam kondisi penerangan yang sangat minim seperti ini, ia masih bisa melihat senter yang terikat di atas kepala Jung-kook yang mengarah ke sebuah kanvas lukis. Pria itu tampak sibuk dengan kuasnya. Pria itu tampak semakin tampan dalam keadaan seperti ini. Dengan rambut yang masih basah dan sedikit acak-acakan dengan kemeja putih polos yang membalut tubuhnya.

Tuhan, apakah ini anugerah atau bencana? Batin Eun-ha.

"Jangan tertawa." Ucap Jung-kook . Pria itu sadar bahwa Eun-ha menatapnya tanpa berkedip sejak tadi. Ia berpikir bahwa Eun-ha menganggapnya lucu dan akan meledeknya karena ia tampak berantakan dengan kanvas lukis ini.

Ia memang sengaja bangun lebih awal hari ini karena harus menyelesaikan tugas melukis dari seorang professor killer. Sebenarnya, ia bisa saja menyelesaikannya dari kemarin, hanya saja ia malas dan idenya buntu kalau menyangkut lukis-melukis. Jangankan melukis, memegang kuas dan bergulat dengan cat air saja ia tidak pernah. Ia pun mulai menyalahkan pembangkit listrik yang kerjanya tidak becus karena ia harus menggambar di bawah kegelapan seperti ini ketika hari terakhir pengumpulan tugas adalah hari ini.

Ia sudah pernah mendapat tugas sejenis ini semester lalu. Dan karena ia sadar bahwa ia tidak punya bakat, selain itu ia juga malas mengerjakan tugas yang dianggapnya tidak penting, ia pun membeli lukisan dari seniman yang tidak terkenal dan mengumpulnya. Namun, alangkah tidak beruntungnya, professor itu tahu seniman yang membuat lukisan itu bahkan tahu makna dibalik lukisan tersebut.

Itulah bagaimana seseorang bisa dipanggil professor. Batinnya mengejek. Saat itu ia merasa harga dirinya sebagai seorang mahasiswa jatuh dan diinjak-injak, apalagi ketika mengingat ceramah professor yang mengatainya pilih kasih karena selalu mendapat nilai A di mata kuliah lain, namun tidak di mata kuliah seni.

Eun-ha pun sekarang menghampiri Jung-kook, lebih tepatnya melihat hasil lukisan Jung-kook karena penasaran. Namun, ia hanya bisa semakin kaget karena tidak ada apapun selain coretan-coretan abstrak yang semua berwarna hitam pekat.

"Apa yang kau lukis?" tanya Eun-ha.

"Menurutmu?" tanya Jung-kook dengan nada sedikit kesal.

Eun-ha pun membuka telapak tangannya, bermaksud agar Jung-kook menyerahkan kuas itu padanya. Jung-kook pun menyerahkan kuas itu tanpa sepatah katapun. Mungkin gadis itu bisa membantunya, pikirnya. Tepat setelah Jung-kook menyerahkan kuas tersebut, listrik tiba-tiba menyala lagi.

[BTS #2] Shooting Venus ( Jungkook x Eunha)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang