Terkadang, hal hal yang menyakiti kita merupakan bagian dari hal yang paling indah dalam hidup kita🍁
***
Ji Ah kaget melihatku pulang dengan keadaan yang sangat kotor dan bau amis.
"Astaga! Oppa kau kenapa?" teriaknya begitu melihatku.
" Aku baik-baik saja, aku mandi eoh" jawabku. Ji Ah mencegatku untuk pergi ke kamarku
"Apa yang mereka katakan?" tanyanya. Tersirat rasa khawatir dari nada bicaranya."Julukan dan nama panggilan baru untukku, kau pasti juga tau bukan" jawabku. Sembari terkekeh pelan berusaha membuat Ji Ah tidak semakin khawatir, tapi gagal. Ji Ah tetap memasang wajah khawatirnya.
Yang aku lakukan hanya tidak ingin membuatnya khawatir berlebihan. Ini memang pantas ku terima, lagi pula mereka memang benar.
Aku segera meninggalkan Ji Ah yang masih mematung mendengar jawabanku, segera aku membuka hoodie yang basah dan lengket begitu memasuki kamar. Aku menghadap cermin, melihat betapa kotornya diriku. Aku membuang nafasku kasar.
***
Sehabis mandi Ji Ah memasuki kamarku, lalu duduk disampingku. Aku menatapnya sembari mengeringkan rambutku sehabis terkena banyaknya sayuran yang lengket dan membuat rambutku menjadi keras.
Kulihat bibirnya yang terbuka lalu tertutup lalu terbuka lagi, seolah ingin bicara sesuatu namun ragu.
"Ada apa, eoh?" tanyaku. Dia seketika menatapku.
"Aku sudah pikirkan. Lebih baik kita pindah ke Daegu, kupikir disana lebih baik. Kau juga harus berhenti merasa bersalah dan ingin mati. Yang kau lakukan sepenuhnya karna ingin melindungiku. Kita akan pindah besok" ungkapnya.Aku terkejut bagaimana dia bisa sangat mengerti keadaan mentalku sekarang? Seketika aku salah tingkah, aku berusaha tetap tenang, namun wajahku pasti tidak demikian.
"Kita tinggal dimana?" balasku.
"Kita tinggal bersama nenekku disana, sudah lama juga aku tidak berkunjung, aku akan beli tiketnya sekarang" tuturnya. Ji Ah segera lekas pergi meninggalkanku yang diam tak bergeming seolah seolah pendapatku tidak perlu ditanya lagi, dia hanya datang untuk memberitahu bukan untuk berdiskusi. Yah, itu tidak masalah. Kau tau aku sangat bersyukur memilikinya.Malam ini kami bersiap untuk segera pergi menuju Daegu –tempat halaman Ji Ah berada–.Aku mengemas barang barang yang sekiranya ku perlukan untuk di Daegu. Ji Ah tengah sibuk membuat bekal untuk perjalanan kami. Jarak Seoul dan Daegu bisa dibilang cukup jauh.
Aku menatap sepatu boot hitam yang akan ku kenakan. Dulu, sepatu ini menjadi alasku saat menginjak darah ayah yang meluas di bawahku. Aku menatap nanar kamarku yang menjadi tempat kesukaanku selama 18 tahun, yang malam ini harus kutinggalkan selamanya. Begitu berat hingga aku hanya menatapnya kosong sampai begitu lama sebelum akhirnya Ji Ah memanggilku untuk pergi ke stasiun. Aku tersadar daritadi hanya memegang kenop pintu yang terbuka tanpa menutupnya. Aku berderap menuju Ji Ah yang memaklumi.
"Pasti berat untukmu, ya"
Aku hanya mengangguk, rumah ini penuh kenangan bersama ibu dan ayah, juga ayah tiriku. Rasanya begitu berat meninggalkanya untuk selamanya. Padahal dulu aku juga pernah kabur demi melindungi diriku sendiri, namun aku tidak pernah berpikir bahwa aku akan meninggalkannya selamanya. Tetapi, hari ini datang. Dan aku harus bisa meninggalkannya.
"Ibu, ayah kami pergi. Semoga kalian tenang disana" ujarku, sebelum menutup pintu dan benar-benar meninggalkan rumah penuh kenangan masa kecilku ini.
Aku mengunci rumah, lalu meloncengkan bel yang tergantung diatas pintu. Biasanya saat pergi atau pulang kami selalu meloncengkan bel itu. Aku menatap nanar tak bergeming sekali lagi melihat halaman rumah saat akan keluar gerbang. Ji Ah menggandeng tanganku, pandanganku seketika beralih menatapnya.
"Dingin. Lagi pula kau pasti perlu kehangatan" tanpa menatapku, dia mengaitkan tautan jarinya lebih erat di jariku.
Aku tersenyum kecil.***
Daegu, 24 Juni 2015
Suara deru ombak menghiasi pagi, mentari begitu bersinar memasuki iris mataku.
"Oh oppa, kau sudah bangun?" suara Ji Ah membuatku benar benar sadar dari tidurku, dia membawa nampan berisi secangkir teh hangat yang kulihat masih menguap.
"Eoh, pagi" ucapku.
"Pagi, oppa nenek sedang keluar sebaiknya kau segera membersihkan diri. Sepertinya kita akan makan enak" ucapnya sembari terkekeh menampilkan deretan giginya yang rapih -yang entah kenapa- selalu membuat ku ikut tersenyumAku lekas menurutinya dan segera membersihkan diri.
"Taehyung-ah! Ji-ah!"
"Ayo makan, nenek membawa banyak ikan!" nenek berteriak sembari memasuki dapur rumah, kulihat ember berisi ikan dan cumi-cumi besar disamping nenek yang sedang meminum gingsengnya."Wah, nenek kau hebat!" ucapku, setelah baru saja membersihkan diri aku begitu terpukau melihat ikan dan cumi-cumi yang besar seperti ini. Yang jarang ku temui di Seoul. Sepertinya disini Ji Ah sering memakan ikan sebesar ini karena di depan rumah kami terhampar laut luas.
"Omo! Nenek ini banyak sekali, aku akan siapkan bumbunya dulu ya" ujar Ji Ah begitu melihat ember nenek, dan segera menuju dapur.
"Eoh, baiklah. Cepat ya kakamu sepertinya sudah sangat lapar" nenek terkekeh sembari melihatku
Aku terkekeh pelan lalu mengambil beberapa buah dari lemari pendingin.
"Nenek, nenek mau apa? Pisang atau apel?" tanyaku. Sebelum makan nasi kami biasanya makan buah lebih dulu seperti yang selalu nenek anjurkan.
"Apa saja, taehyung-ah" jawab nenek.Aku mengangguk lalu mengambil beberapa buah apel yang segera ku kupas.
***
"Nek, ku dengar Ahjumma sebelah menangkap ikan tenggiri! Bukan kah itu keren?" ucap Ji Ah. Yah mereka mulai membicarakan tentangga, lagi.
"Matta! Sangat keren bukan? Lihat saja nanti nenek akan membawakan kalian ikan itu juga" jawab nenek sembari tertawa, kerutan diwajahnya terlihat jelas ketika nenek tertawa.Rasanya aku begitu lega dengan hanya melihat adikku dan nenekku yang tertawa lepas hanya karna obrolan ringan atau hanya dengan membicarakan tetangga. Melihatnya seolah bebanku berkurang.
"Ya Oppa! Kenapa kau diam saja eoh? Bukankah sangat lucu nenek bilang nenek lebih hebat bisa membawa cumi besar daripada ahjussi yang punya badan besar tapi tidak membawa apa-apa?" tanya Ji Ah sembari menyikutku lalu segera tertawa
"Itu sangat keren, Nek!" jawabku, ikut larut dalam obrolan. Kami tertawa hanya karna hal hal seperti ini, rasanya memang benar bahwa kebahagiaan datang dari hal hal yang sederahana.
Untuk kedepannya aku berjanji aku hanya akan memikirkan hal hal yang membuatku dan keluargaku bahagia dan lebih bahagia lagi.
***
Masa mudaku yang begitu berharga, begitu sulit untuk dilupakan dan begitu menyakitkan untuk diingat.Sebuah penyesalan yang selalu datang menyisakan separuh hatiku yang tersiris sembilu, rasanya begitu sesak dan sakit.
Tentang hal hal berharga yang baru kusadari, akan hal hal yang indah dalam hidupku.
The worst moment in life can be also our the most beutiful moment in life
–End
———————
Fyuh~ finally tamat juga akhirnya gaes, what do you think? 😂
Thanks buat yang suka vomment dan masukin story ini ke reading list kalian, i appreciate it!
Dan maaf ini super late update huhu karna yha musim ulangan akhir akhir ini:( dan masalah hp yang erorr rrrr -_-
Untuk yang nunggu, this is for u~/dihThank you, bye! See ya in next work 💕
KAMU SEDANG MEMBACA
[Completed] A Sinner? | taehyung
FanfictionTidak ada yang bisa menyembunyikan suatu dosa, kecuali kau berbuat dosa lagi untuk menyembunyikan dosamu.-anonymous Inspiration by : BTS Short Film, Demian by Herman Hesse since •27/03 finished •16/06