[REFLECTION] i wish i could help myself

68 6 0
                                    

Mungkin memang lama menunggu sebuah harapan yang kau tunggu datang. Saat sebuah harapan itu bisa dengan pasti kau rasakan, jangan lepaskan, genggam yang erat seperti kau menggenggam tangan ibumu saat kau merindukannya.

Hari ini Ji Ah mengunjungiku. Setelah 2 bulan lebih aku bersabar dengan tetap percaya pada janjinya yang akan membebaskanku. Setelah pertemuan penuh haru saat itu hari ini kami bertemu kembali. Aku dikawal oleh dua orang polisi saat keluar dari sel yang telah kudiami 2 tahun lebih.

Di kantor utama kulihat dia yang bersandar pada pilar, matanya tertutup, tangannya terselimuti sarung tangan putih. Dan tetap lehernya berbalut syal kesukaannya yang berwarna merah tua. Aku duduk disampingnya, tidak tega membangunkannya. Namun, sepertinya dia sadar akan kehadiranku, dia bangun lalu segera tersenyum padaku.
"Oppa sudah datang rupanya" ujarnya.
Aku mengangguk tak lupa membalas senyumannya.
"Aku kesini mau menepati janji" ujarnya. 

Apa hari ini hari terakhirku di sel? Hari terakhirku yang terus menerus menatap besi dan cat berwarna pucat yang monoton? Apa gadis dihadapanku malaikat yang membebaskanku dari tempat menyedihkan ini?
"Eo-eoh, gomawo dan.. maaf" hanya itu yang bisa kuucapkan, selagi aku mampu. Ji Ah memegang tanganku, kurasakan sarung tangannya yang hangat dan lembut.
 

                               ***

Setelah dua tahun lebih lamanya aku tidak melihat kota Seoul yang Indah. Hari ini aku bebas. Bebas dari hukum. Tapi tidak dengan jiwaku yang lain. Aku masih bisa merasakan dia yang ingin menguasai diriku. Kutatap malaikat penolong ku yang tersenyum bahagia disampingku.

"Oppa, Ayo kita ke pasar, sudah lama aku ingin makan teokbeokki" ujarnya. Aku rindu semuanya, jika saja jiwaku yang lain tidak menguasai diriku saat itu mungkin aku tidak akan pernah mempunyai catatan kriminal.

Aku yang giat sekolah dulu berakhir sia-sia dengan mempunyai catatan kriminal. Karna sekarang aku seorang pendosa. Juga pembunuh. Psikopat? Tidak buruk.

Aku mengikuti kemanapun Ji Ah ingin pergi, kami berjalan menikmati makanan di pasar yang sudah lama tak kucicipi. Ji Ah menyuapi ku setusuk teokbeokki kenyal kesukaannya. Makan ramyun dan meminum teh hijau yang selalu dibuatkan ibu untuk kami.

Setelah sekian lama akhirnya aku bisa memasuki rumahku lagi, kulihat halamannya yang masih hijau terawat. Ku lewati pintu yang dulu menjadi saksi bisuku menonton kelakuan kasar ayah pada Ji Ah.

Kulewati meja yang dulu selalu menjadi tempat berkumpulnya botol-botol minuman keras yang kujadikan senjata untuk membunuhnya.

Memori itu begitu menusuk dadaku, nafasku tercekat bercampur penyesalan mengingat betapa monster dalam diriku menguasaiku membuatku membenci dirinya juga diriku sendiri.

"Jika kau membenci seseorang, kau membenci sesuatu didalam dirinya yang adalah bagian dari dirimu" - DEMIAN

Aku berhenti di depan pintu kamarku yang dulu menjadi tempatku diam tak bergeming saat kulihat ayah dan Ji Ah makan malam bersama ibu. Semuanya masih sama, tidak ada yang berubah.

"Oppa, aku membelikanmu mantel. Lihat" suaranya membuatku terbangun dari lamunanku. Aku melihat mantel berwarna hitam panjang yang hangat dihadapanku.

"Bagus, aku suka. Gomawo" balasku. Aku tersenyum dia juga ikut tersenyum. Ji Ah menyuruhku mengganti pakaian dan mandi. Aku memasuki kamarku, melihat cermin besar dihadapanku.

Aku melihat diriku yang terlihat kotor oleh dosa yang kubuat. Aku melihat seorang pembunuh berada didalam cermin dihadapanku. Seorang pendosa yang dipenuhi rasa sesal dan benci pada dirinya sendiri.

Aku harap aku bisa mencintai diriku sendiri.
(Reflection)

—————

Kami makan malam berdua di meja makan. Ji Ah membuatkan sup, kimchi, lobak manis, juga teh hijau. Horizon rumah ini begitu sepi mencekam. Suara nafas dan gesekan di piring yang terdengar memenuhi ruangan. Dulu, walaupun hening rasanya tidak sesepi ini namun sekarang walaupun Ji Ah berada tepat di hadapanku, aku merasa sendirian.

"Apa kau tidak ingin menanyaiku perihal kejahatanku dan tidak mau memukuliku?" kali ini aku bersuara, ku tatap kedua maniknya yang masih sibuk mencerna makanan.

"Lupakan, jangan di bahas. Aku tidak mau membencimu semakin dalam, bagaimana pun kau satu-satunya yang ku miliki sekarang." tuturnya. Sembari memberiku seiris daging dari mangkuknya.

"Entah kenapa aku merasa semakin buruk setelah mendengar jawabanmu bagaimana pun aku seorang kriminal sekarang, aku tidak punya apapun untuk membuatmu bahagia" tuturku.

"Melihatmu selalu berada di sampingku sudah membuatku bahagia. Aku benci sendirian" kali ini dia membalas tatapanku. Aku masih malu pada Ji Ah rasa bersalah masih terus bersarang di hatiku.

---------

Matahari mulai menyingsing. Pagi ini aku pergi ke pasar membeli beberapa bahan makanan untuk nanti malam. Aku menutup kepalaku dengan hoodie juga memakai masker hitamku.

Aku memasuki pasar dan langsung memilih beberapa sayuran segar untuk nanti malam, penjaga kedai ini menatapku kaget,
"Hei! Pergi kau dari kedaiku! Menjauh kau psikopat brengsek!" teriaknya diikuti oleh banyaknya pasang mata yang melihatku bergidik ngeri, aku menatap mata-mata yang menyiratkan ketakutannya padaku seperti melihat seorang monster.

Tiba-tiba aku merasakan wajahku  basah oleh lemparan tomat, sayuran, telur juga air. Seluruh hoodie ku basah dan lengket. Teriakan dan cacian terus menyerukan namaku, psikopat, pembunuh, pendosa adalah panggilan baru yang kudapat. Aku cepat cepat pergi dari kerumunan orang yang membenciku. Sayuran dan beberapa barang lain masih bisa ku rasakan memukul punggungku. Aku tau semua ini pasti akan terjadi. Lagi-lagi aku merasa ingin mati bahkan lebih.

♡♡♡♡♡

Yha.

[Completed] A Sinner? | taehyungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang