01. dukes (pt.1)

746 119 35
                                    

Aku meletakkan koper mini dan ransel di kursi sebuah halte, sambil mengusap lelehan peluh, aku memeriksa sekali lagi alamat dorm yang akan menjadi tempat tinggal baruku dalam jangka waktu tak ditentukan.

Ingatanku kembali pada lima hari lalu, ketika aku pertama kali membaca keseluruhan isi amplop pemberian Sakuma-san. Benar-benar merepotkan, aku harus menunggu kamar asrama sepi dulu baru bisa mengeluarkan amplop cokelat payung itu. Isinya adalah surat perintah dan berkas perihal divisi yang akan kuawasi. Lama-kelamaan, semakin ke belakang isinya kok ... semakin kacau? Sangat bertolak belakang dengan visual mereka yang kulihat dari foto berwarna ukuran 3×4.

(Sehabis kulihat siapa yang membuat kumpulan biodata ini, aku jadi mempertanyakan apakah Sakuma-san punya dendam kesumat pada mereka.)

Setelah membaca ulang alamat dari Sakuma-san, aku menggendong ransel dan menarik koper, melangkah di pematang jalan hingga berdiri di depan sebuah gedung lantai empat, berpulas cat merah hati, dengan banyak sekali ruangan di dalamnya. Sebuah plat kayu bertuliskan 'Asosiasi Budaya Asia' menempel di sisi pintu, membuatku raguーjangan-jangan asrama yang dimaksud Sakuma-san sudah pindah lokasi dan mereka tidak memberitahukan markas pusat? Atau memang ini bentuk penyamaran mereka, mengingat divisi ini hanya diketahui sedikit orang saja?

Tadinya aku hendak menelpon Sakuma-san untuk memastikan alamat yang diberikannya, tetapi mendadak seseorang berkemeja rapi membuka pintu dari dalam, tangannya membawa kantong kresek hitam besar. Mengetahui keberadaankuーyang menghalangi pintuーdia tersentak, kantong kresek nyaris jatuh bebas.

Aku segera mengantungi ponsel, membungkuk pada pemuda di hadapanku. "Maaf, saya tidak bermaksud mengganggu."

"Ah, jangan-jangan kau orang baru yang dikatakan Sakuma-san?"

Mendengar sebuah nama familier disebut, aku menegakkan badan, menemukan wajah tak asing di hadapan ini kukenal sebagai Odagiri.




OdagiriーSeringnya berkomunikasi pakai smartphone, terobsesi dengan internet, selalu bersama Fukumoto, mudah coretbapercoret tersentuh, kadang mager.




Aku meringis ketika selayang pandang profil singkat Odagiri lewat di depan mata. Segera mengangguk mengiyakan. "Iya, mohon bantuannya."

"Kau datang sendiri? Ah, mari kubawakan barang-barangmu."

"Lho, ehーtidak perlu. Saya bisa sendiri kok, err ...." Aku berpura-pura tidak tahu namanya, menatapnya seolah bingung harus memanggilnya bagaimana.

"Odagiri."

"Odagiri-sanーtidak usah. Itu, kantong kreseknya ...."

"Benar juga, tadi aku mau buang sampah," gumamnya. "Tunggu di situ sebentar." Lalu Odagiri berjalan cepat memasuki gang kecil antara gedung asrama dengan bangunan sebelah, kemudian datang lagi sembari menepuk-nepuk tanganーmenghilangkan debu atau kotoranーdan mengambil alih koper dan ranselku.

"Odagiri-sanー"

"Sekalian kubawakan sampai ruanganmu. Ayo, masuk."

Tidak seperti profil kacau buatan Sakuma-san, Odagiri cukup banyak bicara untuk ukuran orang yang lebih suka bicara via chat. Aku mengikuti langkah Odagiri melewati koridor, kagum mengamati interior bangunan yang kelihatannyaーdan sepertinya benarーarkais. Ada banyak pintu di sisi kiri dan kanan koridor, kebanyakan tertutup rapat dan dalam keadaan terkunci. Kami meniti tangga menuju lantai atas hingga tiba di pintu tak terkunci paling ujung.

"Seperti yang kau tahuーaku yakin Sakuma-san sudah bilangーmayoritas penghuni tempat ini laki-laki. Ah, tapi jangan sungkan bertanya atau menegur kami, kalau-kalau kelakuan kami mengganggumu," pesannya sembari.

The Only Juliet | Joker GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang