Inget vote sama komen...
-----------------------------------------------------------
Happy reading...
-"What???"
Ketiga sahabatnya benar benar menjadi khawatir sekarang, pasalnya Julian hari ini bukan seperti Julian sahabat mereka. Semuanya sangat mencolok di mata mereka. Apakah itu wajar bagi seorang Julian yang mereka kenal selama ini, yang pendiam cenderung dingin dan tak acuh pada orang lain terlebih itu lawan jenis. Berbagai spekulasi muncul di kepala mereka masing masing.
"Kau mulai bersimpati pada gadis itu ya...?" Nada Arzen terdengar jahil ketika Julian sedang meminum americanonya yang mulai dingin.
Julian tersedak cukup keras, wajahnya memereh. Ketiga temannya tak pernah memdapati situasi Julian seperti ini panik, ada yang mengambilkan tissue ada yang menepuk nepuk punggung Julian yang terbatuk batuk akibat tersedak. Kehebohan mereka menjadi pusat perhatian para pengunjung cafe.
Arzen kembali dengan sebotol air mineral, yang tadi langsung lari ke meja counter meminta air minum. Setelah Julian menenggak air mineral yang disodorkan, ia tak bergeming, dadanya masih sakit akibat tersedak.
"Lain kali kau liat sikon dulu kalau ingin mengeluarkan pertanyaan, tunggu orangnya selesai minum, baru di tanya, menghindari kemungkinan seperti ini." Sedikit jengkel Alan memperingati Arzen.
Arzen mengkomat kamitkan mulutnya melirik kesal Alan. Dia mana tahu reaksi Julian semembahana itu, ia berpikir Julian cuek seperti biasanya jika ia bertanya apapun, terlebih hal menyangkut perasaan. Merasa bersalah juga membuat Julian tersedak dan terbatu batuk sampai seperti itu. "Sorry bro..." Arzen merangkul pundak Julian mengelus elus nya pelan, meminta maaf tulus pada Julian. Peony yang kebetulan datang membawa permintaan Alan, empat buah creampuff dan empat potong tiramizu, lagi lagi menatap horor dua pria itu. Hari ini matanya dua kali malihat hal hal yang membuatnya berpikir yang tidak tidak. Setelah meletakkan pesanan Peony meninggalkan meja, ia sempat melirik Arzen bergidik.
Ponsel Julian bergetar berulang ulang, menandakan panggilan masuk. Ia merogoh saku celananya. Tertera nama sekretarisnya memanggil. "15 menit lagi aku sampai" Ucapnya singkat, lalu memutuskan sambungan.
"Rekan bisnis ku sebentar lagi tiba di kantor. Aku pergi." Ia bergegas keluar cafe, kenapa bisa lupa kalau hari ini rekan bisnisnya dari Thailand akan datang, ia berjalan tergesa gesa menuju parkiran meninggalkan sabahabatnya, Arzen harus nebeng dengan Alan atau Dennis.
******Hembusan udara pukul lima pagi mengharuskan Casya merapatkan mantelnya jika tak ingin menggigil kedinginan. Ia sudah rapi, bersiap siap pergi ke toko, hari ini banyak dough yang harus di bake. Pagi hari pengunjung toko cukup ramai, sebagian besar merupakan pegawai kantoran yang membeli roti untuk sarapan mereka ataupun untuk camilan minum teh atau kopi saat mereka di kantor nanti.
Ia ingin sekali membawa mobil untuk menghemat waktu, sayangnya ia tak cukup bernyali mengemudikan kendaraan itu lagi. Dulu sewaktu di ajari Ayah nya ia tak sengaja menyerempet kakek kakek yang tengah bersepeda sore, syukurnya si kakek tidak apa-apa hanya memar di lengan dan pergelangan kaki. Besoknya ia pergi menjenguk si kakek, membawa sekotak kue buatannya sendiri sebagai permintaan maafnya kepada si kakek, sudah menabrak si kakek kemaren. Anehnya si kakek tak marah sewaktu ia jenguk, malahan si kakek senang ada yang mengunjungi kediamannya yang sepi, kakek menyukai kue yang Casya bawa pada saat itu. Bahkan si kakek meminta Casya membawakan kue buatannya tiap akhir pekan ke kediamannya. Namun semenjak Casya pindah ia tak pernah berkunjung ke rumah si kakek lagi dan membawakan kue buatannya. Karena insiden itu sampai sekarang dirinya tak mau belajar mengemudi mobil lagi. Katakanlah ia pengecut, yang namanya trauma susah di hilangi. Motor? Sayang sekali, mamanya tak mengijinkan untuk mengendarai kendaraan roda dua itu. Kata mama nya jatuh dari motor lebih sakit dan berbahaya, tapi menurut nya sama saja, yang namanya kecelakaan pastilah sakit dan berbahaya. Daripada mendengar mamanya yang akan cerewet tiap ia pergi dengan motor ia menuruti saja nasehat mamanya, lagipula itu juga demi kebaikannya sendiri, toh masih ada kendaraan umum.
Casya menyudahi pikirannya yang sempat berkelana ria ke masa lampau dirinya dulu begitu bus yang di
tunggunya sudah datang. Ia menaiki bus duduk di bangku nomber dua dari belakang dekat jendela. Karena masih pagi buta, hanya ada dua ibu ibu dan seorang pria muda di dalam bus. Ia begitu menikmati rutinitasnya tiga tahun belakangan ini dengan suka cita.------------
Hampir dua pekan ini Julian benar benar di sibukan dengan pekerjaannya. Saai ini Julian duduk di dalam jet pribadinya untuk kembali ke Indonesia. Ia memejamkan matanya. Bayangan itu hadir lagi di dalam kepalanya, ia membuka matanya mendesah kasar. Egonya yang tinggi membuatnya tak mau perduli akan apa yang terjadi pada dirinya akhir akhir ini. Masa masa yang ia rasakan dan yang ia lalui dulu, membuatnya sulit menerima kehadiran orang lain meski itu hanya di pikirannya. Ia tahu ada yang berbeda ada yang berubah dan Ia tak akan merubah apapun. Kekosongan dalam batinnya membuat Julian tak mau ambil pusing. Tapi bayangan yang baru saja muncul di kepalanya, sedikit menggoyahkan egonya yang ia pertahankan. Ia tak suka itu. Dirinya Julian yang sama, selamanya tetap Julian yang sama. Ia terus merapalkan itu di dalam otaknya. Rasa lelah memaksa matanya untuk menutup sejenak. Setelah hampir 7 jam dalam penerbangan dari Jepang ke Indonesi, Julian sampai di Bandara Soekarno-Hatta. Assisten Julian sudah menjemputnya dan menunggu kedatangan atasannya di bandara.
Julian menyandarkan punggungnya di jok mobil kembali ke mansionnya, ia melihat sekilas jam di tangannya, sudah hampir pukul 11 malam. Saat melintasi jalan raya matanya melirik keluar jendela disisi kirinya yang sengaja kacanya ia minta turunkan, hembusan angin malam membuatnya nyaman. Tak sengaja matanya melihat seseorang tengah berdiri di atas trotoar.
"Hentikan mobilnya" Perintah Julian seketika."Iya pak, ada apa?" Tanya sang assistan begitu mobilnya berhenti.
Julian menarik nafas dan menghembuskannya pelan. "Mundurkan mobilnya pelan" Perntah Julian datar.
Assintannya sempat mengernyit namun segera menjawab sopan atasan nya dan memundurkan mobil dengan pelan.
"Berhenti" Perintah Julian lagi. Mobil Julian berhenti tepat di depan seseorang yang barusan ia lihat yang berdiri di atas trotoar.
"Buka pintunya" Julian mengkode dengan dagunya untuk membuka pintu sebelah kirinya. Diamana seseorang tengah berdiri diluar sana. "Suruh dia masuk ke mobil"
"Baik pak" Assistannya pun turun menghampiri seseorang yang dimaksud atasaanya.
----------
Sebuah sedan hitam mewah berhenti di depan Casya yang sedang menunggu taksi. Casya was was, melirik kiri kanan. Casya semakin waspada seseorang pria berstelan formal keluar dari depan mobil menghampiri dirinya.
"Maaf nona," Sapa pria yang berstelan formal begitu di hadapan Casya.
Casya mesih menatap waspada pria di hadapannya. Tak mau menjawab sapaan pria itu.
"Atasan saya meminta anda untuk masuk ke dalam mobil" Assistan melanjutkan karena gadis di depannya diam saja. "Sialahkan Nona" Si pria yang tak lain assisten Julian membukakan pintu belakang mobil tepat di depan Casya. Mempersilahkan Casya untuk naik.
"Atasanmu? Siapa dia? Untuk apa dia menyuruhku masuk ke dalam mobilnya?" Rentetan Pertanyaan Casya yang terdengar tak bersahabat. Hei ini sudah larut malam, wajar dia bersikap antisipasi.
"Iya, atasan saya" Kembali si pria merentangkan tangan mempersilahkan Casya untuk masuk ke dalam mobil.
Siapa yang berani beraninya meminta dirinya masuk ke dalam mobil yang tak Casya kenal, jam larut pula, kalau bukan punya niatan buruk. Dari tempatnya berdiri Casya melirik ke pintu yang terbuka, disana ada seseorang tengah bersandar pada jok mobil, ia penasaran maju mendekati pintu yang terbuka, sedikit membungkuk. Apa dia atasan pria yang tadi menghampirinya, si atasan yang main se enaknya menyuruhnya masuk ke dalam mobilnya. Casya mengernyit, seorang pria berstelan formal sedang memandang lurus kedepan.
Seseorang yang disuruh masuk tak kunjung masuk juga, malah sibuk mengamati dirinya sekarang. Pria di dalam mobil pun menoleh.
Casya melebarkan matanya.
"Kau! Mau apa kau!" Casya mundur selangkah begitu mengetahui pria yang ada di dalam mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sweet Temptation
Любовные романыJulian Avanoska Danendra. Sosok yang diibaratkan seperti salju, mengagumkan mata dengan warna putihnya namun saat di sentuh hanya rasa dingin yang kau rasakan. Julian pria tampan yang disiplin angkuh tegas sedikit bicara banyak kerja. Walau sedikit...