Le Rendez-Vous

1.3K 173 104
                                    

Pertemuan
————————————————

"Kau gila?! Oh tidak ... ini memang benar-benar gila!"

Meredith melompat dari batu besar yang sudah ada di taman belakang sekolah entah sejak zaman apa. Sama sekali tidak tergelincir karena lumut yang menyelimuti permukaan batu itu. Mendarat dengan anggun di tanah, dengan mata penuh semangat membara menatap tepat padaku yang baru saja selesai cerita soal Déren di kantin tadi.

"Aku rela membayar berapapun padamu jika itu artinya aku juga akan ditatap oleh Déren!"

Meredith mengguncang bahuku dengan semangat menggebu yang tidak perlu dan kemudian berhenti untuk menambahkan, "Joseph juga tidak buruk. Siapapun di antara keduanya!"

Marc memainkan matanya jengah. Mengambil kaleng kopinya dan meneguknya sampai habis. "Cih! Mereka hanya tukang pamer!"

"Akui saja kau tak bisa sekeren mereka!"

Aku menatap kedua kawanku geli. Kurasa Marc agak tak suka dengan keingintahuan Meredith soal dua lelaki itu.

"Mungkin Marc cemburu kau lebih menyukai Déren."

"Pffftt!!"

Julie, Nicol dan Dean yang sejak tadi bersama kami tak kuat lagi menahan tawa. Selalu ada kekonyolan saat kami berkumpul bersama. Teman-teman yang sedikit banyak selalu memberiku kekuatan untuk agak berjauhan dari kesendirian.

Aku menyadari kata-kataku mampu memancing topik lain ke tengah kami untuk menggantikan topik yang awal. Tadi, Marc keceplosan soal aku yang ditatap dengan aneh oleh Déren hingga aku harus menceritakan kejadian itu pada mereka. Hanya seadanya tanpa detail. Bukan kebiasaanku untuk curhat, sungguh.

"Padahal dia bukan tipe yang acuh pada sekitar. Aku pernah sekelas dengannya saat olahraga. Semua lelaki memakai kaus pendek, hanya dia yang menggunakan baju lengan panjang. Begitu juga celananya. Semua orang memberitahunya dan dia bersikap seolah keadaan hening tanpa suara."

Julie memasang wajah acuh tak acuh. Nicol yang sepertinya belum pernah bersinggungan dengan dua lelaki misterius itu hanya diam sambil menggeleng. Melanjutkan kegiatannya dengan mengunyah burgernya yang pasti sudah dingin sekali.

Hanya mereka bertiga; Marc, Nicol dan Julie yang berada di kelas tiga. Informasi soal Déren dan Joseph hanya bisa datang dari mereka. Anak kelas di bawahnya, seperti aku, Meredith, Gerald dan Dean, kami cuma dapat 'katanya' dari para anak tingkat atas. Syukur-syukur jika informasi itu benar lima puluh persen. Sebagian besar cuma sekedar bualan dan tambah-tambahan saja agar ceritanya semakin menarik.

Bel sekolah berbunyi nyaring, memanggil para siswa agar kembali pada guru-guru mereka. Sesuatu yang sangat jarang aku syukuri, tapi tidak untuk kali ini. Meredith hampir saja membawa topik awal kami soal Déren dan itu pasti akan membuat aku terpojok agar cerita lebih. Bunyi 'kring' memekakan telinga itu bagai nyanyian surga untukku saat ini. Sangat membantu.

"Aku akan menempel padamu ke kelas. Siapa tahu Si Keren itu ada di lorong dan menatapmu lagi. Kemudian dia akan menyadari bahwa kau punya teman yang cantik dan tertarik pada mereka, tak seperti kau. Kalau beruntung, nomor ponsel, mungkin?"

Meredith menggaet lenganku di saat Nicol dan Dean sudah bersiap memeragakan gaya orang muntah di hadapan kami. Membuat emosi Meredith naik hingga ubun-ubun dan memukul kepala mereka dengan gulungan kertas presentasi tentang penjelasan Bacillus brevis. Tugas harian Biologi-nya.

Les Yeux BleusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang