Blessing In Disguise [1]

12.1K 287 7
                                    




Petang kian kelam. Matahari sudah semakin tenggelam di ujung langit. Senja beranjak tinggi. Angin bertiup kencang menggetarkan ranting-ranting pohon di sepanjang jalan.

Dave merapatkan jaketnya dan bergegas mempercepat jalannya setengah berlari. Jantungnya menjadi berdebar tak menentu setelah mendapati sekelompok orang mengamatinya dengan seksama, sambil sesekali memberikan kode antara satu dengan yang lain di sepanjang jalan yang dilewatinya.

Satu lelaki memakai kemeja kotak-kotak berambut cepak berdiri di ujung jalan, sedang berbicara dengan temannya berkepala botak berkaos hitam tanpa lengan. Seorang pria berkaca mata hitam seolah-olah sedang menunggu perintah untuk menjalankan mobilnya. Sedangkan laki-laki lain yang berambut klimis duduk di bangku kayu panjang di pinggir jalan depan halte bus sambil membaca koran.

Entah apakah kode itu ditujukan mengenai dirinya atau tidak. Apakah semua itu hanya ilusi atau khayalannya belaka. Namun Dave tidak ingin mengambil resiko apapun saat ini. Ia merogoh telepon selularnya yang terletak di saku kiri bawah jaketnya.

"Sial !" Ia lupa mengisi penuh baterai telepon genggamnya pagi ini.

Dave berpikir keras bagaimana cara meminta bantuan orang lain dalam keadaan telepon genggamnya mati seperti itu. Tiba-tiba ia teringat akan telepon umum yang terletak di dekat kafe cozy favorit teman-temannya tak jauh dari tempat ia berada sekarang.

"Hmm... Dua blok lagi..." Dia bergumam.

Dave berharap ia masih memiliki cukup waktu untuk segera menghubungi orang-orang terdekatnya. Terbersit penyesalan akan keputusannya siang ini untuk tidak ingin ditemani oleh siapa pun demi menjernihkan pikirannya dengan berjalan-jalan sendiri menyusuri jalanan kotanya. Nasi sudah menjadi bubur.

Akhirnya terlihat juga kotak telepon umum berwarna kuning menyala yang terletak di ujung jalan, menjorok agak ke dalam.

Setibanya di sana, Dave merogoh-rogoh uang logam di kantong celana jeansnya dan segera memasukkan koin tersebut ke dalam lubang telepon. Dengan segera ia menekan nomor telepon yang sudah teramat dihapalnya.

Ia berdiri gelisah menunggu teleponnya tersambung, sambil berjaga-jaga mengawasi keadaan sekitar. Tak banyak yang bisa dilihat dari pojok jalan tersebut. Langit kian gelap karena mendung. Sebentar lagi akan turun hujan nampaknya.

Seseorang dari ujung telepon mengatakan, "Hola..."

Baru ia akan menjawab sapaan tersebut, tiba-tiba terasa teramat sakit di kepalanya dan dia merasakan darah hangat mengalir dari atas kepala turun ke dahinya. Semuanya menjadi gelap gulita. Dave pun tak sadarkan diri.





"Sir... Sir... Wake up Sir... Are you alright Sir ? What happens ?"

Dave membuka matanya perlahan-lahan. Ia merasakan kepalanya sangat sakit dan pusing berdenyut-denyut. Dave mencoba untuk mengangkat kepalanya untuk melihat siapa yang sedang berbicara dengannya saat itu, namun ia tak kuasa untuk menahan sakitnya sehingga ia mengurungkan niatnya.

Samar-samar terlihat seorang gadis cantik menatapnya dengan cemas. Suaranya terdengar sayup-sayup lembut di telinganya.

"Apakah aku sudah mati dan berada di surga sekarang ?" Dave berkata lirih.

Kamukah wahai bidadari surga yang ditunjuk untuk menyelamatkanku ? Tanya Dave dalam hati.

Ia memicingkan mata agar wajah gadis itu terlihat jelas. Seorang gadis keturunan Asia, berambut coklat tua terurai panjang bergelombang, memiliki bola mata hitam yang bagus, dianugerahi mulut mungil yang indah serta berkulit putih halus mulus bak kapas, saat ia merasakan gadis itu mengusap darah di dahinya dengan lembut. Dan Dave pun pingsan kedua kalinya pada pangkuan gadis cantik tersebut.





When Mafia Loves Angel [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang