Coincidence Or Destiny ? [2]

5.7K 154 2
                                    


Suara alarm dari telepon genggam di atas meja berbunyi nyaring. Dengan mata setengah terpejam, Annisa menggapai-gapaikan tangannya ke arah meja kecil yang terletak di sebelah tempat tidur, mencoba meraih telepon genggamnya.

Ia memicingkan mata, masih dalam keadaan mengantuk, mencari tahu jam berapa saat itu. Tiba-tiba ia melonjak bangun dari tempat tidur ketika ia menyadari bahwa sudah pukul tujuh pagi sekarang.

"Aduh, aku kesiangan bangun. Semoga saja aku tidak ketinggalan jadual tur hari ini."

Langsung dengan panik ia menyambar handuk dan bergegas masuk ke kamar mandi hotel yang minimalis namun cozy itu.

Suasana restoran di hotel La Luna pagi itu sudah penuh sesak. Terdengar suara riuh ramai para kelompok turis duduk di meja makan masing-masing. Suara sendok dan garpu berdenting-denting beradu dengan piring.

Annisa celingak-celinguk mencari teman-teman sekelompok turnya dari Indonesia. Ia melihat Ella teman yang baru saja dikenalnya dalam perjalanan tur ke Mexico sedang melambai-lambaikan tangannya ke arahnya, menunjuk-nunjuk sisa kursi kosong satu di sebelahnya.

"Selamat pagi tuan putri tidur," sapa Ella tersenyum lebar, mukanya berseri-seri.

"Ayo, cepat sarapan, sebentar lagi tur kita akan segera berangkat."

Rombongan dari Venus Tur dan Travel berbendera merah putih terlihat turun dari bus dan memasuki sebuah situs pariwisata berlokasi di Semenanjung Yukatan.

"Bapak-bapak dan Ibu-ibu sekalian, sebentar lagi kita akan memasuki kawasan bersejarah Piramida Chichen Itza, sebuah situs peradaban suku maya di Mexico, dibangun pada abad 800 SM, merupakan salah satu dari tujuh keajaiban dunia baru," dengan suara lantang pemandu tur menjelaskan.

"Harap tetap berada pada barisan kelompok untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Dan seperti biasa, jaga barang-barang berharga Anda dari pencopet ataupun orang-orang jahat lainnya."

Ella menarik tangan Annisa dan mengajaknya berfoto di depan El Castillo, bangunan istana yang terletak di tengah kompleks dan terlihat paling dominan. Di dekatnya terdapat lapangan dengan pilar-pilar dan dinding-dinding persegi.

Annisa memegang kamera dan mengambil foto Ella yang sedang asyik bergaya di depan istana, tanpa menyadari ada sepasang mata mengawasi mereka.

Tiba-tiba seorang anak kecil berkaos hitam dan bercelana pendek coklat telanjang kaki menyambar dompet berwarna merah muda yang menyembul dari tas ransel Annisa yang lupa ditutup kembali pada saat mengambil kamera tadi.

"Awas copet, Nisa !" Teriak Ella mengingatkan. Wajahnya kaget dan pucat pasi.

Namun anak kecil tersebut berhasil membawa lari dompet Annisa. Tanpa pikir panjang lagi Annisa pun berlari mengejar, namun anak kecil itu berlari terlalu cepat ke arah taman bunga dan Nisa pun kehilangan jejaknya dalam sekejap.

"Bagaimana, Nisa ?" Tanya Ella yang terengah-engah ikut berlari mengejar dari belakang.

Nisa menggeleng sambil terlihat lunglai namun geram.

"Aku tak bisa mengejarnya Ella. Copet itu berlari cepat sekali. Salahku sendiri mengapa aku tadi lalai menjaga tasku. Arrgggggghhhhh !"

Ella mengajak Annisa untuk duduk di sebuah bangku kayu di taman bunga yang terletak tidak jauh dari situ.

"Coba kamu periksa lagi Nisa, selain dompet kamu ada apa lagi yang hilang ? Kamu ingat-ingat kembali, kamu taruh apa saja di dompetmu itu ?"

Annisa pun segera memeriksa isi tasnya dengan seksama. Tangannya masih bergetar hebat antara menahan amarah dan letih karena berlari. Keringat mengucur deras dari dahinya.

When Mafia Loves Angel [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang