PROLOG

278 19 2
                                    

   JUAN POV
Kenalin, gue Juan Frandito Giono. Gue adalah gue. Gak ada yang betah jika adu mulut dengan gue. Karna realitanya gue selalu menang dengan apapun itu. Gue bukan sombong, mungkin itu karna gue baru saja menikmati jus kuini campur semangka ditambah penyedap makanan itu. Bagaimana bisa? Dia lah yang sengaja melakukan itu ke gue sehingga dia berhasil buat isi perut gue ngeluarin seluruh hama dan cacing pita yang bersemayam didalam nya.

Maaf, gue belum selesai ngenalin diri. Jika ingin akrab dengan gue, panggil gue JUAN. Gue itu jagoan persis seperti nama gue. Jadi jangan harap gue mau di ajak pergi ke MALL bersama para wanita haramiyah dengan keranjang di tangan kanannya.

Paling anti sama cewek jutek.

Dan kebetulan seumur hidup, gue belum pernah menemukan itu. Hidup gue selalu di bingkaikan dengan hubungan dengan para wanita bermuncung panjang kurang lebih 23, 5 cm. Terutama dia.

"Bangun, atau setelah itu lo bakal menyaksikan petir di kamar lo"

  Jam masih pukul 04:33 WIB. Ada bencana alam apa gue di suruh bangun jam segitu sama tu orang. Saat gue buka mata dengan terpaksa, gue liat mata gadis itu terkatub bak sedang mengigau. Tangan dia menyentuh selimut gue, tubuh setengah berdiri itu membuat dia terlihat lemah dan muncungnya hampir mencium lantai kamar gue.

"Eh, apaan sih. Keluar lo. Atau lo yang akan menyaksikan badai" Berat hati. Gue berbicara sama manusia di hadapan gue itu yang tak menyadari gue berbicara. Ternyata guelah makhluk bodoh yang mengajak orang tidur berbicara. Terpaksa lagi dan lagi. Gue tak mungkin membiarkan dia tidur di lantai kamar gue. Akhirnya tangan gue mengangkat tubuh dia dan membawa nya menuju kamar nya yang bersebelahan dengan kamar gue. GUE BODOH.

                                **

   "Juan!!!" Apalagi itu? Gue baru saja memejamkan mata dan setelah itu telinga gue di hantui oleh suara cempreng tak bernada.

Gue tutupin telinga gue pakai selimut.

  "Bangun gak bangun gak" Sudah biasa. Mama memang tak pernah menginginkan gue bahagia. Dari mulai gue di dalam perut, dia gak pernah membuat gue bahagia. Oke. Bahagianya gue itu tidur puas.

  "Ghisell kamu apain? Ha? Tadi malam kamu apain dia? Kamu bawa dia kemana? Kenapa dia jadi muntah muntah begini? "

Gue ngerasa biasa. Ghisell adik kandung gue yang berusia 13 tahun itu memang suka mengada ngada.

  "Juaan banguun" gue bangun. Walau ekspresi gue masih tertidur "Percaya aja terus sama tu anak ma"

  "Eeh kamu ini ya" Huaghh. Telinga kanan gue di jewer dan gue sempat berontak "Plis, sebelah kiri aja" Dengan sigap, mama menukar jewerannya ke sebelah kiri. "Nah gitu dong"

"Jujur, atau sebentar lagi kamu akan liat petir" lo gak boleh tau kenapa semua mengancam gue pake petir. Dan gue gak akan biarin lo tau tentang itu.

AUTHOR → "Juan takut petir coyy haha"

  "Aku gak apa apain dia. Dan sebelum mama nuduh aku, tanya baik baik apa yang dia lakuin tadi malam di kamar aku" ucapan gue membuat mama bungkam dan berhasil melepas tangannya yang nempel di telinga gue. Alhasil, gue nyambung tidur "Dan plis. Jangan ganggu tidur ku"

  Sekarang lo semua percaya kan kalau gue gak pernah kalah? Kejadian tadi membuktikan gue gak pernah BISA KALAH. oke gue lanjut tidur dulu. Jangan ganggu gue sebelum gue buka mata.

Ini cerita gue.


↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓
Tenang. This is the first part in the story. But the story is short.

 

PEJANIR (Sudah Terbit!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang