PIL 12

48 3 0
                                    

+Mencintai karena rasa kasihan, bagi gue itu dapat menyelamatkan kesehatan cewek malang ini. Walau gue pura pura mencintainya+
-Juan Frandito Diono


  Siang hari di sebuah trotoar jalan raya. Ya. Dhea datang menemui natha. Niatnya hanyalah untuk mempererat pertemanan.

  "Makasi banyak ya lo udah antar gue pulang kemarin." Dhea membuka pembicaraan

  "Yaelah santai aja kali. Anggap aja itu tanda perkenalan pertemanan kita." Jawab natha sambil memperhatikan sekelilingnya juga sesekali dhea. "Ohya, emang lo kok bisa pingsan sih dhe?"

  Dhea bungkam.

"Dhe? Gue nanyak loh."

  "Oh em iya aa gue cuma ngerasa pusing aja tiba tiba."

  "Tapi wajah dan tangan lo pucet."  Natha mempererat pandangan ke wajah dhea. "Lo sakit?" Dan mereka memberhentikan langkah untuk duduk di kursi besi pinggiran jalan.

  Lagi lagi dhea bungkam.

  "Dhe? Maaf. Gue tau gue cuma teman baru lo. Tapi gue-"

  "Iya serius gue nggak apa apa." Semangat sekali gadis malang itu menanggapinya. Seperti baru sadar dari sebuah lamunan.

  'Mungkin belum saat nya gue kasi tau lo tentang pemahaman gue.'

  "Oogitu. Gue harap omongan lo bener ya."

  Natha mengajak dhea untuk main kerumahnya. Mereka masuk lalu berbincang lagi di kamar natha

  Sebelum masuk kamar, mata dhea menangkap seorang laki laki urakan yang berbaring di sofa tamu dengan kulit kacang berserakan dimana saja. Laki laki itu memakai kaus singlet hitam dan memperlihatkan banyak tato yang menempel di lengannya. Dhea memandang lekat.

  "Eh. Ayo masuk sini." Pekik natha kepada dhea yang memberhentikan langkahnya.

Dhea masuk.

  "Gue nggak tau apa ini pantas gue ceritain ke elo atau enggak. Yang jelas gue butuh teman curhat untuk ini." Natha membuka mulut di balkon atas kamarnya.

  Dhea menoleh ke arah natha seolah memberi arti 'maksut lo?'

  "Gue punya temen di sekolah. Laki laki. Dia sering bilang dia suka gue dan pengen jadi lebih dari seorang temen sama gue. Tapi gue nggak ada rasa sama dia dhe. Entah kenapa gue gak bisa nerima dia untuk itu. Tapi gue sayang sama dia. Dan gue nggak bisa jauh jauh dari dia. Sebagai teman. Tapi dia nggak ngerti sama perasaan gue."  Mata natha berlinangan sedikit terukir kekecewaan disana.

  "Terus?" Dhea menanggapi dengan serius .

  "Tapi malam itu, dia berubah saat gue jujur bahwa gue.. Gue udah dijodohin sama abang gue dhe. Yang dibawah tadi. Lo tau kan gimana penampilan dia tadi? Gue nggak bisa nentang itu dhe. Tapi dia gak terima. Lo tau dia ngapain? Dia ninggalin gue di kegelapan sendirian dan bertindak yang enggak enggak. Dia ugal ugalan di jalan, dia mabuk mabukan gak jelas. Dan gue.. Gue nggak ngelihat ada diri dia yang dulu dikehidupan gue. Saat gue mulai ngerti sama perasaan dia, tapi dia yang malah nggak kasi gue kesempatan untuk itu. Gue takut dhe. Gue takut kalau gue bakal kehilangan dia yang gue sayang" Tak sadar bahwa ternyata natha menangis lagi dan lagi. Siapa yang dimaksut natha? JUAN. Lelaki yang saat ini menjadi kekasih dhea.

  "Udah udah lo gausah nangis. Lo tenang dulu." dhea mencoba mengusap pundak sahabatnya itu. "Mungkin dia butuh waktu untuk bisa menerima kenyataan yang dia harus hadapi. Dan lo harus kasi dia waktu. Lo juga gausah ganggu dia dulu. Mungkin dia mau cari sesuatu yang saat ini bisa buat dia bahagia. Ya wajar nath, cowok mudah sensitif nya. Sakit hati mungkin. Gue juga nggak tau dia gimana, tapi dari pemahaman gue sih sepertinya dia juga gak mudah ngelupain lo. Lo tunggu aja di suatu waktu, mana tau dia bakal jadi temen lo lagi. Atau mungkin lebih dari itu. Masalah perjodohan, harusnya lo berhak menentang itu. Kalau lo gak siap, ya lo katakan aja. Jangan di tahan kalau nanti ujung ujungnya lo menderita. Gue yakin lo faham maksut gue. Ketua osis kan?" Sesekali dhea meledek bertujuan membuat sahabat nya itu tertawa.

PEJANIR (Sudah Terbit!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang