5

42 2 3
                                    

Hari terus berganti. Alisa sudah menjadi anak kuliahan yang membosankan. Setiap hari Alisa hanya datang ke kampus, mengerjakan tugas kelompok, lalu pulang. Begitu seterusnya. Alisa tidak pernah berfikir untuk mencari seseorang yang akan selalu menemani hari-harinya, Alisa begitu muak dengan semuanya. Bahkan untuk mencari teman saja Alisa enggan.

Alen sang kakak, sangat khawatir terhadap mental sang adik. Ia tak pernah melihat Alisa seperti itu, menyendiri di dalam keramaian, kadang pula Alen melihat Alisa tertawa sendiri dengan mata yang melihat ke arah laptopnya. Alen fikir  Alisa sedang melihat konten-konten komedi diinternet, ternyata tidak. Alen mengetahui ketika Ia melihat layar laptop Alisa terbuka dan yang Alen lihat adalah foto seorang laki-laki dan seorang perempuan yang sedang bertukar cincin, dalam foto itu mereka berdua terlihat sangat serasi. Tampan dan cantik, itu adalah Farga dengan kekasihnya.

"Jadi ini, yang membuat Alisa tertawa, tapi mengapa tertawa? Bukankah harusnya....." Bathin Alen yang segera dipotong oleh gelak tawa Alisa.

"Hahahaha iya kak, itu Farga sama tunangannya. Cocok yaa hahahahaha Farga cowo brengsek itu tunangan hahahahahahaha." Racau Alisa.

Seketika Alen langsung memeluk Alisa, Ia tak pernah berfikir bahwa adiknya mengalami tekanan sebegitu beratnya, dalam waktu yang sama, dalam pelukan Alen, Alisa menangis. Menangis sejadinya, meluapkan segala kekacauan hatinya.

"Sa, udah sa. Jangan tekan diri kamu sampai begini. Lupain Farga, sa. Kamu bisa mendapatkan laki-laki yang lebih baik dari dia. Percaya sama kakak, sa." Alen mencoba menenangkan Alisa, tapi sepertinya tak berhasil. Alisa melepaskan pelukkannya, lalu mengusap air matanya sendiri.

"Apa kak, dapat laki-laki yang lebih baik? Hahahaha yang ada, dekat lalu di tinggal lagi hahahahaha." Jelas Alisa sambil tertawa dengan air mata yang masih mengalir.

Alen sangat khawatir sekarang, Alisa sudah tak bisa terkontrol emosinya. Setiap kali Alen mencoba berbicara dengan Alisa, Alisa hanya tertawa dan meracau tak jelas. Alen khawatir adiknya gila karena laki-laki bernama Farga.

...

Arka POV.

Kau tahu?
Meskipun aku sudah memiliki kekasih, tapi tetap saja aku butuh seseorang disisiku saat ini. Seseorang yang bisa ku ajak bersama, menghabiskan hari-hari bersamaku. Kau bisa menyebutku brengsek, tapi itulah aku. Aku ingin merubahnya sekarang.

Aku dan Gya memang sudah lama berpacaran, tapi entah kenapa setelah Gya pergi meninggalkan Indonesia, dia sudah jarang sekali menghubungiku, aku juga sudah tak peduli dengannya. Pesan terakhirnya yang ku dapat hanya berisikan kalimat-kalimat menjijikan yang mengharuskan aku melupakannya. Jika saja dia tahu, bahwa aku memang sudah tak peduli dengannya sejak lama, pasti dia yang akan tersakiti. Eeit, tapi tunggu dulu, aku tak merasa tersakiti sama sekali, kau tau kan? Ini semua karena aku yang sudah tak peduli dengannya. Menurutku, ketika kami berpisah di bandara, itu adalah kata putus untuk hubungan kami berdua. Brengsek? Ya itulah aku.

...

Ketika sampai di kampus, aku segera bergegas ke kantin, tempat yang paling aku sukai. Di sudut sana, aku melihat Alen sedang melamun. Sepertinya sahabatku ini sedang mendapatkan masalah berat.

"Woy len! Sadar woy." Kagetku kepada Alen.

"Ga lucu lu ka. Gue lagi mikirin adek gue nih." Jelas Alen.

"Adek lu? Yang cewe itu ya? Siapa namanya?" Tanyaku pada Alen, aku memang tak pernah tahu siapa adiknya Alen, dari dulu aku tidak pernah main ke rumah Alen, karena Alen yang selalu saja melarangku.

"Alisa, cewe yang lu bilang cantik tempo hari itu adek gue." Jawab Alen dengan datar.

"Demi apa lu? Ya Tuhan, dunia begitu sempit. Hahaha" Sekarang malah aku yang terbelalak, sampai lupa dengan Alen yang sedang pusing dengan Adiknya.

"Diem kek lu, ka. Gue pusing ini, ya kali adek gue gila cuma gara-gara cowo begitu. Itu cowo pernah janji apa sih sama adek gue? Kurang ajar. Aaarrrrrgggghhhh." Sepertinya Alen mulai marah dengan dirinya sendiri, yang ku tahu, Alen sangat menyayangi Adiknya. Setelah kepergian Ibunya, Ia tak ingin kehilangan adik perempuannya.

"Weh santai bro, gue bantuin deh." Kataku menenangkan.

"Engga ka, makasih. Jangan sekali-kali lu deketin Alisa. Inget itu, ka." Perintah Alen yang kemudian pergi begitu saja meninggalkan aku.

Sepertinya Alen sedang tak ingin diganggu. Soal Alisa, aku bisa saja membantunya, tapi Alen tak pernah menyetujui niat baikku.

...

Terima kasih masih setia membaca :)
Masih penasaran sama kisah Alisa kan?

Keep reading yaa guys.

Salam cinta,

-Anza

Diktator CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang