P A N G

550 44 6
                                    

I'm back everyone! :D

(unedited)

CHAPTER 3

Aku bosan.

Perasaan ini begitu hidup. Semua terasa nyata.

Aku hanya bisa melihat gerimis yang menetes-netes dari balik jendela kamar sederhana ini.

Ini sudah gerimis ketiga sepanjang sore ini. Aku mendesah. Rasa bosan benar-benar mencekikku.

Kamar sederhana ini terletak di lantai dua dengan sebuah jendela yang langsung menghadap  halaman belakang. Tidak banyak yang bisa dilihat dari jendela ini, hanya pepohonan rimbun sejauh mata memandang. Halaman ini memang merupakan perbatasan dengan hutan yang mengelilingi desa ini.

Entah ini hanya lamunanku saja atau apa, tapi sepertinya aku melihat ada benda yang bergerak diantara semak-semak itu. Seperti ada sepasang mata yang berkilat menatap kearahku. Kucoba untuk fokus, tapi pencahayaan yang kurang dan gerimis sama sekali tidak membantu.

 Apa mungkin itu…

Dan memang benar.

Jantungku mulai berdebar, antara khawatir dan gembira. Bagaimana kalau kakek –yang sekarang entah berada dimana– melihatnya dan tahu. Ia bisa shock. Dan aku bisa dikurung lagi sampai liburan ini habis.

Begitu benda itu keluar dari semak-semak memperlihatkan wujudnya, aku melihat seekor serigala abu-abu menatapku lurus. Tentu saja aku sangat mengenal serigala ini.

Masa bodohlah dengan kakek.

Aku tersenyum lebar lalu melambai pada serigala itu. Ia menggonggong pelan -seolah mengerti apa yang kupikirkan- agar tidak ada yang mendengar.

Sekedar menatap mata hijaunya yang balik menatap mataku saja, sudah bisa membuat darahku mengalir deras dan perutku bergejolak parah. Sesimpel itu.

Ia mengangguk pelan dan aku agak kecewa ketika ia berbalik menuju semak-semak lagi, tapi aku memahaminya.

Ketika ia berjalan aku sempat melihat ada sesuatu yang diikat di kaki belakangnya. Seperti semacam kain putih atau entahlah.

Bosan memandangi jendela, aku kembali ke atas kasurku, memainkan tablet. Tapi baru saja aku menjatuhkan diri diatas kasur, tiba-tiba saja kaca jendelaku seperti diketuk. Seperti ada kerikil yang dilemparkan berulang-ulang mengenai jendelaku.

Aku mengernyit dan bangun kembali menuju jendela untuk melihat siapa pelakunya.

Dan akupun sangat terkejut melihat ia berdiri dihalaman belakang, menatapku dengan senyum lebar khasnya. Aku pikir tadi ia hanya ingin menyapa dan sudah kembali.

Oh aku mengerti. Jadi kain yang diikat pada kaki belakangnya tadi itu adalah baju ganti yang sekarang ia pakai.

Tapi apa yang ia lakukan? Bukankah aku sudah melarangnya datang? Bukanya ia tahu? Aku sudah pernah bercerita tentang kakek kan? Kalau sekarang kakek melihatnya disini, semua bisa kacau.

Aku menatapnya dengan panik dan ia hanya memberi isyarat untuk tidak berisik. Ia memintaku membuka jendela, tapi aku menggeleng kepala. Memangnya ia ingin cari mati?

Ia memakai celana selutut berwarna khaki dan kaos putih polos yang menempel sempurna pada otot dada dan lenganya. Tetes-tetes gerimis yang menodai kaos dan rambutnya membuatku kesulitan fokus. Apa ia sadar kalau sejak tadi aku memperhatikan bisepnya? Astaga ini memalukan.

Sulit sekali mengabaikan tatapan memohonnya.

Ia tetap  memaksa, dan aku tidak tahu entah apa yang akan ia lakukan berikutnya. Akhirnya aku menyerah, lagipula aku tidak ingin ia berdiri semakin lama di luar dan mulai menarik perhatian kakek atau nenek. Aku pun membuka jendela.

Fate Threads [on hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang