S C A R

737 45 3
                                    

(Unedited)

CHAPTER 1

Tik. Tok.

Tik. Tok.

Tik. Tok.

Sudah satu jam ini aku hanya mendengarkan jarum jam berdetik. Entah sekarang jam berapa. Mungkin matahari bahkan belum muncul, tapi aku sangat yakin kalau aku tidak akan bisa tidur lagi. Bahkan kamar nyaman yang selalu berhasil merilekskanku ini seolah tidak bisa membuatku merasa nyaman lagi.

Apa ini? Ada yang berbeda. Kamar ini masih sama persis seperti saat aku meninggalkanya dua minggu lalu. Tapi aku merasa ada sesuatu yang berbeda. Ada yang terasa salah. Sangat salah.

Aku menyerah, kubuka mataku perlahan.

Sepanjang perjalanan semalam, aku tertidur di mobil. Mungkin kami sampai di rumah sekitar pukul 12, entahlah, aku terlalu pusing jadi tidak sempat melihat jam. Aku pun langsung menjatuhkan diri di kasur, bahkan masih dengan baju yang sama.

Sekarang aku masih agak pusing. Tapi yang jadi pertanyaan, darimana aku mendapat pusing ini?

Semalam mama dan Pak Budi menjemputku di rumah nenek. Badanku demam dengan air mata mengalir deras. Semua terasa buram. Apa yang terjadi?

Kenapa aku menangis? Kenapa semalam aku mendadak sakit? Memangnya apa saja yang kulakukan di rumah nenek? Apakah aku hujan-hujanan? salah makan? Aku tidak bisa mengingat apapun dengan jelas. Rasanya semua berjalan begitu cepat dan samar. Begitu aneh.

Aku berusaha menggerakkan tubuhku. Memangnya apa saja yang sudah kulakukan sampai badanku rasanya sengilu ini?

Rasanya perlu energi lebih untuk bangkit dari kasur ini.

Aku berjalan memasuki kamar mandi. Kulepas semua baju yang menempel di kulitku, hanya tersisa tanktop dan celana pendek. Dan betapa terkejut dan bingungnya aku ketika melihat bayangan di cermin.

Ada beberapa lebam dan goresan yang menghiasi kulitku. Tapi yang paling menarik perhatian adalah sebuah luka berbentuk melingkar yang sudah mengering. Letaknya di leher bagian belakang. Bentuknya seperti bekas gigitan binatang dengan empat taring di ujung-ujungnya.

Tidak terasa apaun ketika aku menyentuhnya. Seolah luka itu hanya gambaran spidol saja.

Memangnya kegiatan extrim macam apa lagi yang telah kulakukan? Aku bangun dengan amnesia, perasaan galau dan bekas luka di sekujur tubuhku.

Apapun itu, entah kecelakaan atau kecerobohanku sendiri, aku yakin ini adalah sesuatu yang cukup buruk. Yang jelas Mama dan papa tidak perlu tahu, atau mereka akan histeris lagi.

Aku memijat kepalaku yang berkedut-kedut dan mengernyit pada bayanganku di cermin.

Seharusnya sekarang aku panik. Rambutku terlihat tidak sehat. Begitu juga kulitku yang kusam karena sudah beberapa hari tidak terawat. Seharusnya sekarang aku sedang menelepon teman-teman dengan histeris. Lalu membolos pada hari pertama sekolah untuk pergi ke salon dan menjalani berbagai perawatan untuk masalah yang begitu mendesak ini. Mungkin itu hal normal yang seharusnya kulakukan.

Tapi entah kenapa, sekarang aku merasa semua itu sepertinya tidak begitu penting. Aku tidak peduli lagi. Handphoneku bahkan belum kusentuh sama sekali. Saat ini ada yang lebih penting untuk dipikirkan daripada penampilan. Ada yang harus kuingat.

Sekeras apapun aku berusaha mengingat liburan kemarin, aku hanya akan kembali pada bagian-bagian bersama kakek dan nenek saja. Menyisakan banyak bagian lainya yang hilang. Ini membuatku benar-benar putus asa.

Fate Threads [on hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang