Alat-alat medis yang mengerikan mengelilingi tubuhnya. Beberapa kali kulihat napasnya tersengal-sengal. Belum, bukan saatnya, kataku dalam hati. Nampaknya saja ia sedang berjuang untuk tetap hidup dengan semua selang yang mengelilinginya itu, namun, dibalik semua itu, aku tahu ia sedang bermimpi. Mimpi yang sangat indah...
"Thomas?" kulihat kakak Sofia, Angela, berdiri di pintu kamar Sofia.
"Apa kau tidak lelah menjaganya sepanjang malam dan seharian ini?" tanyanya kepadaku. "Nero memberitahuku kalau kau belum istirahat dari kemarin."
Benarkah itu? Wow, setiap kali bersamamu aku pasti lupa waktu.
"Aku tidak apa-apa." jawabku pendek.
Perlahan kuusap wajah Sofia yang polos itu. Harus kuakui, ia manis. Manis sekali. Lihat. Bahkan wajahmu sanggup membuat pangeran neraka terpukau, pikirku sembari tersenyum memandangnya.
"Terima kasih atas kepedulianmu Thomas, tetapi beristirahatlah dahulu. Aku akan menjaganya," kata Angela setengah menyuruhku pergi.
Ugh, aku tidak ingin pergi. Aku tidak lapar, tidak lelah. Aku hanya ingin berada di sampingnya, bersamanya. Dengan langkah berat, aku meninggalkan dirinya yang tertidur dengan tenang.
"Thomas," panggil Angela lagi. Aku menoleh memandangnya.
"Aku masih tidak mengerti mengapa ia belum bangun juga. Kata dokter seharusnya ia sudah dapat bangun sejak lima hari yang lalu," dapat kulihat matanya berkaca-kaca.
"Aku takut, Thomas. Ia adalah keluargaku satu-satunya," ia berusaha keras untuk tidak meneteskan air matanya.
"Kita hanya bisa berdoa dan berharap," kataku menguatkannya. Setelah berkata demikian, aku melangkah dengan cepat keluar dari rumah sakit. Perasaan bersalah menyelimutiku. Sebenarnya aku tahu apa yang terjadi dengan Sofia, hanya saja kurasa Angela akan menganggapku orang aneh.
Inilah yang sebenarnya terjadi. Sofia baik-baik saja. Aku dapat melihat jiwanya terikat sangat kuat dengan raganya. Ia dapat bangun sewaktu-waktu. Pertanyaannya adalah, apakah ia mau terbangun dari mimpi indahnya?
YOU ARE READING
Two Hearts
FantasySeharusnya aku hidup sebagai seorang gadis yang normal. Setelah peringatan kematian pacarku setahun yang lalu, aku pulang ke rumah dan mendapatinya meringkuk kedinginan tak sadarkan diri. Entah apa yang merasukiku saat itu; kuputuskan untuk merawatn...