-2-

87 2 0
                                    

Kami membeli es krim di salah satu toko yang terletak di dekat belokan rumah kami. Kami sedang menikmati es krim ketika tiba-tiba kakakku mendapat telepon dari Alex, yang mengatakan bahwa ia butuh bantuannya untuk menjaga toko, karena karyawannya yang lain tiba-tiba sakit dan pulang ke rumahnya untuk beristirahat.

"Aku benar-benar minta maaf, Sof," katanya dengan wajah bersalah.

"Tidak apa-apa kak, cepatlah pergi sebelum Kak Alex kewalahan melayani pelanggan."

Ia mengangguk-anggukkan kepalanya,"Sofia, aku baru akan pulang jam sebelas nanti, jangan lupa untuk menggembok gerbang, jangan biarkan orang asing masuk, dan kunci semua jendela dan pin--"

"Oke oke kak,"

"Aish, jangan menyela pembicaraanku," katanya sambil cemberut.

"Awww... sudah 18 tahun masih manyun begitu," balasku sembari mencubit kedua pipinya yang chubby.

"Huftt... ya sudah, cepatlah masuk sebelum semakin malam," katanya lalu berjalan cepat meninggalkanku.

Lalu aku pun melanjutkan perjalanan sendirian.

***

Jam menunjukkan pukul 18.52 ketika aku sampai di depan rumah. Setelah membuka gerbang dan hendak berjalan masuk, tiba-tiba aku mendengar suara teriakan seorang pria tepat di sebelah kananku. Seketika aku berjengit karena kaget dan menoleh ke asal suara tersebut.

Pria itu lagi?

Ya, pria itu sama dengan pria yang kuperhatikan tadi pagi; yang meringkuk kedinginan di samping tempat sampah. 

"Hei," kupanggil dia sambil menggoyang-goyangkan pundaknya. Tak ada respon.

"Maaf, apa kau baik-baik saja?"

"APA MAUMU??!!!" dia tiba-tiba bangun dan mencengkeram kerahku, mengangkat tubuhku dari tanah.

Astaga, dia tinggi dan kuat sekali.

"Tu-turunkan aku, kumohon..." ujarku ketakutan. Wajahnya remang-remang di bawah cahaya bulan.

"Jangan bunuh aku... aku minta maaf telah mengganggumu..." uh oh, suaraku terdengar seperti cicitan tikus yang berada di perangkap. Dengan cepat kupegang tangannya. Kulitnya kasar dan dingin.

Apakah dia mabuk?  ah, memikirkan nyawaku yang berada di ujung tanduk karena orang mabuk hanya membuatku menyesal. Seharusnya aku ikut dengan kakakku ke kafe.

Disaat aku berpikir yang tidak-tidak, cengkeraman di kerahku mengendur dan aku jatuh, begitu pula dengannya. Dia sepertinya pingsan.

Setelah mengembalikan kesadaranku sepenuhnya dan mengatur napas, kutendang perutnya dengan keras lalu cepat-cepat berlari masuk rumah dan mengunci pintu. Kuperhatikan pria itu dari balik jendela. Ia masih di sana, bahunya kembali bergetar.

Siapa orang gila itu?  

Aku melihatnya sebentar dan bergidik ngeri. Kuharap ia sudah pergi esok pagi.

***

Tanpa sadar aku tertidur di ruang tamu ketika mendengar suara gerbang dibuka.

Kakakku pulang. Wajahnya terlihat lelah sekali.

"Sofia, kenapa kau tidur di ruang tamu?" tanyanya dengan suara serak.

"Aku ketiduran. Oh iya, apa kau tadi melihat seorang pria yang tinggi di depan rumah?" tanyaku penasaran.

"Pria? Apa maksudmu? Tidak ada siapa-siapa di depan rumah," jawabnya setengah sadar, karena kulihat dia menguap berkali-kali.

Two HeartsWhere stories live. Discover now