"Eh.. Cha. Vera mana?" gadis berhijab yang sedang duduk sendirian sambil memainkan dedauan di tangga jalan masuk aula outdoor itu menoleh begitu namanya dipanggil. Dilihatnya seorang laki-laki berpawakan gagah sedang memlintir kertas proposal di kedua tangannya. Tatapannya menyaratkan arti kesal. Icha menaikkan alisnya."Lagi jajan sama Chrissa" jawab Icha apa adanya. Laki-laki itu melototkan kedua matanya, hingga bola matanya nyaris keluar.
"Jajan?" sengit laki-laki itu langsung mendapat sorotan tajam dari teman-teman mereka yang sedang asyik menikmati waktu istirahat singkat mereka. Icha menaikkan kedua alisnya cepat sebagai jawaban tersirat.
"Iya. Tadi waktu istirahat kedua gue ajak sholat jadi sekarang dia lagi jajan. Lagian kan kita masih istirahat juga. Santai aja kali" ucap Icha masih dengan nada santainya. Laki-laki di hadapannya mendadak wajahnya berubah menjadi merah delima. Icha sendiri juga kurang tau apa yang sedang terjadi dengan laki-laki di hadapannya ini. Iya, ia tahu jika laki-laki ini memang senang marah apalagi jika harus membintal teman-temannya sendiri.
Bahkan ia tega membentak dan memaki semuanya yang selalu membuat Icha jantungan jika laki-laki ini mulai memukulkan sesuatu ke pilar aula. Bahkan ia lebih berkuasa dibandingkan dengan ketua organisasi. Ha-ha yang benar saja.
Tapi, Icha selalu santai jika bicara padanya. Biarpun laki-laki ini senang menampakkan wajahnya yang sangat nggak bersahabat tapi, jika sedang dalam keadaan biasa laki-laki ini memang senang bercanda walau terkadang suka nggak mutu.
"Apa apa apa" tiba-tiba Arinda selaku wakil ketua organisasi ini langsung menyela keduanya. Memandang mereka bergantian. "Ada apa. Lo kenapa Fan? Mau marah-marah lagi?" dan Arinda Hapsari ini tidak pernah menghilangkan nada sengitnya pada Muhammad Irfani. Entah karena apa, Arinda selalu bersikap dingin padanya. Irfan menoleh pada Arinda sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Lo kenapa sih Rin, sensi amat sama gue?" tanya Irfan dibuat-buat seakan ia adalah pihak yang tersakiti. Arinda memutar bola matanya. "Lo tuh yang bikin sensi. Makanya lo diem aja, udah. Nggak usah banyak tingkah!" peringat Arinda.
"Iya iya. Yaudah gue diem" jawaban Irfan membuat percakapan mereka terhenti. Lalu Arinda gantian melihat Icha yang sepertinya sedang asyik menonton dirinya dan Irfan bersamaan. Arinda menghela nafasnya.
"Terus lo kenapa, Cha?" Icha yang mendapat pertanyaan selanjutnya langsung menoleh ke arah Arinda sambil memayunkan bibir tipisnya. Dan saat itu juga para junior sudah mulai berdatangan ke aula setelah diberi waktu istirahat 15 menit untuk mempersiapkan segalanya. Waktu itu juga berlaku untuk para seniornya. Begitu junior berdatangangan langsung disiapkan oleh senior yang dipimpin oleh Ratna sembari menunggu yang lain karena waktu istirahat tinggal 3 menit.
"Nungguin Pea sama Chrissa" jawab Icha apa adanya. Ia memang suka memanggil Vera dengan sebutan Pea. Katanya lebih enak begitu. Arinda langsung melihat jam tangan putih yang melingkar apik di tangan kirinya lalu kembali memandang Icha, "Mereka kemana?"
"Jajan"
"Jajan?!"
"Hei gengs!" baru saja Icha akan menjawab pekikan Arinda tiba-tiba suara Vera yang sedikit cempreng menggema dan langsung mendapat perhatian ketiganya.
"Nah ini orangnya. Udah puas makannya?" sindir Arinda yang langsung disahut Irfan, "Junior udah pada ngumpul semua. Senior tepat waktu dong!"
Vera dan Chrissa yang menerima semprotan sadis itu langsung serentak menilik jam tangan masing-masing. "Kita tepat waktu" elak mereka bersamaan. Dan saat itu juga bersamaan dengan suara junior yang sedang mengabsen teman mereka sendiri yang menggema di aula.
"Wes wes... junior udah pada ngumpul eh. Nggak usah pada ribut. Katanya hari ini ada rapat lagi. Ntar kesorean. Ayo deh buruan latihannya, udah jam dua kurang seperempat" Icha menyela keempatnya yang sepertinya akan melanjutkan argumentasi tentang 'jajan' itu. Keempatnya serentak memandang Icha dengan pandangan yang sekali tidak enak dilihat.