"Cha! Icha! Ichaaa!" terdengar suara lantang Ratna yang menggema di penjuru koridor kelas sebelas. Icha dan Catur yang sedang berada di dalam kelas XI IPA 5 menoleh ke arah pintu. Tak lama kemudian Ratna muncul sambil berpegangan pinggir pintu untuk mengerem dirinya terlihat ia barusaja berlari. Icha berdiri dari lantai tempatnya duduk.
"Kenapa?" tanya Icha heran. Ratna sedang mengatur nafasnya.
"Plis lo ikut survei ke Pantaran. Lo bawa motor kan?" tanyanya dengan nada terengah.
Icha memandangnya kasihan, "Iya gue bawa. Tapi gue nggak berani nyepeda sampai sana" akunya. Ratna mengangguk-anggukkan kepalanya sedikit kesusahan. "Gue ngerti. Ntar lo boncengan sama Vera"
"Sama siapa aja emang?" tanya Icha sedikit kepo.
"Gue, elo, Arinda, Izul, Vera, Irfan, Iman, Rifaldi, Agung, sama Upik" jelasnya nggak sabar. Icha mengernyitkan alisnya.
"Loh? Lha Tika, Danik sama Iis?" tanya Icha heran. Pasalnya kemarin ia tidak diajak untuk survei tempat tapi lagi-lagi diajak dengan mendadak dan sedikit pemaksaan.
"Aduhh.. lo kebanyakan nanya deh. Ayo buruan ke Mas Joko. Semuanya udah stay di sana tinggal lo doang" dan dengan tidak sabarannya ia menggeret tangan Icha untuk segera keluar dari kelas. Ia berbalik menatap Catur yang masih duduk di kursi guru yang sedang menatapnya juga.
"Cutar! Gue duluan, Pak ketua!" serunya ketika melewati pintu kelas. Catur hanya menggelengkan kepalanya heran.
"Catur juga dipanggil Cutar, hedehh.." lirihnya.
"Nah, udah ngumpul semua. Ayoo.. buruan. Udah sore banget" ajak Arinda begitu Ratna dan Icha tiba di warung Mas Joko. Icha yang masih bingung dengan kehadiran dirinya yang sangat diminta dadakan dan juga paksaan hanya berdiam diri di atas motornya.
"Jadi lo yang negboncengin gue?" pertanyaan dari Vera memecahkan konsentrasinya. Icha menoleh menatap Vera yang udah berdiri di sampingnya dengan helmet di kepalanya. Icha meringis, lalu turun dari motornya. Mempersilakan Vera menaikinya dulu baru dirinya duduk di jok penumpang. Mereka kebutan di jalan untuk menyingkat waktu. Dan di baris terakhir nampak Vera dan Icha yang tertinggal jauh. Icha berkomat-kamit dibelakang karena kengeriannya dengan cara berkendara Vera yang lebih ngeri dibanding ia menaiki roller coaster di Kyai Langgeng waktu SD. Ditambah dirinya yang kecil, ketakutannya adalah bagaimana jika nanti ia kabur terkena angin? Oke. Itu pikiran paling gila yang pernah ada.
Beberapa puluh menit kemudian mereka tiba di tempat yang dituju. Mereka meminta izin lebih dulu pada yang memegang kendali atau biasa disapa juru kunci tempat ini terlebih dahulu sebelum menetapkan ini tempatnya. Tapi sepertinya nasib buruk sedang menimpa jalan mereka dalam menentukan tempat. Karena saat itu juga ternyata sang juru kunci sedang tidak di rumah dan harus menunggu waktu sampai besok. Karena mereka sudah tidak memiliki waktu lebih lama lagi. Mereka putuskan untuk pindah cari tempat lain.
"Gimana ini? Mau kemana lagi kita?" tanya Arinda lagi-lagi dengan nada panik.
"Yaudah, satu-satunya tempat terakhir. Di Selo. Kalau di sana juga nggak bisa. Terpaksa kita ngadain LDK ini sama kaya taun kemarin. Cuma di sekolah" putus Agung yang lagi-lagi menjadi penengah masalah mereka. Semuanya mengangguk setuju dan segera menuju kendaraan mereka masing-masing. Kecuali Vera dan Icha yang mendadak bengong mendengar keputusan mendadak yang keluar dari konteks itu. Hey! Salah satu dari mereka tidak ada yang berani naik motor sampai kesana.
"Yaudah Pe. Jalan dulu, ntar minta gantian dari mereka. Gue tau lo nggak berani"
"Iya Cha. Yaudah buruan naik"
Keduanya langsung keluar dari lingkungan Pantaran dan segera menyusul teman-teman mereka yang udah terlampau jauh. Icha berteriak pada Vera untuk meningkatkan kecepatan mereka dan mereka melihat motor yang dikendarai Rifaldi berada 3 meter di depannya.