Makan malam romantis. Sebagian orang awam mungkin akan menganggap kami adalah sepasang kekasih. Pada kenyataannya kami hanyalah orang asing yang baru mengenal satu sama lain. Namun, jangan salah, aku tau gelagat lelaki di depanku ini. Ia mengajakku makan malam karena ingin mengenal lebih tentang diriku. Terbukti, selama aku bersamanya ia terus menanyakan hal-hal mengenai diriku. Aku tak akan menyangkal untuk mengakui bahwa lelaki di hadapanku memang sangat tampan. Aku wanita normal dan wajar jika aku tertarik padanya namun tidak lebih dari itu. Aku masih memiliki misi yang harus aku prioritaskan lebih dari apa pun.
Ia mengajakku untuk melakukan cheers setelah itu kami meneguk wine kami masing-masing. Sementara itu sambil meneguk wine-nya tatapan Luca tidak bisa lepas dariku, sedangkan aku tentu saja berlaga seolah tidak menyadarinya, bersikap seakan aku wanita yang polos dan lemah lembut.
"Kau tau, kota ini memang tempat yang tepat untuk mencari pekerjaan. Namun, sekarang tidak mudah mendapatkan pekerjaan yang kau inginkan."
Luca adalah lelaki yang jenius, ia berwibawa selain itu ia mampu memperlakukan orang asing dengan baik.
Aku mengangguk. "Kau benar. Tapi, bagaimanapun aku tetap harus mendapatkan pekerjaan. Aku tidak mungkin terus menumpang di rumah temanku."
Luca diam sejenak kemudian kembali menatapku. "Ada posisi kosong di perusahaanku. Mungkin kau tertarik?"
Aku menaikan satu alis. Lihat, dia menawarkan pekerjaan kepadaku sekarang. Kurasa dia memang sangat tertarik padaku. "Tapi ... kau yakin? Maksudku, kita baru mengenal satu sama lain."
Luca tersenyum tipis. "Aku percaya padamu."
Spontan aku terkekeh. "Bagaimana mungkin?"
"Aku tau kau wanita baik."
"Jadi itu kesan pertamamu padaku?"
Dia mengangguk masih tersenyum tipis. Well, kurasa kini aku mulai mengerti alur rencana Salvatore.
"Jadi, bagaimana?" tanya Luca.
Aku menggigit bagian dalam bibirku. "Tentu saja aku tertarik, tetapi aku juga perlu memikirkannya."
"Kau juga bisa tinggal di apartemenku jika kau mau, kebetulan itu tidak aku tempati." Ia lalu mengelap bibirnya dengan napkin yang sudah disediakan, setiap gerakan yang dia lakukan terlihat berkelas. Pesona Luca Huang memang tidak main-main.
Pupil mataku melebar. "Tidak, Luca. Itu sangat berlebihan," kataku agak terkejut.
Lelaki itu terkekeh pelan. "Aku hanya ingin membantumu."
Aku menyelipkan anak rambutku ke telinga. "Aku tahu, hanya saja kau tidak usah seperti ini kepadaku itu terkesan seperti aku memanfaatkanmu"
Luca hanya tersenyum tipis. Sampai kemudian suara deringan ponsel mengalihkan perhatiannya. Luca mengambil ponselnya dari saku celana. Ia melihat ponselnya cukup lama dengan tatapan yang intens, sepertinya ia sedang membaca pesan. Aku diam-diam memperhatikan setiap pergerakannya. Ketika membaca pesan itu ekspresinya perlahan berubah menjadi tegang. Aku dapat melihat lewat kerutan dahinya dan tatapan tajam matanya. Hingga kemudian ia mendesah kasar lalu memasukan ponselnya kembali ke saku celana dan menatap mataku lekat.
Aku terpana. Tatapan matanya yang tajam memaku diriku hingga membuatku tak mampu berpaling.
"Ada apa?" tanyaku.
Perlahan matanya memicing aku semakin gugup di buatnya. Ya, ada apa? Apa dia sudah tahu siapa diriku yang sebenarnya setelah membaca pesan itu? Ingat, Luca bukanlah orang bodoh ia memiliki orang-orang yang bekerja untuknya. Bisa saja bukan jika ia sudah tahu identitasku yang sebenarnya? Sial!
"Luca," lirihku memanggilnya.
Lelaki itu mendengus kemudian beranjak dari duduknya lalu menarik lenganku dengan kasar.
"Kita pergi dari sini," desisnya, dari sisi wajahnya aku bisa melihat emosi Luca terpancar, bibirnya membentuk garis lurus dengan rahang yang mengeras.
Aku terpana benar-benar bingung sekaligus was-was dengan perubahan sikapnya. Aku seketika menjadi takut. Bukan, maksudku apa lelaki ini akan membunuhku? Sialan, aku benar-benar kacau saat ini.
"Luca, apa yang terjadi?" Aku berusaha mengendalikan diriku agar tidak panik.
Ia diam, masih menarik lenganku lalu berjalan dengan cepat menuju arah jalan keluar restoran ini.
"Luca lepaskan aku. Apa yang terjadi?!" tuntutku berusaha melepaskan tanganku darinya.
Ia semakin kencang memegang tanganku. Beberapa petugas keamanan sudah bersiap mengawal Luca ketika ia membawaku memasuki lift.
Aku meringis kesakitan, cengkramannya begitu kencang dan aku benar-benar harus melepaskan diriku darinya. Ini masih terlalu dini untuk aku mati jika memang ia sudah mengetahui identitas asliku.
"Luca!" geramku ketika kami sudah berada di dalam lift yang turun menuju basement bersama beberapa pengawalnya.
Ia mengerjapkan matanya, perlahan bahunya yang tegang kembali rileks. Ia menoleh ke arahku.
"Kau harus ikut denganku," lirihnya.
Aku semakin menegang. "Tidak, aku tidak mau. Apa yang terjadi Luca?" Aku berusaha melepaskan tanganku darinya namun tiba-tiba aku merasakan lift ini bergetar dan lampu lift padam seketika.
Sebenarnya ada apa?
KAMU SEDANG MEMBACA
DANGER: Hate and Revenge
ActionKetika mengetahui rekan dalam grup mafianya tewas, Stephanie Wu menjalankan misi penyamaran untuk menghancurkan bisnis, kemudian membunuh Luca Huang. Namun, siapa sangka, jika Luca Huang memiliki kartu miliknya sendiri yang memutarbalikkan kenyataan...
Wattpad Original
Ada 4 bab gratis lagi