Wattpad Original
Ada 1 bab gratis lagi

Seven

16.6K 1.4K 15
                                    

Aku menarik handle pintu kayu yang sudah familier untukku. Ketika pintu terbuka aku melihat Salvatore di sana, duduk di balik meja kerjanya dengan cahaya remang-remang. Mengapa lelaki tua itu betah sekali di tempat yang kurang cahaya seperti ini? Meskipun ia bos mafia bukan berarti ia harus berada di ruangan sumpek seperti ini bukan?

Salvatore menaikan satu alisnya kala melihatku di ambang pintu. Aku berjalan masuk kemudian duduk di hadapannya. "Apakah kau aman?" tanya Salvatore.

Aku yang mengerti maksudnya mengangguk. "Tenang saja, aku sudah memastikan tak ada yang membuntutiku."

Lelaki itu mengangguk sekali. "Ada apa?"

"Apakah semalam kau mengirim orang untuk menerobos masuk ke rumah Luca?"

Salvatore dengan santai mengangguk. "Aku hanya ingin menyapanya."

Aku menatapnya tak percaya. "Dia pasti sudah tahu bahwa selama ini kau yang mengincarnya."

Salvatore diam sejenak kemudian mengembuskan napasnya perlahan. "Aku tidak terkejut," katanya biasa saja.

Aku mengerutkan dahi. "Apa maksudmu? Sejak kapan sebenarnya kalian memulai perang?"

Salvatore menyandarkan tubuhnya pada kursi yang ia duduki. "Sudah lama, Stephanie. Sejak anak ingusan itu mengambil wilayahku dan sekarang ia menghancurkan bisnisku, dia bahkan sedang mengumpulkan bukti tentang bisnis narkotika dan jual-beli senjata ilegal milikku," jelasnya.

Aku menggeleng pelan. "Tapi, untuk apa? Maksudku, mengapa dia mencari masalah denganmu?"

"Itu sangat rumit."

Aku menghela napas. Baiklah, masalah lain Salvatore dan Luca bukanlah urusanku. Aku mau terlibat dalam rencana Salvatore untuk menghancurkan Luca samata-mata untuk balas budiku kepada Salvatore. Hanya itu. Setelah semua berjalan sesuai rencana aku akan memulai kehidupanku yang lebih baik dengan normal kembali.

"Salvatore?"

Ia menatapku. "Apakah rencana untuk membunuhnya masih berlaku?"

Dahinya langsung mengerut dalam. "Tentu saja. Nyawa dibalas dengan nyawa. Dia telah berani membunuh keponakanku dengan cara yang kejam dan dia layak mendapat balasannya."

Aku meneguk saliva. Menghela napas lalu mengalihkan pandanganku ke arah lain. Berpikir keras. Well done, Steph. Untuk pertama dan terakhir kau akan menjadi pembunuh. Meskipun aku hidup dalam lingkungan yang keras, membunuh tidak pernah ada dalam rencana hidupku yang paling parah adalah aku hanya pernah melumpuhkan kaki seorang polisi dengan pistol milikku. Selain itu, aku hanya menyaksikan teman-temanku memukuli dan menyiksa orang lain di depan mataku.

"Lalu, bagaimana selanjutnya?" tanyaku.

"Kau hanya perlu mendekati Luca. Setelah itu masuklah ke rumahnya. Boris pernah mengatakan padaku bahwa Luca menyimpan seluruh fail pentingnya di sebuah ruangan rahasia di rumahnya. Mudah, bukan?"

Aku tertegun. Masuk ke rumahnya? Haha yang benar saja!

"Bagaimana caraku masuk ke rumahnya? Rumah lelaki itu sangat besar dan ia memiliki pengawal di mana-mana."

"Tinggallah di rumahnya."

Aku langsung tersentak menatap lelaki tua di depanku horor. "Yang benar saja?!" pekikku.

Salvatore terkekeh pelan. "Tenanglah, Stephanie ...."

"Bagaimana jika dengan tinggal di rumahnya ia malah mengetahui rencanaku?"

Salvatore kembali menatapku serius. "Dia tertarik padamu dan mempercayai dirimu. Aku tahu itu dan tugasmu adalah ambil sesuatu yang aku perintahkan setelah itu aku akan mengirimmu pergi jauh dari sini. Selebihnya serahkan padaku. Lelaki itu akan mati di tanganku."

Aku menggigit bibir bagian dalamku selagi memikirkan perkataan Salvatore. Jadi maksudnya bukan aku yang akan membunuh Luca? Baiklah ini terlihat lebih mudah. Mendekatinya, tinggal di rumahnya, kemudian mengambil sesuatu yang Salvatore perintahkan dan pergi jauh dari sini. That's it.

***

Aku mengambil pesananku di restoran cepat saji. Seorang lelaki tampan yang berumur dua tahun lebih muda dariku sudah menunggu di meja restoran. Aku meletakan nampan di meja kemudian aku duduk mengambil burgerku dan membuka bungkusnya.

"Jadi, Salvatore menugaskanmu untuk melakukan itu?"

Aku mengangguk lalu menggigit burgerku. Lelaki itu mengembuskan napas keras.

"Mengapa tidak aku saja? Kau tau, dia berbahaya, Steph."

Aku mengangguk lagi sambil mengunyah burger. "Aku tahu, Mat."

Matteo mengambil burgernya kemudian melahapnya dengan kesal. "Kau tidak tau apa yang sudah lelaki itu lakukan," katanya sambil mengunyah.

Aku terkekeh mendengarnya lalu meneguk cola-ku. "Aku tahu. Lelaki itu telah membunuh Boris, bukan?"

Matteo menelan kunyahannya dengan cepat kemudian menatapku lekat. "Lebih dari itu. Lelaki itu menyiksa Boris dengan kejam kemudian ia mengirimkan rekamannya kepada kami."

Aku langsung terdiam, kembali meneguk colaku kemudian mengangguk. "Aku pasti akan berhati-hati."

Matteo menggeleng. "Tidak, aku akan membantumu."

Dahiku mengerut. "Matteo, jangan. Kau akan mempersulitku, Salvatore hanya menugaskanku untuk mendekati lelaki itu kemudian mengambil buktinya. Setelah itu selesai. Aku akan pergi jauh dan Luca mati di tangan Salvatore," jelasku.

Matteo menghela napasnya. "Tetap saja. Aku tak bisa membiarkanmu, Steph. Kau masuk ke kandang harimau, kau tahu?"

Aku mengangguk. "I know." Kemudian ponselku berdering. Aku meletakan burgerku. Merogoh saku jaketku untuk mengambil ponsel. Lalu aku melihat nama Luca muncul memanggilku. Aku meneguk saliva kemudian melirik Matteo yang sedang menatapku lekat. Aku menghela napas lalu me-redial panggilan itu.

"Luca?" sapaku dan sontak Matteo langsung menatapku tajam.

"Bagaimana kabarmu, Sophie?" Saat di ponsel suaranya terdengar begitu dalam dan ... seksi.

"Em ... aku baik. Kau?"

"Ya, aku juga. Kau sedang berada di mana?"

Aku mengedipkan mata membasahi bibirku. "Aku sedang makan di luar."

"Aku akan ke sana."

Aku terbelalak. "Tapi—" dan panggilan pun terputus.

Aku langsung melihat ponselku kemudian mendesah keras. Matteo menatapku seakan bertanya, what happened, Steph?

"Luca akan ke sini," kataku gusar.

Matteo hanya berdecak kesal lalu menghabiskan burgernya dengan cepat. Ia beranjak berdiri, menghabiskan colanya kemudian menatapku yang masih duduk. "Segera kabari aku jika terjadi sesuatu," katanya seraya memakai jaket denimnya lalu pergi meninggalkanku sendiri. Menunggu Luca.

DANGER: Hate and RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang