Wattpad Original
Ini bab cerita gratis terakhir

Eight

17.3K 1.6K 23
                                    

Dia datang.

Luca berjalan menghampiri mejaku dengan pandangan lurus tertuju padaku, dari luar orang-orang mungkin melihatnya sebagai sosok yang dingin dan tidak berperasaan, aku pun merasakan hal demikian. Aku belum sepenuhnya mengenal sosok Luca Huang, dia terlihat sulit ditebak dan tidak bisa dimengerti, seolah tak ada yang bisa mengetahui apa isi kepala lelaki itu, ia seperti memiliki dinding pembatas yang tinggi dan kokoh sehingga sulit untuk ditembus begitu saja. Setidaknya untuk sejauh ini.

Aku sudah bilang bukan bahwa ia memiliki pesona yang luar biasa, tinggi badannya bak seorang model ditambah wajah tampannya yang maskulin membuat beberapa orang di sini memperhatikannya dengan penasaran sekaligus terpesona, seolah Luca adalah eksistensi yang baru saja keluar dari film. Tentu saja, ia datang ke sini dengan setelan formalnya. Sangat kontras dengan restoran cepat saji ini, penampilan seperti itu lebih cocok untuk datang ke restoran bintang lima.

Aku berdiri menyambutnya. Tersenyum tipis begitu pun dengannya. Ia kemudian duduk di depanku lalu aku menyusulnya. "Mereka memperhatikanmu," kataku sambil melirik sekitar.

Ia menyeringai geli. "I don't care," katanya tak acuh tapi terlihat keren.

"Apa kau ingin memesan sesuatu?" tawarku.

Ia menggeleng. "Aku sudah makan."

Kedua alisku naik. "Kupikir kau ingin makan siang."

Ia menatapku lekat. "Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat."

Dahiku mengerut. "Suatu tempat?" ulangku.

Ia mengangguk. "Ayo," katanya sambil mengulurkan tangan.

Aku mengerjapkan mata. "Tunggu. Kau akan mengajakku ke mana?"

"Kau akan tahu nanti."

Aku diam. Aku bingung harus mengiyakan ajakannya atau menolaknya. Aku tidak tahu ke mana Luca akan membawaku. Bagaimana jika lelaki ini akan menyekapku kemudian menyiksaku karena ia ternyata sudah mengetahui identitasku?

"Sophie?"

Shit!

Aku mengerjapkan mata lalu menyambut uluran tangannya. "Kau selalu membuatku penasaran," lirihku.

Ia terkekeh lalu menggenggam tanganku dan berjalan keluar dari restoran ini.

***

Tebak, ke mana dia membawaku?

Ya. Bahkan orang gila pun tidak akan mengiranya. Luca membawaku ke pemakaman. Aku meliriknya horor ketika mobil lelaki ini membawaku memasuki komplek pemakaman. Jantungku berdetak lebih cepat. Sementara ia dengan santainya yang duduk di kursi penumpang bersamaku sedang memainkan ponselnya.

Aku mengedarkan pandangan gusar. Apa maksud Luca membawaku ke pemakaman? Apakah dia sudah menyiapkan liang lahat untuk mengubur diriku hidup-hidup? Sialan! Pikiranmu terlalu jauh Steph!

"Luca, apa yang akan kita lakukan di sini?" tanyaku berusaha menutupi kegusaranku.

Luca menoleh sambil memasukan ponselnya ke saku jas. Perlahan ia melengkungkan senyum tipis dan itu justru membuatku semakin ngeri. Aku menatapnya dengan tatapan menuntut. Ia kemudian mengulurkan tangannya menyentuh tanganku yang berada di atas lutut. Ia mengelus tanganku lembut. Sialan ia malah bermain-main denganku.

"Luca ...," desahku putus asa.

"Akan kuberitahu nanti."

Ya! Akan kuberi tahu nanti setelah kau masuk ke liang lahat.

Oh Tuhan ... pikiranku makin tak karuan.

Aku dan Luca berjalan melewati banyak pemakaman. Empat pengawalnya berjalan di belakang kami. Luca menggenggam tanganku sementara aku gusar memikirkan apa yang akan kami lakukan di sini dan sepertinya Luca menyadari kegusaranku. Ia melirikku seraya memberikan senyum yang meneduhkan. Aku dengan canggung membalasnya singkat membuat Luca semakin erat menggenggam tanganku.

Hingga langkah kami terhenti tepat di depan pemakaman yang berjejer tiga. Ketiga makam itu berjejer berdekatan. Ia lalu berjongkok di samping makam tersebut, aku mengerut bingung hingga kemudian ia menyuruhku dengan tatapannya untuk ikut berjongkok di sampingnya, dengan gugup aku pun menurutinya.

Kami masih belum membuka pembicaraan. Luca menoleh ke pengawalnya lalu pengawalnya memberikan tiga buket bunga yang baru aku sadari. Luca meletakan masing-masing bucket di tiga makam tersebut.

"Luca, ini makam siapa?" bisikku.

Luca melirikku lalu mengelus bahuku. Aku mendengus dan memilih menatap ketiga makam tersebut.

In the loving memory of

'Sebastian Wu'

1970-2017

In the loving memory of

'Diana Wu'

1973-2017

In the loving memory of

'Olivia Wu'

1994-2017

Aku membaca masing-masing tulisan pada ketiga nisan tersebut tetapi aku masih tak mengerti. Apakah ini ada hubungannya dengan Luca?

"Mereka adalah keluargamu. Sophie Wu."

Aku langsung meliriknya cepat "Apa?"

Luca merapatkan bibirnya kemudian dia menggenggam tanganku erat. Ia menatap ketiga makam itu satu persatu.

"Diana dan Sebastian adalah orang tuamu."

Aku menyipitkan mata menatapnya lekat. "Kau bercanda?" kataku berusaha menarik tanganku dari genggamannya.

Luca semakin menggenggam erat. "Dan Olivia adalah ...." Ia melirikku. "Kembaranmu."

Pupil mataku sontak melebar. Aku menarik kuat tanganku dari genggamannya hingga terlepas.

"Kau pasti bercanda!" Aku menggeleng kuat beranjak berdiri menatap Luca tak percaya.

Luca mendongak lalu lelaki itu beranjak berdiri. "Sophie aku tidak bercanda. Mereka keluargamu."

Aku mendengus keras masih menggeleng kuat kemudian berjalan mundur. "Jangan asal bicara! Tau dari mana kau jika mereka adalah keluargaku?! Dan lagi kau hanyalah orang asing, sialan!" Aku marah dan Sophie yang lemah lembut hilang sudah.

icon lock

Tunjukkan dukunganmu kepada Def, dan lanjutkan membaca cerita ini

oleh Def
@Defanny18
Ketika mengetahui rekan dalam grup mafianya tewas, Stephanie Wu menja...
Beli bab baru cerita atau seluruh cerita. Yang mana pun itu, Koinmu untuk cerita yang kamu sukai dapat mendukung penulis secara finansial.

Cerita ini memiliki 33 bab yang tersisa

Lihat bagaimana Koin mendukung penulis favoritmu seperti @Defanny18.
DANGER: Hate and RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang