[1] Bertemu Kembali

117 10 5
                                    

Jam di arloji milik Langit telah menunjukkan pukul setengah sebelas pagi. Kemarin Ressa berjanji akan menemuinya di Kafe Senja pukul setengah sepuluh pagi, namun hingga saat ini Ressa tak kunjung datang.

"Udah jam segini Ressa belum dateng juga. Katanya kemarin mau bawa Dea, mana buktinya?Gue kan jam setengah sepuluh ada kelas, nunggu si Ressa dateng, bisa telat gue." Ucap Langit kesal.

Dengan sisa waktu yang bisa dikatakan cukup sedikit, Langit masih setia menunggu kehadiran Ressa dan Dea. Namun nihil. Mereka tak kunjung datang, hingga akhirnya Langit memutuskan untuk meninggalkan kafe tersebut, karena sisa waktu lima menit lagi kelas akan dimulai. Untung saja jarak dari Kafe Senja menuju ke kampus hanya beberapa meter saja, kalau tidak mungkin Langit akan terlambat memasuki kelasnya.

"Woi Lang, Lo kenapa murung gitu sih? Datang ke kelas ngga kaya biasanya. Lo lagi ada masalah?" Tanya Ahmad pada langit.

"Ntar aja gue ceritain, tu lihat dari jendela, dosennya udah mau dateng." Ucap Langit sedatar mungkin.

Kalau saja mata kuliah hari ini bukan mata kuliah yang sangat penting bagi Langit, pasti ia sudah absen dari kelasnya untuk menemui Dea, namun hari ini memang bukan keberuntungannya.

"Ah, ngapain gue kesel ya? Kan kata Ressa, Dea kampusnya di sini juga, jadi ngapain gue nyesel tadi ga ketemu di kafe, kan nanti janjian lagi bisa." Langit berbicara dalam hati sembari mengacak-acak rambutnya kesal.

"De, lu kenapa sih ngga mau nemuin Langit? Emang dia punya salah sama lo? Katanya lo kangen, tapi malah gak mau nemuin. Ayolah, come on!" Bujuk Ressa dengan penuh rasa kecewa pada Dea.

"Berhenti bujuk gue Res!" Jawab Dea sedikit emosi. "Gue males ke kampus, hari ini gue gak ada kelas, buat apa gue ke kampus?"

"Why De?Why? Ayolah De! Langit itu udah kangen banget sama lo. Lo gak kangen apa sama dia? Udah tujuh tahun lho kalian ngga ketemu." Bujuk Ressa masih dengan kekecewaannya.

Dea hanya menghiraukan bujukan Ressa, dan menenggelamkan dirinya ke dalam hangatnya selimut.
Entah mengapa, ego Dea ingin sekali melupakan Langit, tetapi hatinya itu bertentangan, ia rindu pada Langit. Tapi, Dea tetap memilih untuk mengikuti egonya. Melupakan Langit.Ya.Melupakan.

Sulit mungkin baginya, apalagi setelah Ressa mengatakan bahwa Langit satu kampus dengannya. Lima tahun tidak bertemu saja sulit melupakan, apalagi sekarang mereka akan sering bertemu. Tentunya Ressa yang akan selalu membuat mereka bertemu.

"Ayolah De, lo bikin gue kesel sumpah. Ini udah jam setengah sebelas, gue janjian sama Langit jam sepuluh, nanti dia kelamaan nunggu terus dia pergi deh." Ressa masih berusaha keras membujuk Dea.

"Yaudah lo aja sana yang nemuin Langit, kan elo yang janjian sama dia, bukan gue. Kenapa gue harus repot? Gue tetap gak akan ke kampus." Dea masih teguh dengan pendiriannya.

"Oke fine, gue nyerah bujuk lo." Ressa mengangkat kedua tangannya sebagai tanda menyerah. "Kalau memang lo gak mau yaudah, gue ke kampus sendiri aja. Bye."

Ressa meninggalkan rumah Dea dengan penuh rasa kecewa dan kesal. Usahanya untuk mempertemukan kembali Dea dengan Langit hari ini gagal. Namun dia tetap tidak menyerah untuk membujuk Dea sampai hatinya luluh.

☀☀

Ressa telah tiba di Kafe Senja, namun ia sama sekali tidak melihat keberadaan Langit. Ressa pun akhirnya mengirim pesan chat pada Langit.

_Ressa
Lang, lo dimana?
Gue udah di kafe nih.

Langit
Telat lo Res,gue udah di kelas.
Lima belas menit lagi kelar kok. Lo tunggu dulu di situ, ntar gue susulin lo.

Langit HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang