Ketika embun jatuh membasahi tanah, udara terasa masih wangi dan segar. Sebuah kisah di hari baru telah dimulai. Angin berhembus pelan menggerakkan dedaunan. Begitu pula sang mentari yang malu-malu menampakkan batang hidungnya. Bunga-bunga telah bangun dari tidurnya. Menebarkan aroma harum semerbak sambil menari melambai seakan mengajak berdansa bersama. Orang-orang terlihat begitu ceria ketika akan memulai aktivitasnya.
"Kak.. kakak.. sarapannya sudah siap."
Kupalingkan wajahku dari jendela dan berbalik menuju meja makan. Orang yang barusan memanggilku adalah adik perempuanku, Via.
Setiap paginya aku selalu sarapan bersama Via. Entah kenapa setiap pagi dia selalu terlihat imut, mungkin karena matanya yang biru dan pita berbentuk kucing yang ada dirambut pendeknya itu, dia jadi terlihat seperti anak kecil yang imut. Tapi bukan berarti ini akan menjadi kisah komedi romantis antara kakak beradik seperti di novel-novel ringan kebanyakan.
Sambil mengamatinya dari depan selagi aku meneguk kopi hitam yang amat nikmat ini, dia terlihat bertingkah aneh. Kedua tangannya itu memegang garpu seperti sedang memegang sebuah tongkat bisbol, dan dia menunjuk satu per satu makanan yang ada di meja.
"Eni.. Meni.. Mo.. jika..."
Selagi dia bertingkah aneh seperti itu, aku memakan sosis yang ada di meja.
"Hey, kak. Itu sosisku tahu!!"
Dia langsung marah padaku. Terlebih lagi, kenapa dia mengarahkan ujung garpu kepadaku? Apa dia mau membunuh kakaknya ini hanya gara-gara sebuah sosis?
"Lagian kamu ngapain sih? Kasihan sosisnya, nanti dingin jadi kakak makan saja." Jawabku.
"Itu loh, aku sedang mencoba menjadi Negan."
Oh, aku tahu siapa Negan. Dia salah satu tokoh di serial zombie The Walking Dead yang sedang populer itu, aku pun juga mengikuti serial itu. Tapi, bukankah serial itu punya rating yang belum pantas dilihat oleh anak smp seperti adik imutku ini?
"Bukankah anak seusiamu itu belum pantas melihat film seperti itu?"
"Ah bukannya kakak juga. Lagian kebanyakan orang kalau menonton film tidak memperhatikan rating."
Mendengar perkataanku tadi, dia langsung memalingkan wajah dan mengembangkan pipinya. Entah kenapa dia semakin terlihat imut saja.
Kalau dipikir-pikir benar juga ucapannya tadi, aku juga tidak pernah memperhatikan rating sewaktu menonton film. Yah, intinya kalau alur cerita bagus dan penuh aksi, ya aku tonton saja.
"Oh iya, kakak mengalihkan topik pembicaraan ya!?"
Dia langsung memandang ke arahku sambil menepuk meja dengan ekspresi yang sama seperti tadi. Lagi-lagi dia terlihat semakin imut saja, huh.
"Enggak kok." Aku meneguk kopi sambil berekspresi datar.
"Ah kakak jangan bohong, pokoknya kakak harus ganti sosis yang tadi kakak makan."
"Iya deh." Huuuuwaaahh, sepertinya aku punya firasat buruk.
"Pokoknya sepulang sekolah nanti, kakak langsung ke minimarket beli sosis dan majalah remaja."
Nah benar kan firasatku.
"Hei, bukankah aku tadi tidak memakan majalah remajamu itu?"
"Itukan sebagai kompensasi karena kakak memakan sosisku."
Memang sebagus apa sih artikel yang terdapat pada majalah remaja? Paling cuma gambar orang memakai baju dan juga beberapa tips menjalani kehidupan remaja yang penuh akan kebohongan. Andai saja aku disuruh memilih memakan jengkol satu porsi atau membaca majalah remaja selama lima menit, aku pasti akan memilih memakan jengkol, serius. Di zaman sekarang, majalah remaja memang lagi populer di kalangan usia muda terutama di kalangan smp misalnya. Kalau tidak membacanya bisa-bisa kita ditertawakan karena ketinggalan zaman atau bisa dikatakan tidak kekinian, jadi wajar saja kalau adikku ini membaca majalah remaja. Ya ampun, aku tak ingin mendengar tentang majalah remaja lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Masa Remajaku yang Pahit-Pahit Manis
Fiksi RemajaIvan Gascoigne, merupakan remaja penyendiri dan tidak mempunyai satu teman pun. Hingga akhirnya, seorang dewi bernama Hestia menemuinya dan memberi sebuah perintah, agar dia mencari teman sebelum lulus dari sekolah.