Chapter 5 : Alvin itu Pintar

34 7 7
                                    

You used to call meon my cell phone

Nada dering ponsel Ariel terus mengalun hingga-

"HAH? UDAH JAM SEGINI! KENAPA GUE NGGAK DENGER ALARM?!" teriak Ariel pada dirinya sendiri setelah melihat ponselnya menunjukan pukul 06.45.

Kesiangan. Pasti karena semalam dia tidur terlalu larut. Ariel tidak bisa tidur setelah membaca pesan Tania semalam. Dia berpikir, apakah Bianca hanya pura-pura tidak tahu soal itu?

Nanti aja deh telpon balik. TUJUAN UTAMA: KAMAR MANDI! Ariel menatap nanar ponselnya yang masih berbunyi.

Ariel mandi secepat kilat, berpakaian secepat kedipan mata. Nggak juga, sih. Emangnya dia penyihir?

Mama mana, sih? Biasanya dia bangunin gue, batin Ariel.

"Apaan, nih?" Ariel mencopot sticknote yang tertempel di kulkas.

"Mama pergi, ya. Ada urusan dinas di luar kotaah Mama," dengus Ariel.

Ariel melihat roti selai nanas dan segelas susu cokelat diatas meja dengan penuh nafsu.

Ah, laper. Nggak sempet. Nanti gue telat. Kalo gue telat bisa-bisa beasiswa gue dicabut.

Kakinya sudah cukup pulih untuk mengendarai skateboard, berkat urutan ibunya setelah dia pulang dari rumah sakit.

Tanpa lupa menggendong tasnya, Ariel menyusuri jalan menuju sekolah.

Tanpa lupa menggendong tasnya, Ariel menyusuri jalan menuju sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ariel sampai di sekolah pukul tujuh lewat lima menit. Lima menit yang berharga.

Sekarang disinilah dia berdiri, didepan guru piket, bersama Alvin. Alvin. Ah, jantungnya tidak bisa berdegup normal. Tidak mungkin kan Ariel suka padanya?

Nggak. Nggak boleh suka. Play it cool, Riri.

"Kalian berdua tunggu sini. Ibu mau ambil sesuatu," ucap guru piket itu. Widya Arningsih. Ariel membaca badge nama yang tertempel di kemeja guru itu.

Tunggu, Ariel ingat. Guru inilah yang membubarkan geng sok iye yang membulinya kemarin.

"Hai." sapa Alvin. Tidak ada cengiran diwajahnya. Tumben.

"Hai, Vin. Lagi galau lo?" balas Ariel.

"Lo tahu nama gue?" tanya Alvin.

Aneh, batin Ariel.

Dia hanya berdecak kesal. Mungkin Alvin sedang mencoba mempermainkannya.

"Kaki lo udah baikan?" Akhirnya Alvin mengeluarkan pertanyaan normal.

"Lumayan." jawab Ariel.

Hanya itu percakapan yang berlangsung sampai guru piket kembali membawa sebuah buku dan pulpen.

Motley (1) : Le GagnantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang