2. Mata Itu..

91 8 0
                                    

Kringg kringg kringg

Akhirnya! Semua murid kelas 11-4 merasa senang sekali rasa nya saat mendengar suara bel istirahat yang berbunyi dari segala penjuru arah. Pelajaran fisika yang tadi diajarkan oleh bu Clara benar-benar sedikit membosankan karena guru itu kebanyakan marah-marah.

Berbeda dengan semua murid, Agam sendiri pun hanya duduk dikursi nya dengan mulut yang sedari tadi diam dan pandangan nya yang terlihat sangat kosong saat ini.

"Kantin yuk Lin," ajak Kania seraya bangkit dari duduk nya.

"Iya," sahut Olina.

Kemudian kedua nya pun berjalan keluar dari dari kelas menuju kantin yang berada dilantai 1.

"Gam, woy!" Sentak teman yang duduk disamping Agam seraya menepuk bahu nya dengan kencang.

Agam terperanjat dan langsung menatap jengkel sahabat nya itu. "Apaansih Fik?!" Tanya nya.

"Lo udah kayak mayat hidup tahu nggak sih?! Dari tadi cuma diam aja lo. Untuk bu Clara nggak lihat lo tadi. Lo lagi kenapa sih? Ada masalah?" Tanya Rafik.

Agam menggelengkan kepala nya pelan. "Nggak."

Rafik menghembuskan nafas nya kasar. "Kebiasaan lo ternyata nggak berubah ya, tetap aja nggak pernah mau cerita kalo punya masalah."

"Udah ayolah ke kantin aja. Gue laper," ucap Agam seraya bangkit dari duduk nya.

Namun saat pandangan nya menatap ke samping-tepat ke tempat yang Kania dan Olina duduki-ada sebuah ponsel yang tergeletak dimeja Kania. Dengan pelan, Agam pun mengambil nya dan menyalakan nya.

Dan ternyata dugaan nya benar, ponsel itu milik Kania. Karena saat ponsel itu menyala tadi, nama Kania Muthia pun terpampang jelas di lookscreen yang bergambar Frozen.

'Dasar cewek!' Batin nya tertawa.

"Hp siapa lo? Asal bawa aja, kalo nanti disangka maling aja baru tau rasa," celetuk Rafik.

"Punya Kania ini, kayak nya sih ketinggalan. Yauda gue bawa aja, siapa tau nanti ketemu dikantin. Dari pada ditinggal disini, takut nya kan ada yang ngambil."

"Yaudalah yah, ora urus!"

Setelah memasukan ponsel Kania kedalam salah saku saku celana bahan nya, Agam dan Rafik pun langsung bergegas menuju kantin.

Lagi, lagi, dan lagi. Mereka kembali menjadi pusat perhatian seluruh orang yang berada disepanjang koridor. Agam yang memang ramah dan baik hati pun hanya menjawab nya dengan tersenyum saat salah seorang menyapa nya.

Berbeda dengan Rafik yang hanya memandang malas semua orang yang tergila-gila dengan sahabat nya itu.

"Ternyata kegantengan yang berlebihan itu juga nggak bagus yah," celetuk Rafik asal yang membuat Agam menoleh ke arah nya.

"Lah, kenapa emang nya?"

"Karena bikin kita capek. Dari tadi gue yang ngeliat lo ditegur sono-sini aja capek, apalagi elo yang ngejawab yah? Untung aja muka gue standar," celoteh Rafik yang hanya dianggap angin berlalu saja oleh Agam.

Love In HatredTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang