6. Panggilan

68 5 0
                                    

"Ayolah Rina, harus berapa lama lagi aku menunggu, huh?" Tanya Rian dengan kesal.

Dengan tergesa-gesa, Rina berjalan memasuki mobil dan menatap Rian dengan penuh sesal.

"Maaf sudah membuat mu lama menunggu. Aku tadi lupa membawa berkas-berkas penting, jadi aku kembali ke kamar untuk mengambil nya," jelas nya.

Rian menghela nafas nya kasar. Kemudian menyalakan mesin mobil nya, dan menjalankan nya menuju SMA Boelux Sartorius milik nya untuk mencari tahu tentang anak sahabat nya itu, Olina.

"Kalau benar dia adalah Olina yang kita maksud, apa boleh jika mengajak nya untuk tinggal dirumah bersama kita?" Tanya Rina dengan pelan sambil menatap jalanan yang sedang dilalui nya.

Rian lantas menoleh ke arah nya dengan serius. "Tentu saja Rin! Apa kau pikir, Agam tidak akan membenciku jika aku menolak akan hal itu?" Rian terkekeh pelan.

Kemudian menghentikan mobil nya tepat didepan tempat parkir SMA Boelux Sartorius yang sangat besar itu.

Rina hanya mengangguk menanggapi ucapan suami nya itu. Lalu turun dari mobil bersama Rian yang berada disamping nya. Kemudian berjalan bersama memasuki sekolah.

"Lebih baik kita ke ruangan khusus saja. Baru nanti kita panggil wali kelas Agam," saran Rian yang diangguki oleh Rina.

'Semoga dengan pencarian kita ini, semua nya akan kembali lagi seperti dulu,' batin Rina penuh harap.

                                🍁🍁🍁

"Perkenalkan, nama saya Aulia. Kalian bisa memanggil saya Bu Lia. Saya yang nanti nya akan menjadi wali kelas kalian selama satu tahun ke depan. Dan saya harap, kalian bisa berteman dengan baik satu sama lain," Bu Lia selaku wali kelas 11-4 pun langsung tersenyum manis saat sudah selesai memperkenalkan nama nya.

"Baik bu!!" Koor semua murid.

"Karena sekarang ini saya ada panggilan dari pihak pemilik sekolah yang sangat diharuskan, jadi, saya minta maaf tidak bisa mengajar kalian dulu saat ini. Buka halaman 25, lalu kalian kerjakan latihan yang tertera di buku. Tolong jangan berisik dan membuat kelas gadus selagi saya tidak saya. Baik, sekian dari saya, permisi," ucap Bu Lia sambil tersenyum seraya berjalan pergi keluar dari kelas.

"Enak banget gila hari ini!! Baru hari kedua masuk, tapi udah nggak ada guru aja," ucap Rafik yang duduk disamping Agam sambil menyandarkan kepala nya dibelakang kursi.

"Enak-enak apaan! Orang ada tugas gini," sahut Agam. Kemudian tangan kanan nya mengambil ponsel dari saku celana nya.

Mengalihkan pandangan nya ke arah Kania yang duduk disamping kiri nya. Kemudian memanggil nya dengan bisikan.

"Sut," Kania yang memang sedang melamun, lantas langsung tersadar dan menatap ke arah Agam dengan kaget.

"Apaan sih?!" Tanya Kania.

Agam mengulurkan tangan nya yang sedang memegang ponsel nya. "Bagi nomor Olina dong, sekalian deh, nomor lo juga boleh," bisik nya pelan karena takut Olina akan dengar. Kalau Olina nanti dengar, bisa gagal rencana nya untuk mendapatkan nomor ponsel gadis itu.

"Tapi jangan bilang sama Olina nya," ucap nya lagi.

Sesaat, Kania menoleh ke arah samping nya, dan menampakan Olina yang terlihat begitu fokus dengan ponsel nya tanpa memperdulikan keadaan sekitar. Kemudian kembali menatap ke arah Agam yang masih menatap nya.

"Tapi gue takut Olina marah bego," cicit Kania.

Agam tersenyum tipis. "Udah nggak usah takut. Bilang sama gue kalo dia marah sama lo nanti. Buru, simpen nomor lo sama nomor Olina," desak Agam lagi.

Love In HatredTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang