Chapter 2: Bayang

1.6K 156 35
                                    

WARNING!!!

IF YOU DON'T LIKE BOYS LOVE/SHOUNEN AI/YAOI, PLEASE JUST IGNORE IT.

OFFGUN/OFF JUMPOL ADULKITTIPORN-GUN ATTHAPHAN POONSAWAT

PERAYA/SINGTO PRACHAYA RUANGROJ-KRIST PERAWAT SANGPOTIRAT

ROMANCE, FANTASY, M, AU, OOC

ALL CAST BELONGS TO GOD AND THEMSELVES

~Nappeun Bamie~

Cerita ini terinspirasi dari manga dan anime Sex Pistol, jadi bila ada kesamaan konsep atau pun ide cerita harap maklum.. hehehe ^^)V Hope you enjoyed..

Chapter 2: Bayang

.

Langkah kecilnya terus melaju, terus dipercepat menuju tempat tujuannya. Bergegas menghampiri sosok lain yang sedang menantinya dengan penuh gelisah. Dengan penuh sesal ia pun berlari menghampiri sosok itu.

"Sorry na, sudah membuatmu menunggu lama Krist." Ujar Gun setibanya dihadapan Krist. Wajahnya nampak letih karena berlari dan nampak penuh penyesalan, karena merasa bersalah telah membuat Krist menunggu lama.

"Eh.. mai pen rai Pi. Ayo kita ke mobil hari sudah mulai larut." Ajak Krist bergegas. Tak ingin terlalu larut sampai di rumah. Mereka pun bergegas menuju parkiran. Sedangkan Gun pun hanya bisa menurut mengikuti Krist. Namun ada sesuatu yang menarik perhatiannya.

"Hmm.. Sepertinya ada yang berbeda denganmu Krist." Tilik Gun memperhatikan penampilan Krist yang terduduk di kursi kemudi.

"Beda apanya pi?" Tanya Krist bingung, karena memang ia merasa tak ada yang aneh dengan dirinya.

"Hmm.. sepertinya topi dan jaket itu tidak asing di mataku." Ujar Gun masih memperhatikan Krist.

"Eh? Ahh.. te.. tentu saja kau tidak asing pi. Inikan punyaku, kau pasti sering melihatnya." Jawab Krist sedikit tergagap karena Gun menyadari sesuatu hal berbeda dari yang iya kenakan.

"Tapi sepertinya bukan kau yang memakainya. Tapi siapa yaah?" Gumam Gun, mengingat-ingat siapa sesungguhnya pemilik topi dan jaket tersebut.

"Oii.. Sudahlah pi, tak usah membahas itu. Lebih baik kita pulang saja." Putus Krist, tak ingin membahasnya lebih lanjut, karena membahasnya hanya membuatnya mengingat kejadian memalukan yang ia alami tadi.

"Baiklah."

Melihat tak ada tanggapan lebih lanjut dari Gun, Krist pun mulai menyalakan mobilnya dan melaju meninggalkan daerah kampusnya. Sebelum senior mungilnya menyadari wajahnya yang sudah bersemu karena pembahasan tersebut.

Setelah sepuluh menit perjalanan, akhirnya mereka pun sampai di depan sebuah condominium yang cukup besar. Sepasang condominium yang saling berhadapan dengan dua belas lantai, menjadi tempat tinggal Gun selama tiga tahun ini.

"Kau yakin tak ingin ikut ke rumah, pi?" Ajak Krist kepada Gun untuk menginap di rumahnya selama weekend.

"Mai. Kau kan sudah tau kalau aku ada kerja parttime. Lain kali na." Tolak Gun dengan lembut dan sedikit penyesalan terpantri di wajahnya. Karena bukannya tak ingin, hanya saja dia belum bisa.

"Ehh.. Aku tunggu waktu itu. Fan dee na kub, pi." Balas Krist dengan senyum di wajahnya. Tak ingin memaksakan senior yang sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri. Oleh karena itu ia harus memahami kondisi kakaknya saat ini.

"Fan dee na. Hati-hati di jalan dan salam untuk kedua orang tuamu."

"Dai. Pai pi." Salam Krist. Ia pun meninggalkan kawasan tersebut. Melajukan mobilnya dengan hati-hati, karena malam telah larut.

Sense and TensionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang