Seneng sekaligus sedih. Seneng karena yang baca tambah banyak, sedih karena yang ninggali jejak nggak seberapa. Tapi nggak pa pa, mesti tetap semangat.
Makasih ya buat teman-teman yang setia mampir ke lapakku.
Makasih, makasih, makasihhhh juga buat yang setia ninggali jejak. Kalian itu bener2 penyemangat buat aku terusin cerita nggak jelas ini. 😊😊😊
Nah, bab kali ini aku buatnya kepanjangan. Jadi aku bagi dua ya....
Biar nambahi view-nya gitu loh..😁Kalau sempat aku upload keduanya malam ini, kl nggak bisa, setengahnya nyambung besok atau lusa....
Oke, selamat membaca temans....
________________💟💟💟_______________
Aran sedang fokus memeriksa pembukuan salah satu minimarketnya. Minimarket yang dia rintis dari nol. Dulu sekali, papanya memberi uang dua ratus juta untuk masing-masing anaknya. Dia yang masih kuliah memilih menggunakannya untuk modal usaha membuka minimarket. Sedangkan Renata yang baru kelas dua SMU, memilih menggunakannya untuk membeli mobil.
Ternyata dia tidak salah pilih, usahanya berkembang pesat karena dia pintar mengatur manajemen dan membuat promo. Dia juga menyediakan tempat untuk anak-anak muda nongkrong di depan minimarketnya. Mereka yang kelaparan bisa membeli mie instan dalam bentuk cup dan menyeduhnya dengan air panas gratis. Ditambah dengan wifi gratis, membuat minimarketnya jadi serbuan anak-anak kampus di sekitar minimarketnya.
Sekarang dia mempunyai tiga buah minimarket yang memberinya keuntungan lumayan setiap bulan. Dua minimarketnya ditangani sepupunya, sedangkan yang satu ditangani sahabatnya, Dirga.
Mereka orang-orang yang sangat dipercaya Aran. Seminggu sekali, Aran rutin mengunjungi minimarketnya. Sedangkan mereka memberi laporan untuk diperiksa Aran sebulan sekali.
“Kak, ayo makan,” terdengar suara Dira yang membuatnya menoleh. Dilihatnya istrinya yang memakai celana pendek itu sedang berjalan menuju arahnya. Kali ini lumayan, celana itu menutupi hingga mendekati lututnya, jika “gilanya” sedang kumat, istrinya bisa memakai celana yang sangat pendek, membuatnya hanya bisa menyumpah dalam hati.
“Sudah siap makanannya?” tanya Aran sambil merapikan laporan keuangannya.
“Sudah. Lagi ngapain sih? Kerjaan tuh coba jangan dibawa pulang.” Dira berdiri di hadapan Aran.
“Tumben kamu perhatian, biasanya juga cuek. Ayo.” Aran berdiri dan berjalan keluar kamar. “Masak apa kamu?”
“Sayur lodeh, ikan mas goreng sama sambal terasi,“ jawab Dira yang berjalan di belakang Aran. “Tapi aku kok nggak yakin ya sama sambalnya.”
“Memang kenapa?” tanya Aran tertawa.
“Tau ah, nggak jelas,” jawab Dira sembari mengambilkan nasi untuk Aran.
“Nggak jelas gimana?” Aran mengambil kerupuk dan mencolekkannya ke sambal, lalu memakannya. “Kamu pakai cabai kecil semua?”
Dira mengangguk. Wajahnya tampak ngeri menatap Aran.
“Ini kurang tomat, gula, garam, vetsin—“
“Kurang semua dong,” potong Dira.
Lagi-lagi Aran tertawa. Dia mengambil gula, garam dan vetsin lalu menambahkannya ke sambal buatan Dira. “Sudah yuk, makan. Besok lagi kalau buat sambal dicampur cabai keriting aja. Biar nggak terlalu pedas.”
“Oh...” ucap Dira sambil membulatkan bibirnya.
“Itu mulut nggak usah dimonyong-monyongi kenapa?”
KAMU SEDANG MEMBACA
DIRAN
RomanceAran yang dijodohkan dengan Nisa nyaris gagal menikah karena calon istrinya melarikan diri. Penyebabnya sepele. Nisa merasa abahnya tidak berlaku adil pada dia dan Dira. Aran yang marah karena merasa akan dipermalukan di hari pernikahannya memaksa D...