"Ini obat magnya. Diminum sekarang, nanti setengah jam baru makan. Oke?"
"Makasih Kakak." Key menerima sebutir obat juga segelas air putih. Duduk di sofa dengan wajahnya yang kian pias. Meminum obat sesuai saran Aldo, dia menoleh kanan-kiri dan bertanya, "Marric gak pulang lagi?"
"Marric lebih seneng tidur di rumah Grandma. Katanya lebih dimanja." Aldo menjawab dengan senyuman. Membahas adiknya yang masih kelas 3 SMP. "Key lebih cocok jadi adik Kakak kayaknya."
"Aku 'kan emang adik Kak Aldo." Key menjawab bersemangat, senyumannya semakin lebar, "selamanya."
Selamanya ...
"Yaudah. Ayo makan malam." Aldo mengulurkan tangan, "masih mual?"
"Udah gak terlalu."
"Kamu dari dulu gampang stress. Tiap stress pasti perut kamu sakit, mag kambuh. Kadang masuk UGD." Aldo mengeluh. Dia merangkul bahu cewek yang lebih pendek dua puluh senti darinya, "gampang depresi."
"Abisnya ... aku gak punya banyak temen yang bisa diajak cerita. Mama sama Papa sibuk. Untung ada Kakak."
Untung ada Kakak.
"Kak Ivan gak main malem ini?"
"Katanya dia ada kerjaan." Sampai di ruang makan, Key dan Aldo mengambil kursi yang saling berhadapan.
"Oh ..." Key bertopang dagu, "Kakak sama Kak Ivan banyak yang suka loh. Apalagi Kak Aldo. Kalo punya pacar, kalian bakal selingkuh gak ya?"
Kenapa Key tiba-tiba bertanya seperti itu?
"Kadang aku sedih."
"Kenapa kamu yang sedih?" Aldo mengangkat sebelah alis heran.
"Gak pa-pa." Key cepat-cepat meralat. Membuat sorot mata Aldo sesaat menajam, "agak khawatir aja gak ada yang jagain aku lagi."
Jawabannya tidak nyambung. Tapi Aldo tidak memperkarakan. Mereka makan dalam diam. Dengan Key yang terus mengerutkan alis seolah sedang banyak pikiran.
Makanan habis.
Jam menunjukkan pukul delapan malam. Key meletakkan sendok dan garpunya, lalu menatap Aldo yang tersenyum dan terus memperhatikan.
"Kenapa Key?"
"Ngantuk." Key nyengir, "kalo nginep di rumah Kakak, aku gak kesepian. Jadi bisa tidur sampai pagi setiap selesai makan malam."
"Nanti kamu gendut."
"Biarin." Key mengulurkan kedua tangan -meminta tolong. "Kakak, boleh Key minta gendong?"
"Kebiasaan." Aldo berdecak. Walau begitu dia tetap berdiri, mendekati Key kemudian berjongkok memunggunginya. Key memeluk leher Aldo kemudian menyandarkan pipi ke bahu sang Kakak. Dia mengulum sunggingan.
"Makasih Kakak."
"Hm."
Aldo berdiri dan membawa Key menuju kamarnya. Tidak ada yang bersuara, Key mempererat pelukannya, kelopak mata itu semakin berat.
"Loh, Non Key tidur lagi, Den?" Pembantu paling senior di rumah Giofardo berpapasan dengan si sulung di penghujung tangga. Wajahnya tampak cemas.
"Iya." Aldo menjawab sopan. Dia memang menjunjung tinggi sopan santun di depan orang yang lebih tua. Tidak peduli perbedaan status mereka. Ayahnya -Gabriel Giofardo berusaha mendidik Aldo agar menjadi sosok sempurna. "Aku mau anterin dia ke kamar. Udah malem. Bibi juga istirahat aja."
"Iya."
Aldo kembali melanjutkan langkah. Begitu masuk kamar Key, membaringkan cewek itu di ranjang. Aldo duduk di sisi ranjang sambil mengelus poni Key yang menghalau pandangan.
Key benar-benar seperti bayi. Tidur pulas seolah ini rumahnya sendiri.
Ponsel Aldo berbunyi.
Aldo merogoh di saku kemudian mendapati sebuah sms. Lagi, dari nomor tak dikenal.
Aldo membuka dan membacanya.
Aku tahu.
Aku lihat Kakak.
Aku lihat semuanya.***
KAMU SEDANG MEMBACA
Stalker (TAMAT)
Mystery / ThrillerAku adalah STALKER. Copyright // Queen Nakey, Mei 2017