Siapa Aku?

35.4K 4.8K 379
                                    


"Key lagi bikin apa?" Aldo bertanya saat masuk ke dapur, Key sedang sibuk dengan cokelat-cokelat berbentuk hati dengan taburan almond di atas piring. Cewek itu mengambil satu cokelat kemudian menggigitnya dan tersenyum lebar.

Enak. Tidak sia-sia dia melewati tujuh kali percobaan sampai detik ini. dia mengangkat wajah dan nyengir, "Bikin cokelat."

"Buat siapa?" Aldo mengambil satu dan melahapnya. Tangannya ditepis kasar oleh Key yang memasang wajah cemberut.

"Jangan sembarangan makan dong. Nanti kurang."

"Idih, galak." Aldo mengomel. Tapi dia mengambil satu lagi dan memakannya. Kali ini Aldo menghindar sambil tertawa saat Key bertubi-tubi memukulinya.

"Jangan diambil terus!"

"Jahat amat. Buat siapa? Kamu naksir cowok?" Aldo menebak. Key tampak terkejut kemudian membuang muka. Membuat Aldo lebih penasaran, "heh? Punya pacar, ya?"

"Belum resmi jadi pacar. Ini aku masih berusaha biar bisa jadi cewek yang dia suka." Key tersenyum kaku, balas menatap Aldo yang menahan napas, "mungkin, dia cuma nganggap aku sekedar adik."

"Kamu, sih, gak tinggi-tinggi." Aldo mengacak rambut Key gemas. Membuat cewek itu mengeluh sambil menepis tangannya kasar. "eh, sekarang kamu gendutan lagi. Jangan-jangan setiap cokelat gagal kamu makan semua?"

"Kok tau?"

"Keliatan." Aldo terbahak. Dia menjawel pipi Key pelan, "belakangan ini napsu makan kamu gak kontrol, ya? Kadang banyak, kadang malah gak makan sama sekali. Sering sakit, mag juga tambah gampang kambuh. Jangan banyak pikiran."

"Mana bisa aku gak banyak pikiran?" Key bergumam sebal. Cewek yang menguncir rambutnya itu berkedip, "Kakak ngapain ke sini?"

"Kakak mau ambil flashdisk yang kamu pinjem minggu lalu. Di mana?"

"Oh, ada di kamar. Di atas meja rias. Ambil sendiri, ya. Aku lagi nyusun cokelatnya biar keliatan manis." Key melakukan gerakan mengusir. Aldo meringis, dia beranjak pergi ke kamar 'adik'nya itu.

Hanya selang beberapa menit. Key berjengit mendengar teriakan Aldo yang memanggil namanya. Cepat-cepat cewek itu berlari menuju kamarnya. Terkesima saat melewati pintu, kamarnya berantakan luar biasa.

Semua benda yang ada di meja rias tergeletak di beberapa sudut. Kaca di lemarinya pecah. Semua baju di lemari seperti ditarik keluar bahkan beberapa robek parah.

Tirainya copot. Kasurnya tidak perlu ditanya sekacau apa? Bahkan, beberapa boneka koleksian Key dirobek paksa. Key berlari ke kasur, mengambil boneka panda yang tahun lalu dibelikan Aldo.

Matanya berkaca-kaca.

Bonekanya rusak dengan isi boneka yang diburai paksa.

"Maaf, Kakak."

"Kenapa kamar kamu berantakan kayak gini, sih?" Aldo bertanya tidak paham.

"Aku gak ngerti. Dari beberapa minggu lalu sering kejadian kayak gini. Pas aku masuk kamar, mendadak kamar aku berantakan, tapi biasanya gak sampai robek baju sama boneka."

"Kenapa kamu gak bilang sama Kakak?"

"Key gak mau ngerepotin Kakak lagi."

Diam. Aldo menghela napas berat. Dia mendekat kemudian menarik kepala Key ke dalam dekapan, memeluk erat saat cewek itu terisak-isak.

"Udah, nanti Kakak beliin boneka yang baru." Aldo menenangkannya. Menepuki puncak kepala Key pelan, "sekarang mendingan setiap Mama sama Papa kamu gak ada, mendingan nginep di rumah Kakak. Takutnya yang neror kamu makin berani. Ngerti?"

"Iya." Key mengangguk, "maaf, selalu bikin Kakak susah."

"Kamu itu ngomong apa?" Aldo mengulum senyuman kecil. Mengecup pelipis Key lama, "dari dulu 'kan Kakak udah bilang. Selamanya ... Kakak bakalan ada di sisi Key."

***

Pagi-pagi, Aldo masuk ke dalam kelas. Masih kosong. Belum ada yang datang selain Ivan yang tadi dia lihat sedang nongkrong di kantin untuk sarapan. Aldo panggil agar masuk kelas juga karena ada sesuatu yang ingin didiskusikan.

Aldo menghampiri mejanya dan melihat sebuah kotak kecil dengan kertas kado merah muda. Ivan mendekat, kemudian meringis pelan.

"Stalker lo rajin amat, ya? Mau dibuka gak?"

Aldo mengambil kotak itu kemudian membukanya. Di sebuah kotak plastik transparan, ada beberapa cokelat berbentuk hati dengan potongan almond yang menghiasinya.

Aldo membuka tutup kotak kemudian mengambil cokelatnya satu. Tanpa ragu, langsung memakannya mengabaikan teguran Ivan yang khawatir di sana terdapat racun.

Aldo terdiam. Cokelat buatan tangan. Rasanya tidak asing.

"Al?"

"Mungkin emang dia." Aldo menoleh, menatap Ivan tajam, "gue tau banget cokelat ini."

"Ada suratnya tuh." Ivan menunjuk dengan dagu. Selembar surat lagi-lagi menjadi petunjuk. Aldo mengambilnya dan melihat isinya. Kali ini ada tulisan tangan yang sudah sangat dia kenali.

Ayo tebak aku siapa?

Salah aku mati. Marah aku mati.

***


Stalker (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang