Third

11 3 3
                                    

God knows I never meant to hurt you.
I never meant to break your heart.
(Hurt You- Toni Braxton)

Siang itu, Rabel tengah asyik bekerja di butik miliknya yang ia beri nama sama dengan namanya, Adorabella. Ia mendapatkan pesanan dari pelanggan setianya untuk mendesain tiga gaun pesta. Mendesain gaun pesta adalah pekerjaan paling menyenangkan bagi Rabel, hingga ia lupa kalau belum makan siang.

Ia harus menunda sejenak pekerjaanya untuk mengisi perut yang sudah mulai berbunyi itu. Dikemasinya barang-barang yang hendak dibawa dan dimasukkan ke dalam tas. Tak lama, terdengar suara pintu diketuk.

“Masuk,” izin Rabel.

“Mba Rabel, ada yang cari.” Mila—karyawan butik Rabel—memberi tahu.

“Siapa, Mil?” tanya Rabel sambil membereskan barang-barangnya tanpa melihat Mila. Tak ada jawaban dari Mila.

“Sia—” Rabel bertanya lagi, kali ini sambil mengalihkan pandangannya ke pintu. Tapi, belum sempat ia menyelesaikan pertanyaan itu, ia sudah mendapatkan jawaban.

“Siang, Ibu Desainer,” sapa Endra yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Rabel sambil tersenyum dengan tangan di dalam saku celana dan tubuh bersandar di muka pintu.

“Hai, Ndra. Ada apa?” tanya Rabel sambil berjalan ke arah Endra.

“Udah makan siang?”

“Ini mau pergi makan,” jawab Rabel santai.

“Ohh kebetulan, aku ke sini mau ngajakin kamu makan siang bareng,” tutur Endra penuh minat.

“Ohh gitu. Ya udah, yuk,” Rabel menyetujui ajakan Endra. Ia pikir tak selamanya bisa menolak ajakan Endra.

Karena Rabel yang memilih tempat, mereka makan siang di restoran Italia favorit Rabel. Endra sibuk membolak balik buku menu untuk memilih makanan apa yang akan dipesannya, sedangkan Rabel sudah tahu apa yang akan ia pesan tanpa harus melihat daftar menu.

Setelah selesai memesan, Rabel sibuk membalas pesan dari teman-temannya yang ingin membuat janji bertemu. Enam bulan tak bersua membuat teman-teman Rabel merindukannya, begitu pula Rabel. “Bentar, ya, Ndra. Gue balesin chat temen dulu,” mohon izinnya.

“Oke. Santai aja.”

Endra yang tak bisa menyembunyikan wajah bahagianya karena berhasil membawa Rabel bersamanya itu hanya memandangi sekeliling restoran bernuansa klasik tersebut. Cat putih dan emas mendominasi tempat itu. Selain wallpaper bermotif bunga mawar, dinding di sisi kiri dipenuhi foto-foto yang diambil di tempat-tempat terkenal di Italia. Sedangkan, dinding di sisi kiri dipenuhi tulisan-tulisan dengan bahasa Italia yang tak dapat dimengerti oleh Endra. Saat Endra berusaha membaca tulisan-tulisan itu sampai mulutnya komat-kamit tak terkontrol, ponselnya berbunyi. Hugo menelepon.

“Iya, Go. Kenapa?”

“Lo di mana?” tanya Hugo di ujung telepon.

“Gue lagi di restoran. Makan siang,” jawab Endra

“Restoran mana?”

“Restoran Dolce. Di jalan—”

“Ohh deket. Oke, Gue ke sana sekarang,” potong Hugo yang sepertinya sudah tahu keberadaan restoran itu.

“Eeh..ehh.. tapi gue lagi sama—” Tuutt...tuutt...tuutt belum sempat Endra mengatakan kalau ia sedang bersama Rabel dan tidak ingin diganggu, Hugo sudah menutup teleponnya.

Rabel yang tak mendengar percakapan itu memasukkan ponselnya ke dalam tas, lalu pamit untuk pergi ke kamar kecil pada Endra. Tak lama kemudian, Hugo sampai dan buru-buru duduk di samping Endra dengan wajah kacau. Bahkan, kakinya hanya beralaskan sandal jepit.

Let Me Love U FirstTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang