Sixth

8 2 0
                                    

"In my dreams, you're with me. We'll be everything I want us to be." (Imagination - Shawn Mendes)

Untungnya, saat itu, Hugo sedang tidak ada pasien. Karena Rabel dan Endra langsung menyelonong masuk. Mereka duduk di kursi yang biasanya diduduki pasien dan walinya, berseberangan dengan Hugo yang duduk di kursinya. Mereka dibatasi sebuah meja.

Rabel masih tenggelam dalam pikirannya tentang wanita tadi ketika Hugo bertanya,“Kenal sama Mba Linda?” Mendengar nama itu disebut, Rabel langsung menoleh ke Hugo.

“Kenal. Tapi nggak deket,” jawab Rabel sambil mengalihkan pandangannya lagi.

“Kok manggilnya ‘Mba’? bukannya kalo sama wali pasien paling enggak manggilnya‘Ibu’?” tanya Rabel setelah sadar panggilan apa yang Hugo gunakan untuk wanita tadi.

“Dianya mau dipanggil Mba. Lagian umur kita sama dia nggak jauh kok, cuma dia udah punya anak,” jawab Hugo santai sambil merapikan mejanya.

“Oh.” Rabel mengankat alisnya sebentar.

“Ada apa, Ndra?” tanya Hugo pada Endra yang dari tadi hanya memandang Rabel heran.

“Gue cuma nemenin Rabel ke sini. Dia pengen ketemu sama modelnya,” jawab Endra sambil tertawa, bermaksud meledek Hugo. Mendengar itu, Rabel langsung minggat dari lamunannya. Dipukulnya bahu Endra untuk menghentikan tawanya. Endra sedikit meringis sambil memegang bahu kanannya.

“Dia harus tau, ya?” tanya Hugo memandang Rabel sambil menunjuk Endra. Wajahnya melas.

“Kan, untuk majalah bokapnya, nggak mungkinlah dia nggak tau,” jawab Rabel mengangkat bahunya. Hugo menepuk jidatnya, ia lupa bertanya, majalah apa yang Rabel maksud.

“Boleh dibatalin nggak?” tanya Hugo. Rabel langsung mengacungkan jari telunjuk dan menggerakkannya ke kiri dan kanan, isyarat kalau Hugo tidak bisa membatalkan perjanjian mereka.

Endra tertawa melihat wajah Hugo. “Lagian, ngapain mau, sih?”

“Ya, mau lah! Kan gue udah bantuin dia—”

“Aaahhhh!!!” Teriakan Hugo menyambar kata-kata Rabel yang belum selesai dan membuat dua temannya itu sontak menoleh. Ia berakting kalau lehernya sakit. Sambil memijat-mijat lehernya, diam-diam dia memelototi Rabel, menandakan kalau ia tidak mau Rabel membocorkan rahasia mereka.

Rabel langsung menutup mulutnya yang tidak terkontrol itu, ia lalu berpura-pura batuk.

“Kamu nggak papa?” tanya Endra panik. Rabel hanya menggeleng sambil menyudahi aktingnya.

“Aku ke toilet dulu,” kata Endra sambil berdiri untuk pergi ke kamar mandi.

“Sori, sori. Keceplosan.” Rabel minta maaf pada Hugo setelah memastikan Endra sudah tidak mendengar mereka lagi.

“Ada apa ke sini?” tanya Hugo seperti kesal.

“Besok ke kantor Endra, yuk. Tim Redaksinya mau liat lo,” ajak Rabel.

“Besok gue nggak bisa,” jawab Hugo. “Mau nemenin Chio, pasienku jalan-jalan. Itu anaknya Mba Linda tadi.”

“Hah? Kenapa?” Rabel tertegun

“Kenapa apanya? Emangnya salah gue jalan sama pasien gue? Chio itu kasian, lho, anak sekecil dia udah ditinggal ayahnya. Jadi, biar mentalnya juga sehat, aku anjurkan ke ibunya untuk ajak dia jalan-jalan. Chionya bilang, dia maunya jalan sama gue. Ya, mau, nggak mau lah. kasian dia,” jelas Hugo.

“Sama ibunya juga?”

“Iya, lah.”

“Jangan!” kata Rabel terdengar seperti memerintah.

Let Me Love U FirstTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang