"Ah, dan aku harap kau hilangkan ekspresi penyesalanmu, aku tahu kau tak bermaksud begitu." kataku kepada bruno, aku ingin menghilangkan ekspresi wajahnya itu.
Bila kau mendapati Astarex sebagai nama belakangmu, kau pasti memiliki nasib yang sama denganku. Perlakuan yang berbeda, hal itu karena Astarex menjadi seperti nama tabu yang secara sengaja dipisahkan dari buku hortase. Buku hortase adalah buku dimana nama-nama keluarga yang ada, tertulis sebagai sejarah. Tapi sejak 30 tahun lalu nama keluarga Astarex dipisahkan kedalam bagian khusus buku hortase, bagian itu disebut dengan "bagian gelap". Bila kau ingin mendapatkan bagian gelap buku hortase, kau harus melalui banyak interogasi di kantor pemerintahan.
Astarex melakukan revolusi besar tiga puluh tahun yang lalu. Sebuah revolusi yang tak biasa . Pada awalnya, revolusi berjalan dengan baik membuahi sebuah keadilan. Tapi ditengah perjalanan revolusi dibawah nama keluarga Astarex, sebuah persekutuan besar berlambangkan matahari menyentuhkan jarinya pada adonan yang belum matang.
Ya, benar, mereka campur tangan. Mereka mulai memberlakukan sistem jual beli manusia, pembedaan fasilitas untuk kaum tertentu, dan sistem penjara seumur hidup untuk semua jenis pelanggaran. Sejak itu, amarah masyarakat membara, mereka mulai membubuhi api pada semua gedung yang ditinggali oleh Astarex.Kami, keluarga Astarex, menjadi tabu dari sebuah fitnahan belaka.
Itulah cerita sebenarnya yang diturunkan oleh salah satu anggota keluarga Astarex yang berhasil selamat dari api tiga puluh tahun lalu.
Dalam buku sejarah di perpustakaan balai kota, kau akan mendapatkan sebuah berita yang jauh berbeda, sebuah cerita dimana Astarex terlihat sangatlah jahat. Aku sudah membacanya, dan itu tidak seperti aku dapat mengumbar bahwa berita itu salah.
"Bubu, seharusnya kau pukul saja aku." Bruno berkata sambil perlahan lahan melakukan pahatan kecil pada gipsnya, wajahnya muram.
"Aku tidak mau memukul anak cengeng sepertimu, bila kau menangis pasti akan sangat merepotkan."
Mendengar perkataanku wajah Bruno menjadi cerah."Hahaha, Apa katamu? Aku? Menangis? Butuh seribu tahun untukmu melihatku menangis! "
"Bicaramu memang besar Bruno."
Aku menyunggingkan seulas senyum sambil menyodori foto wajah Bruno yang sedang menangis melalui layar cellphoneku kedepan wajah Bruno. Bruno menyilangkan tangannya dipundakku dan kami tertawa.Hanya Bruno, yang memperlakukanku sama dengan yang lain.
***
"Bubu, bagaimana kalau kita mencicipi es serut stasiun sebelum kembali ke asrama? Mereka bilang akan mengeluarkan rasa baru hari ini." Bruno berkata dengan gembira
"Kau terlalu bersemangat untuk seporsi es serut Bruno."
"Oh, berhenti bersikap seperti kau sudah beruban. " ucap Bruno sambil memutarkan bola matanya
"Tidakkah kau penasaran rasa baru apa yang akan mereka keluarkan?!" lanjutnya sembari menggoyangkan tanganku."Melon. Berani bertaruh?" tantangku kepada Bruno.
"Nah, kau terlalu percaya diri Bubu, pikirkanlah, Melon itu terlalu biasa. Bukankah bila mereka bilang akan mengeluarkan rasa baru itu berarti rasa yang unik? Seperti misalnya permen karet.. "
"Jadi kau berani bertaruh atau tidak?"
"Ah, baiklah, mari bertaruh satu tugas esai? "
Mendengar perkataan Bruno aku tersenyum, bagi kami yang mendalami seni, tugas esai adalah tantangan berat.
"Deal!"
Sesampainya di depan kedai es serut di stasiun, kami dapat melihat sebuah poster besar bertuliskan
"NEW FLAVOUR, EXOTIC MELON.
KAU AKAN MENIKMATI SURGA MELON DALAM SEKALI CICIP!
COBA SEKARANG!"Aku melihat wajah Bruno membelalak kaget, matanya bahkan tidak berkedip.
"Kau harus mengerjakan tugasku dengan benar, Bruno." ucapku sambil menahan tawa
"Bubu.. " Bruno menoleh kearahku, wajahnya masih terlihat seakan ia baru saja melihat hantu
"Ya?"
"Apakah kau.. "
"?"
"Apakah kau ini cenayang? "
"Apa yang kau katakan, aku tidak melakukan lebih selain menebak."
"Tapi bagaimana mungkin.. " Bruno menunjuk poster itu dan menatapku heran.
"Jadi kau ingin beli atau tidak? Sebentar lagi keretanya tiba."
"Ah! Tentu saja, kau mau bubu?"
"Tentu saja."
Tak jauh dari kedai es serut itu, seorang lelaki tua memegang sebuah kertas yang cukup besar dengan tulisan "AKU INGIN KEBENARAN! BERIKAN ASTAREX KEADILAN! ASTAREX TIDAK BERSALAH!"
Lelaki tua itu memang selalu berada disana. Tidak setiap hari, tapi aku melihatnya cukup sering. Perbuatannya itu sia-sia, tidak pernah kulihat ada orang yang menghiraukannya.
Lagipula itu sudah berlalu tiga puluh tahun lalu. Biarpun Astarex menjadi berbeda di mata masyarakat, tapi untuk apa dia berbuat itu?
Hal itu tidak akan mengubah pandangan masyarakat terhadap Astarex.
.
.
Ya, tidak akan pernah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fog
General FictionSebenarnya angan-angan itu tepat didepan mataku ketika benda merah itu mengaburkan pandanganku. Hanya aku dan bruno yang tidak pernah meninggalkanku, mencari merah hanya tuk mengulang semuanya.