Kubah Salib. pt 01

2.5K 238 57
                                    

“Sudah waktunya. Kamu bisa menurunkanku di depan sana sebentar, Vell?”

“Ah, baiklah.”

Mobil yang kami naiki berhenti di depan bangunan yang membuat ku tidak bisa berkedip. Sungguh, rasanya aku ingin menetap di sini. Aku melepas sabuk pengaman lalu mengambil tas mukena di kursi belakang.

“Aku  turun dulu.”

Marvell menggumam dan mengangguk mengiyakan.

Aku turun dari mobil dan berjalan ke gerbang masjid. Sungguh indah halaman masjid ini lengkap dengan jalanan seperti Taj Mahal di India sana. Bangunannya pun hampir menyerupai masjid di Mekkah. Sungguh replika yang sangat indah menurutku.

Setelah mengambil air wudhu aku menyusuri lorong hingga sampai di tempat di mana jamaah melakukan ibadahnya, berkomunikasi dengan sang pencipta. Memang telat kalau aku ingin melakukan sholat ashar berjamaah mengingat ini sudah jam empat lewat delapan belas.

Selesai melakukan empat rakaat aku mengangkat kedua tangan memohon pada sang pecipta. Aku percaya Allah mendengar doa setiap hamba-Nya dan akan mengabulkan jika sudah pada waktunya kelak. Karena sesuatu yang indah akan tiba pada waktunya, jika bukan sekarang mungkin kita harus mempersiapkan diri dulu supaya nanti jika apa yang kita minta datang dapat kita terima dan syukuri. Begitu bukan?

Dalam setiap harapan aku berdoa supaya Allah menjaga setiap orang yang aku sayang dan mendekatkan mereka pada jalan yang diridhoi-Nya. Dan juga untuk Marvell, jika dia memang ditakdirkan untukku maka tolong Ya Tuhan berilah ridho-Mu dan jika kami tidak berjodoh tolong berikan kami pasangan yang dapat membimbing kami menuju surga-Mu. Amin.

Aku mengusapnya pada wajah lalu mencium kakbah pada sajadah yang menjadi alas sholat. Merapikan mukena lalu memasukkannya ke dalam tas. Membenarkan hijab yang aku kenakan dan berjalan keluar masjid mencari alas kaki untuk membawaku pada seseorang yang tengah menunggu di depan sana.

Tok

Kaca mobil itu turun setelah aku mengetuknya. Marvell tersenyum lalu aku berjalan menuju pintu penumpang dan duduk di samping Marvell.

“Maaf. Apa aku sangat lama?”

“Tidak. Itu sudah menjadi kebutuhanmu bukan? Bagaimana mungkin aku menyuruhmu untuk cepat-cepat saat kamu melakukan ibadahmu, Naya?”

Aku tersenyum mendengarnya. Marvell mulai melajukan mobil dan melanjutkan perjalanan kami. Marvell menjemputku di bandara Seokarno-Hatta. Setelah dua tahun aku mengenyam pendidikan di California akhirnya aku mendapat gelar S2 ku di usia 22 tahun. Aku sangat merindukan Ibu dan Ayah juga kakak ku yang sekarang sudah berkeluarga dan mendapat titipan seorang putri kecil yang sangat menggemaskan.

“Naya.”

Aku membuka mata saat merasa ada yang menggoyangkan tanganku. Marvell kembali pada posisi duduknya menghadap kearahku.

“Kenapa, Vell? Apa sudah sampai?” tanyaku dengan suara serak khas orang baru bangun tidur, sungguh aku masih sangat mengantuk.

“Belum Na. Sekarang sudah hampir maghrib kamu harus buka dulu habis itu baru lanjut tidur lagi.”

“Benarkah? Jam berapa sekarang?”

Marvell melihat jam tangan hitam yang ia kenakan.

“Lima lebih dua puluh. Ayo keluar kita cari makan. Aku juga lapar.”

“Sebentar.”

Dengan cepat aku merapikan hijabku lalu mengusap muka dan menekan mata supaya air mataku keluar. Ini adalah caraku untuk tidak terlihat seperti orang yang baru bangun tidur, sering aku melakukannya saat di California.

Marvell membukakan pintu untukku lalu kami berjalan masuk ke rumah makan yang sudha ramai dengan pengunjung yang ingin berbuka disini. Hari ini sudah masuk ramadhan ke dua puluh. Marvell menggenggam tanganku sejak turun dari mobil tadi.

“Biar mereka tau kalau kamu sudah tidak sendiri.” katanya.

Kami duduk di meja dekat dengan mushola yang disediakan rumah makan ini. Pelayan muda cantik itu mendatangi meja kami dengan terus mencuri pandang ke Marvell yang sibuk melihat daftar menu. Aku memberenggut kesal, tidak suka sebenarnya tapi Marvell sendiri tidak peduli dengan sekitar dan itu membuatku lega.

“Kamu mau yang mana Naya?” Marvell meletakkan daftar menu diatas meja.

“Yang ini saja.” tunjukku.

“Baiklah.” Marvell kembali melihat daftar dan dia mengatakan pesanan kami tanpa sedikitpun melihat pelayan cantik itu. “Dua porsi ayam lunak pedas dan original.”

“Dua porsi ayam lunak pedas dan original. Minumnya?”

“Dua jus tomat. Tambah vanilla ice cream.”

Jus tomat sudah menjadi minuman wajibku untuk berbuka dan vanilla ice cream juga kesukaan ku. Senang rasanya saat Marvell begitu paham apa yang aku inginkan tanpa mengucapkan dulu padanya.

“Baiklah saya ulangi. Dua porsi ayam lunak pedas dan original, dua jus tomat dan satu vanilla ice cream. Ada tambahan lagi?”

“Tidak. Itu saja.”

“Baiklah. Tolong tunggu sebentar.”

Pelayan itu berlalu. Dari tadi hanya Marvell dan pelayan itu yang bicara, aku hanya diam mendengarkan sembari menunggu adzan.

“Sudah adzan.” ucap Marvell lalu ia berdiri membuatku menaikkan sebelah alis.

“Mau kemana?”

“Mengambilkan minum untuk membatalkan puasamu.”

Aku tersenyum mendengarnya. Marvell begitu peduli denganku meski kami beda keyakinan tapi Marvell sudah sedikit paham tentang kayakinanku. Kami sudah empat tahun lebih bersama dan itu membuat kami sedikit tau tentang keyakinan kami masing masing. Terima kasih Ya Tuhan sudah mendatangkannya untukku. Ku mohon jaga dirinya. Jika memang dia untukku berikanlah ridho-Mu agar aku bisa mendengarnya membaca surat Al-Fatihah saat kami berjamaah.

Amin.

Kubah SalibTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang