Dua Bunga. pt 01

992 67 8
                                    

Selama 7 taun ada di Kairo, Mesir karena tuntutan pendidikan dan pekerjaan, Akmal akhirnya pulang ke Indonesia. Akmal tentu saja sangat senang, karena apa? Karena sekarang dia telah menggenggam cincin untuk disematkan di jari Azzahra.

7 taun telah berlalu sejak siang dimana Akmal membuat keputusan untuk pamit dari Azzahra, dengan berat hati Azzahra menyanggupi permintaannya. Meskipun hatinya sangat tersiksa karena harus melepas seseorang disaat dia tengah benar benar menaruh seluruh hati pada Akmal.

Hari ini Akmal memutuskan berkunjung ke rumah Azzahra untuk pertama kalinya. Begitu mobil yg dia kendarai tiba didepan rumah Azzahra, cincin yg tadi ia bawa dengan hati yg gemetar langsung terjatuh di dalam mobil. Tepat saat mata Akmal melihat di halaman rumah itu.

Seorang anak kecil memanggil Azzahra dengan sebutan "Ibu" lalu berlari memeluk kaki Azzahra dan diikuti seorang pria yg berjalan di belakang anak kecil itu. Akmal sungguh tidak bisa berpikir lagi, hingga ia memutuskan melajukan kembali mobilnya menjauh dari rumah Azzahra. Sungguh Akmal merasa apa yg ia lakukan 7 taun ini sia sia.

Tiga hari berlalu sejak saat itu, dan kini Akmal menyetujui ajakan orang tuanya untuk ke rumah Fatma, bermaksud meminang perempuan itu. Akmal setuju karena mungkin ini adalah yg terbaik dari Sang Kuasa. Sejenak melupakan apa yg telah terjadi antara dirinya dengan Azzahra, Akmal menyakinkan diri untuk memantapkan hati meminang Fatma. Orang tua Akmal memang sejak dulu berniat menjodohkan putranya dengan putri teman mereka, yaitu Fatma. Mereka tidak pernah tau kalau sebenarnya Akmal sudah menetapkan hati ke Azzahra.

5 hari sejak lamaran itu, hari ini Akmal menemani Fatma mencari kebaya untuk pernikahannya seminggu lagi. Memang terkesan dadakan.

"Akmal?" panggil seseorang saat Akmal tengah berdiri sendiri sembari menunggu Fatma yg mencoba kebaya. Terkejut bukan main saat ia tahu kalau Azzahra yg memanggil namanya.

"Assalamualaikum, Akmal kapan kamu sampai? Dan sedang apa kamu disini?"

"Waalaikumsalam. Mungkin sudah dua minggu ini."

"Oh begitu. Lalu sedang apa kamu disini?"

"Aku-" ucapan Akmal terhenti dengan suara teriakan anak kecil yg lagi lagi membuat sakit di hati.

"Ibu"

"Iya sayang ada apa?" tanya Azzahra pada anak itu.

"Wah sekarang putramu sudah besar ya. Siapa namanya?" kini Akmal berusaha mencairkan suasana.

Bukan, bukan karena dia memang sudah baik baik saja tp bukankah awalnya Akmal memang sudah berniat melupakan Azzahra dan membuka hati untuk Fatma yg sebentar lagi akan sah menjadi istrinya? Namun lagi lagi jawaban yg keluar dari mulut Azzahra membuat Akmal seakan tak sanggup untuk sekedar mengucap salam pada dirinya.

"Anak? Dia bukan anakku, Akmal. Dia keponakanku. Kenalkan namanya Shakib anak dari Kak Nayla. Kak Nayla ada dirumah sakit tiga minggu yg lalu maka dari itu aku yg bertugas merawat Shakib sampai ibunya sembuh. Dan oh iya, kenalkan ini Hans suami Kak Nayla. Hans ini Akmal, pemuda yg sering aku ceritakan padamu. Dan aku sekarang sangat bahagia saat bisa melihatnya lagi setelah 7 taun waktu ku untuk menanti."











°°°°°°*****°°°°°°











Bagaimana perasaanmu kalau kamu melihat sesorang yang kamu pun sudah yakin untuk menetapkan hati padanya harus duduk berdua dihadapan penghulu namun yang di sebelahnya bukanlah dirimu, melainkan orang lain.

Mungkin begitu sakit dan sesak itu semua yang saat ini Azzahra rasa. Dengan sekuat tenaga dan ketabahan juga rasa sabar menahan ini semua, Azzahra tetap mencoba untuk memasang senyum meskipun badannya sedikit bergetar menahan tangis bahagia namun juga penuh lara.

Bagi Azzahra, mencintai seseorang seperti Akmal bukanlah hanya tentang hal saling bersama namun bagaimana Azzahra mampu melihat Akmal bahagia meski bukan bersama dirinya.

Sabila, sahabat Azzahra sejak lama sedari tadi menggenggam tangan Azzahra yang begitu dingin. Sabila tau, dia sangat tau bagaimana perjalanan Azzahra dan Akmal dulunya.

"Senyum Azzahra, kuatkan hatimu. InsyaAllah jika memang Akmal bukan jodohmu, Allah pasti akan mempertemukanmu dengan imam mu nanti. Disaat waktu dan keadaan yang tepat. Kuatkan hatimu, Ra," bisik Sabila

Azzahra hanya menjawab dengan senyum tanpa mampu berkata.

Kini tiba waktunya untuk undangan mengucapkan selamat dan bersalaman dengan pengantin.

"Selamat menempuh hidup baru untuk kalian. Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah," ucap Azzahra dengan senyum tulus yang mampu membuat Akmal tak sanggup untuk menatapnya.

"Terimakasih doanya. Boleh aku memelukmu?"

"Boleh."

Dan dipelukan Fatma itulah airmata Azzahra tidak dapat terbendung lagi. Hanya setetes namun mampu membuat siapa saja yang melihatnya ikut merasakan sesak.

Inilah keputusan yang semoga memang yang terbaik untuk semuanya. Azzahra akan melupakan Akmal dan begitu juga sebaliknya. Sekarang Akmal adalah suamin Fatma dan Azzahra tidak ada hak untuk terus menerus menetapkan hati padanya. Kini saatnya untuk Azzahra memfokuskan diri terhadap apa yang telah dia punya, terhadap apa yang ingin dia raih kedepannya, terhadap apa yang bisa membuat orang yang dia sayang bahagia.

"Menangislah. Aku tau itu tadi sangat menyesakkan" ucap Sabila saat mereka berdua telah berada dalam mobil Sabila.

Hanya isakan kecil yang keluar dari bibir Azzahra. Untuk kali ini saja biarkan Sabila melihat bagaimana Azzahra sedang dalam keadaan terburuknya. Sabila yang selama ini tau bagaimana dan apa yang dilakukan Azzahra selama tujuh tahun terakhir hanya mampu mengusap dan memeluk sahabatnya, berniat untuk sedikit memberi ketenangan.

Lima bulan telah berlalu dan kini kabar tentang kehamilan Fatma mampu membuat Azzahra sangat bahagia. Bukan, bukan bahagia yang diliputi rasa lara melainkan bahagia yang sesungguhnya.

Azzahra, perempuan duapuluh lima tahun itu sekarang mampu mengosongkan hatinya. Sudah tidak ada lagi harapan yang dia sematkan dalam doa untuk bisa berasama Akmal. Sejak kata "Sah" terucap lima bulan yang lalu dan sejak saat itu pula Azzahra memutuskan untuk mengikhlaskan.

"Selamat Fatma. Janin dalam kandunganmu sehat dan telah berusia tiga minggu," ucap Sabila yang memang merupakan dokter kandungan.

Azzahra yang tadi berpapasan dengan Fatma saat ingin mengunjungi Sabila pun sangat senang. Fatma datang ke rumah sakit ini sendiri. Ketika melihat Azzahra, dia meminta Azzahra untuk menemaninya.

"Alhamdulillah. Terimakasih dokter Sabila," ucap Fatma.

"Panggil Sabila saja. Dan ohiya kamu juga jangan lupa untuk memberitahu hal ini pada Akmal. Ayah janin yang ada dalam kandunganmu harus tau supaya bisa menjadi suami siaga."

"Iya Bila. Sekali lagi terimaksih."

"Iya sama sama."

"Kalau begitu saya permisi dulu. Azzahra, aku duluan. Terimakasih sudah mengantarku ke dokter kandungan terbaik disini."

"Iya Fatma. Sama sama. Aku antar kamu ke depan."

"Iya."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 20, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kubah SalibTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang