Tiga bulan sejak kedatangan Afran di rumah rehab tempatku bekerja kini aku semakin disibukkan dengan proses akhir penyembuhannya. Kepala rumah rehab, Dr. Hardiksa mengatakan Afran sudah sembuh dari gangguan psikologi dan hari ini check up terakhir untuk mengetahui apa dia sudah benar-benar sembuh atau belum.
Afran bercerita padaku alasan mengapa dia depresi dan berakhir di menjadi pasien ku.
“Naya. Maaf sudah menyusahkanmu belakangan ini. maaf membuat waktu liburmu yang seharusnya kau habiskan dengan Marvell terbuang karena ku. Maaf membuatmu menjadi dokter ku.”
Waktu itu kami ada di taman belakang dekat kamar rawat Afran. Hari itu tepat hari ke tujuh puluh lima aku merawatnya. Kami semakin dekat dan itu sudah menjadi tugasku sebagai psikiater pribadinya selama dia dirawat disini. Beberapa kali Marvell ikut berkunjungg dan sekarang mereka sudah mengenal satu sama lain.
“Tidak Afran, ini bukan salahmu jadi kau tidak perlu minta maaf. Sudah menjadi kewajbanku untuk menemanimu hingga kau pulih kembali bukan?”
“Meskipun begitu aku tetep merasa tidak enak padamu dan Marvell juga. Aku harap kalian bisa bahagia untuk waktu yang lama.”
“Terima kasih doa mu Afran.”
Terjadi keheningan cukup lama hingga Afran mengeluarkan perkataannya juga alasan mengapa ia seperti ini.
Satu tahun yang lalu tepat saat seminggu sebelum upacara penetapan untuk memilih pasukan khusus di TNI angkatan darat Afran jatuh sakit. Kanker hati stadium awal. Sejak hari itu Afran sering keluar masuk rumah sakit dan cita citanya pupus. Semakin hari dia tidak bisa mengontrol emosinya hingga Afran mengalami depresi berat. Orang tua Afran sempat putus asa bagaimana cara menyembuhkan putra titipan Tuhan satu satunya itu. Mereka sudah membawa Afran keluar negeri namun hasilnya nihil hingga dia berakhir menjadi pasienku.
Alhamdulillah sekarang dia sudah pulih dan satu bulan yang lalu sudah bisa melakukan aktifitas hariannya di markas TNI angkatan darat.
“Naya. Terima kasih sudah merawatku selama ini. Berkatmu aku bisa menjadi pasukan angkatan kembali. Dan lihat sekarang..” dengan bangga Afran menunjukkan baju angkatannya padaku setelah check up tadi. “Aku menjadi anggota pasukan khusus disana. Terima kasih Dr. Naya yang baik.”
Aku tersenyum menanggapinya. “Iya Pak tentara Afran. Semoga kau bisa menjaga keutuhan dan keamanan negara ini.”
“Siap bu dokter.”
Aku tertawa saat Afran melakukan hormat bendera padaku. Kami meneruskan langkah keluar. Aku mengantarnya hingga ke lobi.
“Oh iya Naya. Sampaikan Salam dan terima kasih ku pada Marvell. Dia juga terlibat dalam proses penyembuhanku. Kalian adalah pasangan dokter yang hebat.”
“Baiklah akan aku sampaikan.”
Aku dan Marvell sama sama dokter yang beda keahlian dan tempat kerjanya. Marvell ada di rumah sakit sebagai dokter bedah yang aku sangat menyukainya saat dia berada diruang operasi saat menangani pasien. Entahlah aku hanya merasa apa yang dia lakukan sungguh mulia.
Pukul sembilan aku sudah siap menunggu Marvell menjemputku. Lima menit kemudian aku mendengar suara mesin mobil dan dengan senang hati aku menuruni tangga dan berjalan untuk membukakan pintu untuknya. Benar dugaanku kalau yang datang itu Marvell.
“Hai,” sapanya ramah. Senyum gingsulnya membuatku semakin terpana. Nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan Naya. Dengan cepat aku menggeleng membawa ruh ku yang tadi melayang sepersekian detik ke angkasa kembali lagi ke ragaku.
“Hai. Ayo masuk ayah dan ibu ada dibelakang.”
Kami berjalan dengan candaan Marvell yang mendominasi. Ayah dan ibu ada ditaman belakang. Meski ada tukang kebun tapi ayah akan lebih puas jika tamannya beliau tata sendiri dengan ibu. Marvell menyalami orang tua ku lalu kami berjalan menuju mobil setelah mendapat ijin dari mereka.
“Kita mau kemana?” tanyaku sambil memasang sabuk pengaman.
“Ketempat pertama kali aku menyatakan perasaanku.”
Aku baru ingat hari ini tepat lima tahun setelah Marvell menyatakan perasaannya tepat pada tanggal 1 Januari di kebun teh daerah Jawa Barat. Waktu itu sekolahku mengadakan wisata alam dan hujan deras mengguyur. Aku tertinggal sendiri di gubuk di tengah tengah kebun teh. Lalu Marvell datang dia menyampirkan jaket hitamnya padaku dan menyatakan bahwa dia mencintaiku.
Apa gubuk itu masih ada di sana? Aku jadi penasaran.
“Nah. Sudah sampai Naya.”
Kami turun dari mobil dan Marvell menggenggam tanganku hingga sampai di gubuk tepat lima tahun yang lalu. Ternyata sudah banyak yang berubah. dinding bambunya sudah berganti menjadi tembok semen begitu juga atap daun yang berubah menjadi seng.
“Kamu ingat kan disini aku menemukanmu setelah mencari mu ke mana mana Naya. Aku sangat khawatir saat kamu hilang waktu itu.”
“Aku ingat Marvell. Aku sangat mengingatnya.”
Marvell mengeluarkan kotak hitam dari saku jaketnya. Dia membuka kotak itu dan sebuah kalung berbandul bulan terlihat. Marvell memasangkan kalung itu di luar hijabku. Sangat cantik. Aku sangat menyukainya. Dia begitu paham tentang aku yang berhijab ini.
“Bagaimana? Kamu suka?”
Aku mengangguk antusias. “Sangat indah. Terima kasih Marvell.”
“Lebih terlihat cantik kalau kamu yang memakainya Naya. Dan sekarang lihat mataku.”
Aku mengikuti ucapan Marvell melihat tepat ke iris mata biru gelapnya. Hari semakin sore. Semburat jingga mewarnai langit kebun teh Jawa Barat ini. Marvell menggenggam tanganku, mencoba menghangatkan tangan dinginku.
“Berjanjilah untuk tetap mencintaiku Naya. Ah, maaf aku tidak bermaksud mengekangmu untuk selalu bersamaku tapi aku harap kamu bersedia menempatkanku di hatimu karena kamu sudah mengisi ruang kosong di hatiku Naya. Aku mencintaimu tapi tidak dengan keyakinanmu. Maaf, aku tidak bermaksud membawamu untuk masuk ke keyakinanku. Apa kamu percaya suatu saat nanti aku akan menemuimu dalam satu keyakinan yang sama?” Marvell menjeda kalimatnya sebentar. “Dan pada saat itu juga aku akan meminangmu untuk menjadi perempuan yang akan menemani sisa hidupku juga ibu dari anak anakku.”
“Marvell.”
Sungguh aku tidak bisa berkata kata sekarang. Air mataku terkumpul dipelupuk mata.Tenggorokanku tercekat dan sangat sulit untuk bicara.
Ya Allah, apa semenyakitkan ini bila aku menjalani cinta dua agama? Apa semenyakitkan ini bila aku tau aku tidak bisa bersama dengan seseorang yang sudah mengunci dirinya di hatiku pada akhirnya? Sungguh aku tidak ingin berpisah dengannya. Tapi apabila Engkau menggariskan itu tolong tetap selalu jaga hatiku untuknya dan juga jaga dia untukku Ya Allah.
Amiin.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kubah Salib
Storie brevi[SEBUAH KARYA YANG BERISI KUMPULAN CERITA PENDEK] Apakah dengan mencintainya adalah dosa yang besar? »Kubah Salib [TAMAT] »Dua Bunga [On going]