DUA

15 3 0
                                    

"Jika yang menurutmu terbaik itu meninggalkanmu.
jangan bersedih. karna kau tidak kehilangan yang terbaik.
yang mengaku terbaik tak akan pernah meninggalkanmu dengan alasan apapun itu.
Tuhan akan mengirimkan pengganti yang jauh lebih baik. percayalah."


"Errghh"
Dey membuka matanya perlahan. rasa sakit di kepalanya membuatnya kembali mengatupkan matanya dan meringis.

"aku dimana? kenapa bau alkohol begitu menyengat disini.. apa aku di rumah sakit?"
Batin Dey sambil perlahan membuka matanya kembali.

"Dokter.. suster.. dia sudah siuman"
Suara berat khas laki-laki membuat Dey memaksakan menggerakan jemarinya dan memperjelas penglihatannya tapi pandangannya masih kabur.
dilihatnya samar-samar sosok dihadapannya yang pergi menjauh dari hadapannya dan cahaya terang menembus penglihatannya.
ternyata itu senter dari dokter yang mengecek apakah dia sudah sadar atau belum.

"Bagaimana kondisinya dok?"
Lelaki itu kembali mendekat kearah dokter dan beberapa suster yang berdiri mencoba memeriksa Dey.

"Dia akhirnya melewati masa kritisnya.."
kata dokter itu kepada lelaki berbaju coklat yang Dey tak tau siapa sebenarnya dia.

"Masih bingung kenapa kamu ada disini? saat itu hujan..
saat dimana aku keluar..
aku berada di tempat kejadian saat kamu kecelakaan.
Motormu rusak parah. untung saja kamu selamat. hanya saja jangan terlalu banyak bergerak karna tanganmu kata dokter patah, apa ada yang bisa dihubungi? keluargamu?"
Kata lelaki itu panjang lebar.


Dey hanya diam mematung dia seperti mengingat sesuatu dan berteriak histeris memanggil nama Dion.
menangis meraung-raung.

Lelaki itu kelihatan kebingungan.
dia menahan bahu Dey agar Dey tak dapat bergerak lebih dan mencelakakan dirinya sendiri.
apalagi tangannya diperban karna patah dan tangan sebelahnya ada infus.

"Tenang.. tolong tenang... Suster!"
Teriak lelaki itu.

sesaat kemudian dua suster datang dan menangani Dey yang terus saja menangis meraung-raung.
suster menyuntikkan obat penenang, dan Dey akhirnya terlihat melemah dan kembali tenang terlelap.

Lelaki yang bernama Ayn itu menatap sekeliling.
Dia melihat barang milik Dey yang berada di nakas sebelah ranjang.
Dia terlihat sibuk membongkar tas Dey dan berhenti saat benda pipih persegi panjang warna ungu itu ditangannya. itu handphone milik Dey.

Dengan cepat Ayn mencari kontak orang rumah di hp Dey yang bisa dihubungi.

"Halo.. Deysha Ailia wetref! kamu kemana aja sayang.. mama khawatir sama kamu. udah dua hari gak pulang. kamu kenapa sama Dion? Dia apain kamu, hah? mama hubungin dia katanya dia gak tau kamu kemana, kamu bisa-bisanya buat mama khawatir. kamu kemana? hah?"
cerocos mamanya Dey yang memang terkenal cerewet dari sebrang.
Spontan Ayn langsung menjauhkan telinganya dari handphone.

"Halo.. maaf saya cuma ingin memberitahukan bahwa.."

"Loh.. hellow. ini nomor anak saya. bener kok kamu siapa? hah? kok suara laki sih? kenapa hp anak saya ada di kamu? Dey anak saya mana?"
kata Mamanya Dey memotong kalimat Ayn.

"Anak anda di Rs Medika Kasih.. dia kecelakaan"
kata Ayn to the point karna tak ingin kalimatnya dipotong lagi oleh mamanya Dey.

"a..apa?"
setelah berkata itu sambungan telepon terputus.

Ayn hanya menggaruk-garuk tengkuknya yang tak gatal.

"ternyata nama wanita ini Dey.
manis. di layar hp nya dia dengan seorang lelaki. apa ini pacarnya? entahlah.."
kata Ayn dalam hati sambil mengotak atik hp milik Dey dan menatap foto Dey lama.

"dia terlihat seperti.. ah tidak mungkin itu masa lalu."
Ayn mengusap wajahnya setelah menatap lama wajah Dey yang terlihat begitu damai terlelap.

"aduh.. hujan sudah mau berhenti. aku harus cepat pergi.. aku pergi yah.. nanti mama kamu akan datang.. aku sebenarnya tak tega meninggalkan kamu sendirian disini tapi hujan akan reda dan aku tak bisa disini lagi kalau hujan reda"
Kata Ayn kemudian mengusap rambut Dey pelan.
kemudian dia berlalu pergi.

Di lorong rumah sakit Ayn berlari kencang kearah pintu keluar tanpa dia ketahui dia baru saja berlewatan dengan mamanya Dey yang juga baru sampai di rumah sakit. mamanya Dey terlihat begitu tergesa-gesa menuju kearah meja informasi.

"Anak saya dimana.. anak saya kecelakaan namanya Deysha! dimana ruangannya? hah?"
kata mamanya Dey setengah berteriak membuat beberapa orang sekeliling menatapnya.

"sebentar ibu.. saya cek dulu. untuk nama pasien Deysha tidak ada ibu. tapi beberapa hari yang lalu ada seorang perempuan berumur sekitar dua puluh tahun kecelakaan.."
kata suster itu ramah.

"di ruangan mana?"

"Ruang flamboyan. lantai 3"
kata suster itu sekali lagi tersenyum.

dengan cepat mamanya memencet bel lift dan menuju lantai 3.

---------------

"Grekk"
suara pintu dibuka.

"Dey.. anak mama"
dengan cepat mamanya memeluk Dey yang masih lelap tertidur.

"mama?"
Dey membuka matanya saat merasakan ada seseorang yang memeluknya.

"Kamu tau gak mama khawatir sama kamu. mama udah cari dua hari ini kerumah semua temen kamu. termasuk kerumah Dion.. tapi kamu gak ada.. mama hampir gila Dey.. kamu satu-satunya yang mama punya sekarang setelah papa meninggal.. dan.."
Tangis mamanya pecah.
terlihat mamanya begitu tidak mau kehilangan Dey.

"Ma..."
Dey merasakan perih dihatinya saat nama Dion kembali disebut oleh mamanya.

"Dey udah putus sama dia.."
Kata Dey menatap kaca jendela yang terbuka melihat pemandangan luar kamar inapnya.

mamanya kembali memeluk pelan Dey. seakan bisa merasakan kesedihan yang dirasakan anaknya.

"Kamu yang sabar sayang.. setelah ini kamu gak boleh bawa motor lagi. kalau mau pergi biar mama antar pakai mobil. lihat kan jadinya kalau kamu nge bantah mama. jadinya gini. soal Dion biar mama yang urus"
kata mamanya dengan wajah serius.

"Gak perlu ma.. kali ini aku gak mau menyakiti siapapun lagi.. mama gak boleh nyakitin Dion, ini salah aku. bukan dia"
Bela Dey kepada mamanya.

"See? kamu bela dia saat dia sudah nyakitin kamu. Dey.. kamu jangan mau dibodohin lagi sama Dion.."

"ma.. please. lupain aja semua ini"

"Ya udah. kamu istirahat dulu. jangan pikirin Dion dulu. lihat tuh tangan kamu sampe kayak gini.. ngeri mama liatnya. ingat, kamu gak boleh bawa motor lagi"
kata mamanya mengusap pelan tangan Dey yang di perban.

"Oh iya. mama lupa nanya. siapa yang bawa kamu ke RS?
pasti orang itu udah bayar uang administrasinya dulu.. secara gak mungkin kamu masuk ruang inap kalau gak urus administrasi nya dulu?"
tanya mamanya ke Dey yang dibalas gelengan oleh Dey.

"Pas Dey buka mata tadi ada seorang lelaki yang Dey gak kenal... Mungkin dia yang nolong dey.. tapi Dey gak tau sekarang kemana perginya"
Kata Dey menjelaskan dengan suara paraunya.

"Oh yah? mama bakalan terima kasih banget sama orang itu karna udah nolong kamu dan mama juga bakalan bayar semua uang yang sudah dia keluarkan lebih dulu karna nolong kamu.."

Dey hanya bisa mengangguk setuju dengan perkataan mamanya.

Dia menatap kaca jendela lagi.
meresapi setiap rasa sakit yang dia rasakan kini.
bukan sakit ditubuhnya. namun batinnya.
saat-saat dia kehilangan orang-orang yang dia cintai saat dimana hujan juga turun.
membuatnya kini merasa benci dengan hujan.
setetes air mata menetes dari matanya.

"kenapa harus saat hujan aku kehilangan sosok papa dan cinta Dion.. kini setiap hujan aku merasakan sakit yang sama seperti hari itu.."

TBC.

Dear: Mr.RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang