Satu

139 29 39
                                    

Aku tengah melihat awan yang memiliki bentuk indah bermacam-macam dari atap sekolah ini dengan tenang dan damai sebelum ada suara yang berteriak memanggilku. Dan kupastikan dia tidak akan berhenti memanggilku sampai aku menoleh dan menjawab panggilannya.

"Widyyyy!!!!"

Aku menghela napas kasar. Tidak bisakah dia mengecilkan suaranya yang beroktaf itu?! Lagipula kebiasaannya yang tidak langsung menghampiriku dan mengatakan apa tujuannya memanggilku sebelum aku merespon panggilannya tidak sedikitpun hilang. Seharusnya satu tahun mengenalku sudah cukup membuat seseorang mengerti sikapku.

Aku tidak terlalu suka merespon hal-hal yang menurutku tidak penting, emm,,maksudku membalas sapaan atau panggilan orang lain mungkin satu dua kali, yah..aku masih menggubrisnya. Tapi, ini Ayunda. Dia orang pertama yang aku kenal sejak aku menginjakkan kakiku di sekolah ini. Dan seharusnya, dia sudah mengerti luar dalam sikapku.

Sabar, Dy! Ayunda itu memang orangnya polos, sangat polos malah. Pernah satu hari aku benar-benar tidak ingin berbicara tentang hal yang bertele-tele dan aku mendiamkannya. Dia yang pada saat itu sedang bercerita langsung diam seribu bahasa setelah banyak kata yang ia ucapkan. Aku sungguh bersyukur saat itu, tapi setelahnya, dia bertanya ini-itu,

Widy, kamu marah sama aku?

Kamu kalau marah bilang dong, Dy.

Aku takut kamu kayak gini ke aku.

Widy, bicara sama aku.

Kamu dari tadi sama sekali nggak respon aku.

Kamu sakit?

Kita ke UKS ya, muka kamu merah, Dy.

Kamu marah ya?

Ada masalah apa?

Cerita sama aku Widy kalau ada masalah, mungkin aku bisa bantu?

Kamu masih mau diam ya?

Oke, aku bakalan sabar nunggu kamu cerita.

Widyyyy, ini pasti marah sama aku.

Mayaaa, Niaaa,, lihat nih Widyy.

Kalian kenapa diam aja sih? Kasihan tahu Widy mukanya merah. Dia sakit, tapi diem aja dari tadi.

Haduh, aku takut May! Kamu aja deh yang bicara sama Widy.

Bla,bla,bla,bla yang lain.

"Dia lagi pengen sendiri, Yun! Udah jangan diganggu!"

Dan kalian tahu jawaban singkat dari dua orang temanku yang lain bahkan tidak ampuh untuk membungkam mulut Ayunda.

Kembali lagi dengan Ayunda yang masih berdiri di pintu atap sekolah dengan mulut yang masih terbuka meneriaki namaku.

Aku menoleh ke belakang dan mendapatinya tersenyum. Sebegitu polosnya dia sampai tak pernah bisa membedakan mana orang yang sedang marah dan tidak. Aku harus pakai topeng macan apa Yun biar kamu tahu kalau aku ini lagi nggak mau diganggu.

Huft, sabar.

"Apa?" Tanyaku yang membuatnya melangkah mendekat setelah menutup pintu.

Dia mengambil tempat di sebelahku. Kutunggu dia berbicara,

Satu menit

Dua menit

Tiga menit

Lima menit

Tujuh menit

Tapi tak ada sepatah katapun yang keluar. Aku menolehkan kepalaku dan melihat Ayunda yang berbeda. Dia melihat langit dengan tangan yang menopang wajahnya. Dia memang selalu mengagumi apa saja yang membuatnya tertarik. Tapi, wajah yang tenang tanpa ocehan inilah yang baru aku lihat.

Lost IN LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang