Dua

77 23 10
                                    

"Gimana udah baikan?" Tanya mama yang membantuku untuk duduk.

Kalau dibilang berlebihan. BIG YES!!

Kaki keseleo saja langsung dilarikan ke rumah sakit? Ayunda ituuu..

Aku mengangguk meski menahan sakit di bawah sana. Kakiku seperti mati rasa karena di gyp.

Setelah mereka bertiga memilih untuk mengantarku pulang dan meminta izin karena kegiatan sekolah yang hanya sekedar lomba-lomba final saja. Mereka bahkan langsung membawaku ke rumah sakit dengan usul Ayunda dan karena di rumah hanya ada Bik Rina yang menunggu Al pulang. Padahal saat itu sudah jam dua belas lebih, apa Al masuk siang ya? Pikirku.

Setelah salah satu dari orangtua ku bisa ditelepon dan datang ke rumah sakit, mereka undur diri untuk pulang ke rumah. Dan setelah nada khawatir ketiganya memenuhi telingaku saat pulang ke rumah dan menuju rumah sakit, gantian mama yang bertanya ini-itu lalu mengatakan banyak sekali petuah-petuah hingga membuatku tertidur dan bangun dijam segini. Sudah pukul delapan malam.

Astaga!

"Papa belum ke sini?" Tanyaku menatap sekitar. Hanya ada mama dan Al yang sedang tidur nyenyak di sofa.

"Lagi ngurus kepulangan kamu. Tapi, sudah nggak ada yang sakit kan, Dy?" Wajah khawatir mama kembali dan itu membuatku memutar bola mataku.

Bukannya aku tidak suka mama sangat sangat perhatian padaku dan Al disela-sela kesibukan mereka. Tapi, aku rasa perhatian berlebihan dari Ayunda sudah lebih dari cukup untukku.

Aku tahu ini semua hanya bentuk kasih sayang dan cinta yang tidak semua anak akan diperhatikan sepertiku disela-sela pekerjaan orang tua mereka. Benar?

Jadi aku hanya memegang tangannya yang menggenggam erat tangan kananku yang diinfus.

"Ma, kaki aku yang sakit tapi kenapa tangan aku yang diinfus?" Tanyaku heran dengan mengangkat tangan kananku.

"Kamu itu, masak iya kaki kamu yang diinfus. Mau punya kaki gajah kamu kalau kakinya yang diinfus? Tambah bengkak nanti adanya." Mama terkekeh sambil geleng-geleng kepala.

"Gitu, dong. Widy lebih suka wajah mama yang tersenyum dan tertawa daripada yang tadi. Muram, hari aku rasanya ikut nge-blur." Guyonku.

"Lebay kamu, Dy! Mama kan-"

"Stop! I know and I won't to hear the repeat again!" Aku mengangkat tanganku ke depan wajah mama.

Mama tersenyum kembali dengan tangan yang mengusap rambutku lembut. Aku menutup mata menikmati usapan itu, dan kembali membuka mata saat suara papa menyapaku.

"Kamu ngantuk, Dy? Papa sudah urus kepulangan kamu. Apa kamu masih perlu istirahat di sini?"

Aku menggeleng keras. "Nggak mau. Widy pulang aja, tidur di rumah. Tapi, nanti mama temenin, ya."

"Terus papa sama siapa dong?"

Aku memajukan bibirku. "Pilihan mama sekarang Widy, kok. Nanti papa biar nemenin Al tidur."

Aku tersenyum menang ke arah papa yang kini akan mengajukan protes.

"Mama kok gitu,"

"Pa.." Panggilan mama yang selembut itu tak akan bisa dibantah oleh papa.

Dan aku hanya bisa tersenyum dan memeluk mama. "Maaf ya, pa."

"It's okay. Papa tadi ada rapat dan baru bisa datang jam lima sore. Untung papa bisa handle semuanya tanpa mama."

Papa mendekat dan mengusap kepalaku dan mengecupnya singkat, beralih ke mama dan memeluk kami.

"Papa tadi khawatir-"

Lost IN LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang