Empat

49 18 3
                                    

Setelah dua hari beristirahat di rumah. Aku kembali masuk sekolah meskipun kegiatannya masih saja santai, seperti lomba-lomba yang kebanyakan peminatnya adalah laki-laki.

Kakiku sudah benar-benar sembuh karena banyak sekali ocehan tiga wanita-ralat, maksudku empat wanita yang tiap jamnya bertanya bagaimana kabarku, jangan lupa meminum obat, jangan lupa banyak berjalan, jangan lupa ini, jangan lupa itu, dan bla bla bla bla. Dan itu berlangsung selama dua hari.

God! Aku benar-benar tidak percaya mereka bersekongkol sebagus itu.

Dan tiga semprul itu membuat ingatanku untuk memarahi mereka lumpuh karena saking banyaknya ocehan mereka, hingga membuatku tidak tahan jika berlama-lama ada di dekat mereka.

Seharusnya aku yang banyak mengomel karena masalah Aji yang tiba-tiba datang seperti jalangkung itu?!

"Wiiddyyyy!!"

Telingaku sudah sangat akrab dengan suara cempreng satu ini.

"Jam berapa nih baru masuk? Lagian nggak ke kelas dulu malah ke kantin." Ujar Nia yang memegang botol minum yang sudah tandas isinya.

Aku tak mengindahkan keduanya dan langsung duduk setelah sebelumnya aku memesan mie ayam.

Nia duduk di hadapanku dan Ayunda memilih di sampingku. Tatapan Nia dingin berbeda sekali dengan Ayunda yang saat ini tersenyum tanpa alasan yang kebanyakan tidak jelas. Tapi bisa aku tebak kalau senyumnya itu karena aku sudah masuk ke sekolah. Tapi entah kenapa aku juga menebak kalau senyum itu seperti dipaksakan.

"Aku seneng banget deh, Dy kamu udah bisa masuk kayak biasanya."

Aku mengangguk dan tersenyum menanggapi. "Udahan kali Yun peluknya. Aku nggak mau dibilang abnormal." Tanganku mencoba melepas pelukan eratnya dari tubuhku.

Ayunda segera melepasnya. Aku kembali menatap Nia yang daritadi masih melihatku seakan menguliti tubuhku. Ada apa sih dengan orang yang satu ini?!

"Kamu kenapa, Ni? Nglihatin aku kayak aku penjahat aja. Kamu nggak mungkin marah kan karena aku nggak jawab pertanyaan kamu tadi?"

"Ngapain marah soal begituan. Nggak penting!" Ucapnya ketus.

Tidak mungkin seorang Nia yang hanya dingin dengan orang yang baru ia kenal memperlakukan sahabatnya seperti ini.

BRAAKKK!!!

Astagaa!!

Aku dan ayunda bahkan beberapa orang yang ada di kantin ini terkejut saat Nia menggebrak meja dan pergi meninggalkan kami. Jika aku punya penyakit jantung, mungkin aku sudah tidak bernapas karena saking kagetnya.

Nia itu satu-satunya murid perempuan yang ikut ekstrakurikuler beladiri di sekolah. Dia juga mengikuti kegiatan semacam itu di luar sekolah. Membuatnya wanita kuat seperti baja. Fisiknya sama seperti Ayunda, terlatih. Tidak kaget jika dia selalu menggunakan kekuatannya jika sedang diluar kendali. Emosinya mudah terpancing setelah meninggalnya sang ibu.

Aku mengelus dadaku yang masih bergemuruh saat ini, menghembuskan napas beberapa kali hingga tenang. Aku melirik ke sebelah dan melihat Ayunda yang masih gemetar.

Nia memang sering memperlihatkan sosoknya yang terkenal bringas jika sedang marah, tapi bukan di depan kami.

Dan saat ini pasti ada masalah serius yang membuatnya sampai emosi tingkat hingga hilang kendali di hadapan kami.

"Udah, Yun. Ini minum dulu." Aku menyodorkan tempat minumku kepadanya dan Ayunda langsung meminumnya perlahan dengan tangan yang benar-benar bergetar.

Apa yang sebenarnya aku lewatkan dua hari ini di sekolah? Kenapa juga tidak ada satupun dari tiga orang ini yang bercerita di saat mereka menghubungiku? Nia sudah pasti mempunyai masalah yang serius saat ini.

Lost IN LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang