2. The Notebook

8 1 0
                                    

"Aaaanddd here comes our class president!"

"SAAAAAMMM! I'M COMING!" tanpa pikir panjang, Gabriel berlari menuju sahabat sematinya itu dan melompat ke atas pangkuannya.

"Eh tolong ya lo bukan cewek! Bangun gak lo!"

Gabriel terkekeh, lalu pindah ke kursi tepat di sebelah Sam. "Ngomong-ngomong, mana nih oleh-oleh buat gue, Mr. Womanizer?"

"G, hidup gue emang penuh dengan cewek, cuma belom sampe tahap berhubungan intim juga kali." Ujar Sam sembari mengeluarkan paper bag polos berisi berbagai macam cokelat.

Wajah Gabriel yang tadinya bersemangat kini berubah cemberut. "Sam, lo tega banget sih sama gue..."

"Tolong gue ya G, gue serahkan masa depan gue ke tangan lo. Hehehe."

Gabriel menghela nafas panjang. "Lo beneran mau deketin Ela? Pake coklat?"

Sam mengangguk yakin. "Gue tau dia mungkin gak inget gue karena kakaknya yang SUPER protektif," ujarnya sambil menyinyir, "tapi gue gak bisa nyerah gitu aja dong."

"Coba aja deketin. Sampe gue mati gue gak akan bolehin adek gue yang polos lo cemarin," Gabriel mengambil satu coklat dari dalam kantong dan langsung melahapnya. "By the way, Ela gak suka coklat. Gagal deh lo, hehehe. Ini buat gue aja ya. Makasih loh gue terharu,"

Ekspresi Sam yang kecut langsung membuat Gabriel tertawa puas dengan kemenangannya. Enak aja mau deketin Ela, lo kira gampang?
.

Seperti biasa, Salma menghabiskan waktu istirahatnya di kelas untuk tidur. Ia selalu suka tempat duduk tepat disebelah jendela. Meskipun mataharinya begitu terik, ia tidak begitu peduli. Angin sepoi-sepoi yang bertiup begitu ia membuka jendela membuatnya tenang seketika.

1 message from 08**-****-****

Salma menghela nafas panjang, lalu membuka pesan dari nomor tidak dikenal itu. Paling paling juga gak penting.

Salma sayang, mama tau kamu masih marah. Mama minta maaf. Mama akan selalu sayang kamu.

Rasanya kepala Salma ingin meledak sekarang juga. Harus berapa kali mamanya mengganti nomor hanya untuk menghubunginya sampai ia bisa mengerti bahwa tidak sekalipun Salma ingin untuk berbicara dengan mamanya sendiri?

Tanpa ragu-ragu, Salma memblokir nomor mamanya untuk entah keberapa kalinya.

Salma sendiri tidak mengerti kenapa dirinya begitu sensitif terhadap persoalan yang bahkan sudah berlalu sejak ia masih digendongan neneknya. Begitu Salma sadar, air mata sudah mengalir di kedua pipinya.

Ia butuh udara segar.

Baru saja Salma melangkahkan kakinya keluar dari kelas, seseorang bertubuh tinggi dengan bahu yang lebar -selebar dua kali bahu Salma sendiri, mungkin- menabraknya hingga terjatuh.

Kenapa gue selalu sial di hari pertama, sih?

"Aduh, sori banget! Gue ga bisa ngerem tadi. Ah lo sih Sam, ngapain ngejar ngejar gue!"

Salma menggigit bibir bawahnya, menahan sakit yang menyerang bokongnya. Dasar bocah. Anak SMA mana yang masih main kejar-kejaran, sih?

Salma mengambil buku-bukunya yang berserakan dengan terburu-buru. Ia tidak ingin berurusan dengan siapapun saat ini. Salma juga tidak butuh mendengar permintaan maaf dari cowok itu. Tanpa babibu lagi, ia melangkahkan kaki pendeknya dengan cepat menjauh dari kelasnya.
.

"Hei lo! Tunggu!" teriak Gabriel begitu melihat Salma yang pergi begitu saja. Aneh banget deh.

"Ketinggalan tuh, bukunya,"

Gabriel mengambil buku kecil bercover hitam polos yang tergeletak di bawah meja. Gak ada namanya. Mungkin di dalemnya..?

Property of Salma Mariela. If found, please return this immediately!

Prizes for returning (choose one):
1) 5 minutes of face to face conversation with me
2) free lunch with me
3) 3 reasonable wishes granted by me

Tanpa sadar, Gabriel tersenyum sendiri melihat tulisan Salma. Memangnya sespesial apa sih cewek ini, sampe ada hadiahnya segala?

"Lo kenal ni cewek, Sam?"

Sam menggeleng. "Keliatannya sih aneh juga orangnya. Lo balikin gih, gue ga tertarik sama hadiahnya,"

Gabriel menaruh notebook Salma di kantong celananya. Mungkin ia akan bertemu dengan Salma lagi nanti. Cewek itu pasti bakal sadar notebooknya hilang, kan?

100 ReasonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang