.
.
.
"La, lo bukannya sakit?" tanya Gabriel kebingungan begitu ia melihat adiknya tengah tertawa terbahak-bahak menonton acara televisi korea. Cewek jaman sekarang emang aneh semua kayaknya. Yang satu jutek, yang satunya gila. Kenapa gak ada satupun cewek yang waras di sekitar gue?"Kak, lo harus nonton ini. Kayaknya demam gue udah ilang gara-gara gue ketawa terlalu banyak," ujar Ela yang tidak melepaskan matanya dari layar televisi.
Setelah melepas sepatu dan menaruh tas sekolahnya, ia memegang kening adiknya itu. "Masih agak anget. Lo udah minum obat tadi siang?"
"Udah kok kak. Gue udah gede kali, udah bisa ngerawat diri sendiri kok."
Gabriel menghela nafas, lalu mengacak rambut Ela. "Iya, iya. Adek gue udah gede. Bahkan udah ada yang mau deketin,"
Ela mengernyit mendengar ucapan kakaknya. "Deketin gue? Siapa?"
"Ya ada lah. Cuman gak gue kasih, enak aja lo. Belajar dulu yang bener, fokus dulu tuh sama UN. Baru pikir cowok."
Ela menggeleng kepalanya, bingung dengan kakaknya yang super protektif. Perasaan papanya sendiri aja nggak seprotektif itu, deh.
"Oh ya kak, tadi pas mau pergi mama ada taroh duit di meja. Buat makan malem katanya, soalnya mama sama papa mau pergi sampe malem."
Mata Gabriel membesar begitu mendengar informasi dari adiknya. "Dek, saatnya kita membabi buta. Lo pesen PHD, gue pesen KFC. Kalo duitnya cukup, kita tambah padang. Deal?"
Ela tersenyum lebar mendengar rencana kakaknya, lalu mengacungkan jempolnya. "Siap bos!"
.
."G, kemaren gimana lo sama tuh cewek?" tanya Sam tiba-tiba setelah pesanan bakso mereka datang.
"Kayaknya gak perlu ditanya juga lo udah tau gimana akhirnya Sam. Kadang gue bingung, apa yang bikin cewek jadi galak kayak dia,"
"Kalo emang dasarnya galak, mau lo apain juga gak bakal tiba-tiba berubah jadi malaikat." ujar Sam sambil menyantap baksonya.
"Gue penasaran, Sam. Gue rasa dia bukan dasarnya galak, deh," memori ketika Salma berbicara sambil menatap matanya kemarin terulang kembali. Gabriel yakin ia melihat sesuatu di balik mata Salma. Bukannya sotoy lebay, tapi cara cewek itu menatap Gabriel justru berkebalikan dari sikapnya.
"Kayaknya dia juga tipe penyendiri. Istirahat aja gak pernah nongol di kantin,"
Gabriel terdiam sejenak, kemudian berdiri dari tempatnya. "Sam, lo abisin bakso gue ya. Gue ada urusan,"
Tanpa menunggu respon dari Sam, kaki Gabriel melangkah cepat, membawanya menuju kelas 10 IPA 1.
Demi apapun, Gabriel benar-benar penasaran dengan cewek satu ini.
Awalnya, Gabriel yakin ia tidak akan menemukan Salma di kelasnya. Tapi begitu ia menengok ke dalam, ia melihat cewek dengan rambut panjang yang dikuncir kuda, duduk menopang kepalanya sambil melihat keluar jendela. Itu dia orangnya.
"Lo ngeliatin apa di luar?" tanya Gabriel tanpa sadar. Tapi kepala cewek itu tetap membelakanginya, sampai Gabriel menyadari bahwa ternyata cewek itu sedang memakai earphone.
Apa dia gak laper? Jam istirahat kedua gak makan? Rasa-rasanya Gabriel bisa pingsan. Tidak ingin mengganggu Salma, Gabriel melangkah pergi kembali menuju kantin. Tiba-tiba saja perutnya merengek minta makanan. Goblok lo G. Kenapa gue suruh Sam buat abisin bakso gue tadi?
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
100 Reasons
Teen Fiction"Semua orang itu berhak untuk bahagia, termasuk lo sendiri. Mulai hari ini, gue bakal sebutin seratus alasan kenapa lo pantes untuk bahagia. Gue bakal bikin lo senyum setiap hari, Sal." Salma menunduk, menghindari tatapan cowok di depannya itu. Ngom...