Seumur hidupnya, Salma tidak pernah merasa sepanik ini sebelumnya.
Notebook yang biasanya selalu ia bawa kemana-mana, tiba-tiba saja hilang entah kemana.
Please keselip. Please Salma, lo ga sebego itu buat jatohin buku lo sendiri kan?
Laci kecil dibawah mejanya kini sudah berantakan. Salma sudah mencari di setiap buku yang ia miliki, tapi hasilnya nihil. Notebooknya memang hilang.
Bukannya berlebihan atau apa, tapi kalau saja ada orang yang membuka halaman pertama, Salma bisa malu setengah mati. Rasanya lebih baik enyah dari dunia, deh.
"Astaga," gumam Salma begitu memori tentang insiden ia jatuh di depan kelasnya muncul. Buku gue kan jatoh berserakan disitu. Gak mungkin....
Salma hanya bisa mencaci maki dirinya dalam hati sekarang. Bego, bego, bego. Ia saja tidak sempat melihat muka cowok yang menabraknya, bagaimana ia mau meminta kembali bukunya?
Tunggu dulu. Kalo Salma gak salah denger, waktu itu si cowok yang menabrak memanggil cowok disebelahnya.... Sam, kan?
Tanpa pikir panjang, Salma berjalan menuju kantor admin. Ia hanya bisa berharap jumlah murid yang bernama Sam hanya sedikit. Ogah banget deh kalo Salma harus ngomong sama banyak orang.... nggak mungkin, kan?
"Bu, boleh saya tau apa ada yang namanya Sam di kelas 11 atau 12?"
Si ibu dengan juteknya mengambil tumpukan list sambil melirik Salma. Yah, Salma memang jarang menunjukkan diri di kumpulan guru-guru sih, jadi gak heran kalau si ibu menatapnya penuh kecurigaan.
"Kelas 12 IPA 2, Sam Geraldi Wijaya. Ada urusan apa kamu?"
Salma menggeleng. "Ga kenapa-napa bu, cuma pengen tau aja. Makasih ya bu." Salma langsung kabur dari kantor admin sebelum ia ditanya-tanyai lagi. Hari ini udah berjalan sangat buruk, dan Salma nggak butuh rintangan lainnya.
."G, gue ke rumah lo ya, pleaseeee." ujar Sam dengan wajah memohon begitu bel pulang selesai berbunyi. Sam nggak bakal nyerah gitu aja buat deketin Ela, gak peduli mau seberapa protektifnya Gabriel terhadap adik satu-satunya itu.
"Gak. Ela hari ini gak sekolah, jadi lo gak boleh ke rumah. Sori bro,"
"Hah emang Ela kenapa gak masuk seko-"
"Ada yang namanya Sam disini?"
Suara cewek yang memotong omongan Sam membuat keduanya menoleh ke arah pintu.
"Lo cari Sam? Tuh, di pojok sana. Yang lagi duduk sok keren di meja,"
Bersamaan dengan gerombolan murid satu per satu keluar dari kelas, mata Salma mencari sosok Sam, yang ternyata memang sedang duduk sok keren di atas meja. Gak sopan banget, deh.
Tanpa ragu-ragu, Salma melangkah menghampiri dua cowok yang saat ini bengong melihatnya. Sebenarnya, Salma nggak takut untuk ngomong sama orang. Ia hanya merasa malas karena Salma nggak mau membuang waktu berharganya.
"Notebook gue. Lo ambil?"
Sam meneguk ludahnya, "lo.. siapa ya? Kenapa nyari gue?"
Berbeda dengan Sam yang keliatannya bener-bener clueless, Gabriel ingat betul cewek ini.
"Gue yang ditabrak tadi, buku gue jatoh berserakan disitu. Sekarang gue tanya, lo ambil gak?" Salma sudah kesal sendiri rasanya. Apa susahnya sih bilang iya atau nggak?
Gabriel yang sedaritadi diam baru teringat tentang notebook yang ia simpan di kantong celananya. "Ini maksud lo?"
Salma menoleh ke arah Gabriel, yang kini memegang notebook hitamnya. "Lo.... buka dalemnya?"
Salma mulai merasa panik. Tulisan memalukan di dalamnya itu ia tulis ketika masih SD, nggak mungkin cowok ini mengira-
"Gue beneran dapet hadiah nya gak nih? Kalo disini, tulisannya sih..."
Gabriel membuka halaman pertama, yang menampilkan tulisan ceker ayam milik Salma. Salma yang panik pun meraih notebook miliknya, namun Gabriel bereaksi lebih cepat dengan mengangkat notebook milik Salma tinggi-tinggi.
Salma tidak pernah merasa semarah ini terhadap seseorang. "Balikin!"
"Eits! Gue bakal balikin ke lo, tenang dulu kali,"
Salma menghela nafas panjang. Salma benar-benar dibuat frustasi sekarang. Apa maunya cowok ini sih?
"Pertama. Lo harusnya bilang terima kasih sama gue karena gue yang ketemuin. Kedua, lo gak ada sopan santun sama sekali. Gue kakak kelas lo, tau? Dan yang ketiga, minta nya baik-baik, bisa?"
Salma menatap mata Gabriel tajam, membuat Gabriel kebingungan sendiri dengan alisnya yang mengerut. "Galak amat jadi cewek," ujarnya, "gue ga buka isinya kok. Cuma liat halaman pertama karena gak ada namanya. Santai kali,"
"Gue cuma mau lo balikin buku gue. Ngapain bikin diri lo sendiri ribet?"
"G, gue gak jadi ke rumah lo deh. Byeeeee!" Sam berlari keluar dari kelas, meninggalkan Gabriel dan Salma sendirian. Ogah banget deh kalo harus ngurusin cewek galak kayak gitu!
"Woi Sam! Lo-"
"Lo mau kejar temen lo itu kan? Ya udah silahkan, tapi balikin buku gue dulu. Gampang, kan?"
Gabriel menggelengkan kepalanya, lalu melipat tangannya di depan dada. "Nama lo Salma, kan?"
Salma bungkam, matanya terkunci dengan bukunya yang masih di tangan Gabriel. Kalo gue rebut, dapet gak ya?
"Salma Mariela, kelas 11 IPA 1." Gabriel menunduk, mendekatkan wajahnya ke wajah Salma. "Gue gak pernah liat lo sebelumnya. Antara lo anak baru, atau lo gak punya temen. Hmmm,"
Salma kini menatap mata Gabriel, merasa bahwa ia harus menunjukkan bahwa Salma tidak takut sama sekali. Memangnya kenapa kalau senior? Tingkahnya aja mencerminkan anak SD. Buat apa Salma sopan sama cowok kayak gini?
Gabriel berdeham, menjauhkan wajahnya dari Salma. "Tebakan gue sih lo gak punya temen. Apalagi lo galak,"
"Jadi mau lo apa sekarang?"
"Mau gue?"
Salma mengangguk. Mungkin kalau ia sabar sedikit, cowok ini baru mau mengembalikan bukunya. Tahan, Sal. Tahan emosi lo.
"Mau gue....." Gabriel terlihat berpikir sejenak, "ah, gue tau."
Ia membuka halaman pertama, lalu menunjukkan tulisan yang tertera disana. "Nih, gue pilih nomor 3,"
Sekarang giliran alis Salma yang mengerut. "Itu cuma bercandaan yang gue tulis pas masih SD. Lagian juga bukan lo yang ngembaliin, tapi gue yang cari lo. Jadi gak keitung."
"Kalo gue sekarang kasih ke lo, namanya gue ngembaliin bukan?"
Salma terdiam, yang langsung membuat Gabriel tersenyum lebar. "Oke, akan gue tagih ketika gue kepikir sesuatu. Nih, buku lo."
Salma mengambil bukunya dari tangan Gabriel dengan wajah pasrah.
Mulai sekarang, Salma nggak akan pernah mau masuk di hari pertama lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
100 Reasons
Teen Fiction"Semua orang itu berhak untuk bahagia, termasuk lo sendiri. Mulai hari ini, gue bakal sebutin seratus alasan kenapa lo pantes untuk bahagia. Gue bakal bikin lo senyum setiap hari, Sal." Salma menunduk, menghindari tatapan cowok di depannya itu. Ngom...