.
.
.
Sudah 3 hari berturut-turut Gabriel sengaja melewati kelas Salma, dan diantara ketiga hari itu, tidak satupun ia melihat Salma pergi dari tempat duduknya untuk makan.Gila, apa cewek ini beneran gak makan?
Sebut saja Gabriel kepo atau apapun. Pokoknya dia tidak bisa melihat hal seperti ini dibiarkan begitu saja. Melihat Salma tidak mengisi perutnya sama sekali itu sama seperti melihat adiknya mogok makan. Sama-sama bikin dirinya khawatir.
"Sam, lo makan bareng yang lain aja ya hari ini. Gue mau balik ke kelas," ujar Gabriel setelah membeli 2 roti rasa coklat dan srikaya, yang dibalas Sam dengan anggukan tanpa curiga. Emang ya itu anak, masa gak pengen tau kenapa gue tiba-tiba beli roti buat istirahat? Lagian sejak kapan juga gue makan roti?
Jujur, jantung Gabriel rasanya berdebar semakin cepat ketika ia mendekati kelas Salma. Ia harus mempersiapkan diri untuk melawan semua ucapan yang keluar dari mulut cewek itu. Pokoknya gak boleh mati kutu!
Melihat Salma yang tengah tertidur, Gabriel menghela nafas panjang sebelum menarik kursi terdekat dan duduk menghadap Salma. Gila, babi banget tidurnya! Suara geretan kursi yang bikin ngilu setengah mati pun ga cukup berisik buat bangunin lo?
Gabriel mengambil earphone dari telinga Salma yang membuatnya terbangun. Setelah mendumel kata-kata tidak jelas dengan alis mengerut, Salma membuka matanya perlahan dan menoleh ke arah Gabriel.
Tatapan tidak suka dari Salma sekejap membuat Gabriel langsung menyesali perbuatannya. Duh, ini mah sama aja kayak bangunin singa tidur.
Gabriel kira cewek itu bakal langsung menghujaninya dengan cerocosan dan dumelan, tapi mulut Salma bungkam. Salma terlalu kaget untuk memproses apa yang baru saja terjadi. Apalagi ia baru dibangunkan dari tidur pulasnya. Bagaimana otaknya bisa langsung berfungsi normal?
Sebelum Salma bisa memarahinya, Gabriel menaruh kedua roti yang ia beli di meja Salma. "Ehm, nih. Makan. Gak baik kalo perut lo kosong, apalagi pas jam sekolah."
"Lo..." ucapan Salma terputus, mata hitam legamnya kini benar-benar terkunci pada mata Gabriel. Dan disaat itulah Gabriel baru bisa benar-benar meneliti sosok cewek di depannya itu.
"Lo tau gak, lo tuh lebih cantik kalo gak pake kacamata tebel ini." ujar Gabriel jujur sambil memegang kacamata Salma. Ucapan Gabriel membuat Salma tersadar, dan langsung merebut kacamatanya dari tangan Gabriel dan memakainya.
"Lo.. lo ngapain? D-disini... gue cuma sendirian. Lo.." Salma bingung. Kaget. Ia tidak tau harus memberi respon apa. Sadar, Salma. Siapa cowok ini?
Baru saja Salma membuka mulutnya untuk berbicara lagi, Gabriel langsung menyumpal mulut Salma dengan roti coklat.
"Eits! Jangan ngomel dulu. Nih ya mending lo makan, abisin rotinya biar kenyang. Kalo gak enak jangan salahin gue, salahin ibu kantin yang cari supplier roti gak enak. Gue pergi dulu," Tanpa menunggu respon dari Salma, Gabriel berlari pelan keluar dari kelas Salma menuju kelasnya, meninggalkan Salma terbengong-bengong sendiri.
Salma menggigit roti yang sudah terlanjur masuk ke mulutnya dengan bingung. Apa sih masalah cowok itu?

KAMU SEDANG MEMBACA
100 Reasons
Novela Juvenil"Semua orang itu berhak untuk bahagia, termasuk lo sendiri. Mulai hari ini, gue bakal sebutin seratus alasan kenapa lo pantes untuk bahagia. Gue bakal bikin lo senyum setiap hari, Sal." Salma menunduk, menghindari tatapan cowok di depannya itu. Ngom...