Green (With Envy)

67 9 29
                                    

a/n:
-Green with envy: cemburu
-Ada nama grup yang disensor/?

(Y/n) P.O.V

"(Y/n)."

"Apa?"

"Apa dia akan terus duduk disitu dan menjadi cctv-mu?" Aku pun otomatis menatap kearah wajah si sumber suara yang tepat berada di sebelah kiriku ini, Jang Yoonha.

Lalu kedua matanya menunjuk kearah bangku café lain yang berjarak beberapa bangku dari tempatku dan gadis disebelahku ini berada sekarang. Tampak seorang lelaki yang begitu menyadari bahwa aku tengah menatap kesal kearahnya, ia pun langsung balas menatapku. Seolah-olah lewat kedua matanya ia mengatakan, "anggap saja aku tak ada, ok?"
Aku pun menghela nafas.

"Biarkan saja dia. Ini juga bukan kali pertama kalinya kamu melihat dia bertingkah seperti ini kan?" ucapku lalu menyeruput sedikit caramel macchiatto pesananku.

"Lalu bukannya kamu ada janji bertemu dengan seseorang yang lama tak kau jumpai itu?" gadis ini kembali menanyakan pertanyaan.

"Entahlah. Lihat saja apa yang bakal terjadi saat aku bertemu dengannya. Mungkin dia akan seperti ini lagi," jawabku tanpa melepaskan pandanganku dari salah satu halaman paling belakang sketchbook milikku. Sementara tanganku mencoret- coret tak jelas di halaman itu.

"Memangnya 'seseorang' itu laki-laki atau perempuan?" tanya Yoonha lagi. Oke, di memang orang yang paling suka bertanya segala hal.

"Dia itu laki-laki, Yoon. Dan ralat, bukan 'seseorang' tapi 'beberapa orang', oke?" jawabku lalu menutup sketchbook-ku yang entah sudah berapa lama aku buka dan memasukkan peralatan menggambarku kedalam kotak pensil yang kubawa.

"Kau mau pulang?" Aku menganggukkan kepalaku. Sementara Yoonha pun ikut membereskan barang-barangnya setelah memastikan bahwa aku akan pulang.

Ekor mataku bisa menangkap sosok lelaki yang sedari tadi masih mengawasiku itu tiba-tiba saja berdiri dari bangkunya. Kemudian kurasakan dirinya yang semakin mendekat kearahku.

"Kuantar pulang," suara beratnya itu terdengar dengan jelas di telingaku.

Mataku yang sebelumnya terarah fokus pada isi tasku, kini menatap tajam tepat kearah kedua matanya. Jika ini film kartun, mungkin dari kedua mataku tampak api yang berkobar. Tapi, lelaki itu tetap menatapku datar.

"Aku sudah berjanji untuk pulang naik bis dengan Yoonha, tuan Kim Wonshik," jawabku kesal. "lagipula setelah ini aku ada pekerjaan. Bukankah kau juga harus mengurus lagu-lagumu seperti biasanya?" sambungku.

Laki-laki itu, Kim Wonshik -kekasihku- menghela nafas mendengar jawabanku. Lalu ia menatap kearah Yoonha sekilas dengan tatapan malas.

"Bukankah ia bisa pulang sendiri?" Wonshik mulai menunjukkan raut muka kesal. Suaranya pun terdengar tak suka. Aku memutar mataku malas seraya menghembuskan nafas.

"Tuan Kim, pulanglah sekarang, oke? Aku ada banyak pekerjaan dan jangan datang ke tempat kerjaku apapun alasannya," ucapku lalu menarik tangan Yoonha untuk meninggalkan salah satu bangku café yang hampir setengah jam sudah kami tempati.

"Berarti aku boleh datang ketika kau menemui 'beberapa orang' itu?" tanya lelaki bermarga Kim ini membuatku sukses berhenti beberapa meter darinya.

Huh, aku menyesal kenapa Wonshik memiliki pendengaran yang tajam, sedangkan aku terkadang bisa mengatakan sesuatu dengan suara yang cukup keras tanpa kusadari.

***

"Noona, kau tampak kesal hari ini, kenapa?" itu pertanyaan pertama yang kudengar dari Im Changkyun setelah beberapa menit aku memoles berbagai make up diwajahnya.

Colors (VIXX) [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang