Blue (As Ice)

70 8 34
                                    

Lee Hong Bin P.O.V

"Hong Bin oppa!" sebuah suara menyerukan namaku. Aku pun otomatis menoleh kearah sumber suara tersebut.

"Apa yang kau lakukan disini?" Tanyaku ketus begitu melihat kedatangan gadis itu. Ia berlari menghampiriku kemudian duduk disebelahku.

"Tentu saja mengikuti oppa," sahutnya polos lalu tersenyum.

"Bukankah dari kemarin aku sudah melarangmu untuk mengikutiku?!" tanyaku dengan nada membentak. Suaraku pun juga entah mengapa tiba-tiba saja meninggi.

"Oh, benarkah? Kalau begitu berarti aku yang tak mendengar kata-katamu," gadis itu -(y/n)- menjawab santai.

Tanpa banyak bicara lagi, aku segera pergi meninggalkannya dari bangku taman kota yang sebelumnya menjadi tempat bagiku untuk menenangkan pikiranku. Tapi, aku bisa mendengar bunyi sepatu sneakers-nya yang mengikutiku. Biasanya ia akan sengaja melakukannya untuk menunjukkan bahwa ia akan tetap mengikutiku kemanapun aku pergi. Aku bisa merasakan otakku yang perlahan terasa mendidih.

Sudah bermenit-menit aku berjalan dan nampaknya ia masih belum juga menyerah. Hanya sesaat aku tak mendengar bunyi alas sepatunya yang menghantam trotoar, dan kemudian terdengar lagi. Kemudian aku merasakan ada yang menusuk-nusuk lengan kananku dengan jari. Ketika aku menoleh kearah kanan, aku mendapati (y/n) memasang senyum lebarnya seraya menyodorkan es krim rasa cokelat favoritku. Entah bagaimana bisa ia membelinya secepat itu.

"Hong Bin oppa, ini kesukaanmu kan?" Tanyanya dengan nada riang.

Tuhan, aku tak sanggup melakukannya ...

Tanganku dengan cepat bergerak menepis kasar tangannya yang sedang menggenggam es krim tadi dan membuat es krim yang tadi ia sodorkan padaku jatuh ke tanah. Mataku menatap tajam kearahnya.

"Tinggalkan aku," ucapku dingin lalu segera pergi meninggalkannya yang masih terdiam di tempatnya berdiri.

"Wah, (y/n), ada orang yang menjual es krim keliling! Kau mau?" Tanyaku pada (y/n) dulu ketika kami berjalan-jalan di taman kota.

"Mau! Tapi oppa yang bayar ya. Aku tidak membawa dompet," sahut (y/n) seenaknya. Aku memajukan bibirku seraya pura-pura kesal.

"Iya deh. Untung saja aku membawa uang," ujarku. Lalu kami menghampiri orang tersebut dan membeli dua es krim rasa cokelat dan stroberi.

"Harganya xx won." Aku kaget begitu si penjual menyebutkan harganya setelah aku memesan. Masalahnya, uang yang kubawa ternyata hanya cukup untuk membeli satu es krim dengan dua rasa saja.

"Ah, bagaimana ini?" Tanyaku pada (y/n) yang berdiri di sebelahku. Ia memasang wajah kecewa, namun tiba-tiba raut wajahnya berubah senang.

"Oppa, beli es krimnya satu saja. Kita bisa berbagi. Oppa lebih suka yang rasa cokelat kan? Aku akan memakan yang rasa stroberi." (Y/n) sudah menjelaskan lebih dulu sebelum aku sempat bertanya maksud dari ekspresi wajahnya yang tiba-tiba berubah itu.

Belum sempat aku mengucapkan sepatah kata pun, ia sudah mengganti pesanan. Padahal aku berencana membatalkan rencanaku untuk membeli es krim. Yah, walaupun sudah terlanjur, aku tersenyum mendengarnya yang punya ide lebih baik dariku.

Tanganku bergerak menutup telingaku. Meskipun semua itu hanya ingatan lama yang terputar kembali di otakku, namun setiap percakapannya terasa sangat nyata. Seolah-olah aku tengah mendengarnya secara langsung.

Sadarlah Lee Hong Bin! -seruku pada diriku sendiri.

******

"Hong Bin oppa!" lagi-lagi suara itu mengganggu aktivitasku. Aku menoleh kesal dan mendapati (y/n) yang tengah duduk di pinggir lapangan basket.

Colors (VIXX) [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang