"Prill?"
Suara itu membuat Prilly menolehkan kepalanya ke balakang, ia mengusap pelan air mata yang terus berjatuhan dari matanya.
"Kamu nggak pa-pa?" tanya Alvaro sambil berjalan mendekat kearah Prilly.
Tapi pandangan Alvaro terhenti ketika ia melihat Ali yang berdiri di bawah guyuran hujan.
Alvaro sekarang mengerti, ia kemudian berjongkok di hadapan Prilly seraya menggenggam erat tangan Prilly menyalurkan kehangatan dan juga kekuatan pada gadis itu.
"Prill, mau ketemu Ali? Coba kalian berdua omongin dulu baik-baik ya?" ucap Alvaro pelan sambil menatap mata Prilly yang kembali berair.
Hatinya sakit ketika melihat perempuan yang selalu mengisi hatinya hancur seperti ini, ia tak tega melihat gadis kesayangannya terpuruk seperti ini.
"Aku nggak bisa ketemu dia lagi, Var."
"Kenapa?"
"Aku malu."
"Malu kenapa, hm?"
"Aku cacat, aku nggak bisa jalan!"
Alvaro memejamkan matanya sejenak. Ucapan Prilly seolah hantaman besar baginya.
"Jangan bilang gitu ya, kamu percaya sama aku semuanya bakalan baik-baik aja. Sekarang aku anterin kamu ketemu Ali ya?"
Prilly menganggukan kepalanya lemah. Alvaro dengan segera mendorong kursi roda keluar dari kamar inap.
Ali yang sedari tadi melihat semuanya hanya terdiam kaku, apa ia harus merelakan Prilly dengan Alvaro? Radanya mustahil.
Alvaro berlari kecil kearah Ali sambil memberikan payung pada Ali.
"Lo jangan kayak gini! Lo nggak mikirin perasaan Prilly kalau lo juga sakit?!" ucap Alvaro.
Ali melirik Alvaro sekilas dengan sinis.
"Mau lo apa? Lo senengkan gue kayak gini?"
Alvaro tersenyum sinis. "Kalau iya kenapa? Tapi gue bukan cowok pengecut, Li! Gue tau gue emang egois, tapi kali ini gue nggak bakalan kayak gitu lagi. Karena gue tau bahagianya Prilly cuma ada di diri lo!" ucap Alvaro sambil meninju bahu Ali.
"Maksud lo?"
"Lo kejar dia, bilang sama dia. Beresin masalah lo sama dia, jangan sampe lo nyesel akhirnya."
***
Sudah 30 menit Ali dan juga Prilly diam membisu disini, tak ada ucapan yang mereka berdua lontarkan sepatah katapun.
Hanya ada suara derap langkah orang-orang yang berlalu lalang di taman yang langit sudah hampir gelap tapi masih memancarkan sinar orangenya.
Senja.
Prilly memandang takjub kearah langit itu, apa ia masih bisa melihat langit berselimut warna jingga itu.
"Prill."
Suara itu akhirnya terdengar.
Prilly menolehkan kepalanya kearah Ali, sedangkan Ali menatap sendu kearah Prilly.
"Maafin aku." lirih Ali pelan.
"Maaf kalau selama ini aku cuma nyakitin kamu, maaf kalau selama ini aku nggak bisa jagain kamu."
Prilly tersenyum lembut. "Nggak pa-pa, aku udah maafin kamu ya. Nggak usah nangis," ucap Prilly seraya mengusap air mata yang mengalir pelan di pipi Ali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fragile
FanfictionPrilly mencintainya. Mencintai sosok berandalan yang tak pernah menganggap dirinya ada. Ali Atha Fahlevi, sosok pria yang tempramental dan emosional, ia selalu menyakiti hati maupun fisik Prilly padahal Prilly adalah kekasihnya. Ali lebih asyik deng...