Fragile(8): Penyesalan

10.9K 889 28
                                    

Mentari pagi telah bersinar, pria berperawakan tinggi itu tengah tersenyum menatap seorang perempuan yang tengah tertidur di sofa ruang tengah.

Tangan Ali terulur untuk mengusap lembut rambut Prilly, jantunya berdegup sangat cepat, di tatapnya wajah manis Prilly yang tengah tertidur lelap.

Cantik.

Satu kata itu muncul pada pikiran Ali, kenapa ia tak pernah menyadari itu? Prilly cantik, bahkan sangat cantik. Ali sangat menyukai mata perempuan itu, mata hazelnya selalu membuat dirinya terhipnotis, mata itu sangat indah, dan Ali baru menyadarinya sekarang.

Ali berjongkok di samping Prilly yang tengah tertidur. "Maafin gue, ya? Maaf, kalau selama ini, gue selalu nyakitin lo. Maaf kalau selama ini gue selalu buat lo nangis, gue nyesel, Prill. Gue nggak mau kehilangan lo,"

Ia mengusap lembut rambut Prilly, ia sekarang tahu, jika ada setitik rasa untuk Prilly di dalam hatinya. Ali lalu kembali bangkit berdiri, ia perlahan menggendong Prilly dan berjalan menuju kamar Prilly.

Dengan sangat hati-hati, Ali menurunkan Prilly pada kasurnya. Ia membenarkan posisi tidur Prilly lalu menyelimuti perempuan itu dengan selimut tokoh kartun jepang favorite, Prilly, Doraemon.

"Maaf, maaf, maaf. Maaf karena selama ini gue nggak pernah anggap lo ada, gue tau gue bego, gue tau gue cowok yang nggak punya hati. Tapi, please, stay with me, selalu di samping gue apapun keadaannya, gue nggak mau kehilangan lo, Prill,"

"Lo boleh marah sama gue, pukul gue, caci maki gue sepuas lo. Gue bakalan terima, tapi satu hal yang gue mau, lo jangan pernah tinggalin gue sendiri." gumam Ali pelan, tangannya mengelus dahi Prilly lembut.

Ali lalu menundukan wajahnya dan mencium lembut dahi Prilly, cukup lama ia mencium dahi Prilly hingga akhirnya Ali menjauhkan wajahnya dan tersenyum tipis.

Ia akan berubah.

Ali berjanji.

Jika ia tak akan pernah membuat Prilly terluka lagi.

***

Sudah 15 menit ia duduk disini sendiri, Ali terus saja melirik kearah jam yang melingkar pada tangannya.

"Sela mana, sih?" gerutu Ali.

Dari kejauhan, Sela terlihat bahagia ketika Ali mengajak ia bertemu di Cafe yang sering ia datangi bersama Ali.

"Hai, Sayanggg..." ucap Sela sambil duduk di hadapan Ali lalu tangannya menggenggam tangan Ali, Ali berdecak pelan, ia lalu menarik tangannya perlahan dari genggaman Sela.

"Sel, gue mau ngomong sama lo."

"Kamu mau ngomong apa sih, Sayang?" ucap Sela sambil membenarkan duduknya dan menatap Ali tersenyum.

"Gue mau kita putus." ucap Ali dengan setiap katanya ia tekankan.

Mata Sela membulat.

"Nggak! Nggak ya, Ali! Aku nggak mau putus!" teriak Sela penuh emosi.

"Kamu putusin aku gara-gara, cewek murahan itu, iya?"

Ali menggelengkan kepalanya, ia menatap Sela tajam. "Jaga ucapan lo!"

"Sampai kapanpun, aku nggak akan pernah mau putus sama kamu!"

"Terserah lo, yang penting gue mau kita putus!" ucap Ali lalu ia berdiri dari duduknya dan segera melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Sela.

Sela menghentakan kakinya sambil berteriak memanggil Ali tapi Ali terus saja berjalan tak memperdulikan Sela yang terus memanggil namanya.

Sela lalu tersenyum miring. "Gue nggak akan pernah biarin Ali sama lo, Prilly Fraellya."

***

Prilly meraih buku hariannya, di bukanya buku itu lalu ia mulai menggoreskan tinta hitam itu pada lembaran kertas yang masih kosong.

Dear Ali...
Terima kasih atas semua kebahagiaan kecilnya yang kamu berikan ke aku selama ini, terima kasih sudah membuat gadis ini menjadi mengenal apa arti kata perjuangan dan pengorbanan, terima kasih telah mengajari aku betapa sulitnya mendapati hati seseorang yang nggak pernah menganggap aku ada dan nggak pernah mencintai aku kembali, kamu mengajari aku tentang kesabaran dalam cinta, Ali.

3 tahun bukan waktu yang singkat untuk aku mencintai kamu, aku nggak pernah minta apa-apa dari kamu, cukup jadi diri kamu sendiri.

Aku mau pamit.
Aku mau pergi.
Jaga diri kamu baik-baik.
Aku sayang kamu, I Love You.

-Prilly Fraellya

Air matanya turun begitu saja dari kelopak mata Prilly, dadanya sesak ketika ia mengingat tentang Ali. Apa ia harus benar-benar pergi meninggalkan dari Ali?

"Maaf, karena aku terlalu pengecut buat ngomong langsung di hadapan kamu, Li. Dan, percuma juga aku pamit sama kamu, kamu juga nggak akan pedulikan sama aku?" lirih Prilly pelan sambil menyeka air matanya.

Prilly berdiri dari duduknya, ia menatap keliling kamar ini. Ia lalu menarik napasnya dalam. Gue pasti rindu kamar ini. Batin Prilly.

Ia lalu menarik koper besar yang sudah ia siapkan, Prilly masuk ke dalam mobil BMW hitam yang sudah terparkir di depan rumah minimalis milik keluarga Prilly.

"Gimana? Udah selesai semuanyakan, Prill? Yakin, nggak ada yang ketinggalan?" tanya pria di samping Prilly.

Prilly menggelengkan kepalanya, ia menghapus air matanya yang kembali menetes. Pria itu melirik kearah Prilly sekilas lalu ia menjalankan mobilnya menuju Bandara Soekarno Hatta.

Pria itu tahu jika perempuan di sampingnya ini sangat sulit untuk melepaskan Ali.

Tapi bagaimana lagi, jika kedua orang tua Prilly menyuruh Prilly untuk pergi ke Norway, tempat orang tuanya bekerja.

Orang Tua Prilly sudah mengetahui semuanya.

Mengetahui jika Prilly di perlakukan tak baik oleh Ali.

Dan sekarang, hubungan Prilly dan juga Ali di tentang oleh kedua Orang Tua Prilly. Dan itu gara-gara, pria di sampingnya yang memberi tahu Orang Tua Prilly tentang semuanya.

***

Akhir-akhir ini gue males ngelanjut panjang-panjang wkwk, ini cmn sampe 800 words:v tapi gapapalah ya, vote sama comment nya dongg, baca nya jangan ngumpet-ngumpet kek nongolin diri kalian biar aku tau gitu:v

-sahlaa.

FragileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang