BAB 4 : Hukuman

127 53 75
                                    

Sebelumnya...
Sesampainya di tempat hukuman, Rey dan Nana hanya melongo dan sudah tahu pasti apa hukuman yang akan diberikan kepada mereka berdua.
.
.
.
.
.
Yaitu membersihkan toilet sekolah yang beberapa bulan belum pernah dibersihkan. Sebenarnya toilet itu sudah 5 bulan tidak di pakai lagi tapi Angga sengaja memilih toilet itu untuk mengusili Nana dan Rey.

"Jadi lo berdua harus bersihin nih toilet sampai kinclong dan kalau belum kinclong juga. Hu-ku-man-nya-ba-kal-gu-e-tam-bah! Oke, selamat menjalankan hukuman." Ucap Angga enteng sambil berlalu pergi meninggalkan Nana dan Rey yang masih shock melihat keadaan toilet sekolahnya.

Nana sekilas melirik ke arah Rey yang masih terdiam sambil menatap toilet. Nana bingung harus bagaimana. Ting! Satu ide tiba-tiba muncul dari otaknya. Ide yang sangat cemerlang menurutnya yaitu berkenalan dengan Rey!

"Ehm, perkenalkan. Nama gue Desyana Arinda Yolanda, nama panggilan gue Nana bukan Nanas. Gue anak ke-4 dari 4 bersaudara alias anak bungsu. Gue punya abang satu dan kakak dua. Mereka pada udah kerja dan kuliah makanya gue gak punya teman bermain di rumah lagi, huh!" Perkenalan yang cukup panjang yang sedikit seperti curahan hati dilontarkan Nana kepada Rey dan sambil mengulurkan tangannya kehadapan Rey.

Ngung...

Ngung...

Ngung...

Hanya dengungan nyamuk yang terdengar saat mereka berdua masih tenggelam dalam fikiran masing-masing. Nana yang berfikir kenapa tangannya belum disambut oleh tangan Rey. Sedangkan Rey masih berfikir kenapa bisa keadaan toilet sekolahnya seperti ini.

Sebenarnya, Rey mendengarkan juga apa yang dikatakan Nana barusan. Tetapi, Rey lebih memilih untuk memfokuskan melihat keadaan toilet di depannya ini.

"Jadi nama panggilannya Nana." Batin Rey tanpa menoleh ke arah Nana.

Nana yang mulai bosan menunggu akhirnya memulai topik pembicaraan baru. Sebenarnya, Nana merasa sakit hati karena perkenalannya tadi tidak di respon Rey melainkan di respon nyamuk. Tapi ya sudahlah, bubur sudah terlanjur menjadi nasi dan nasi sudah bosan untuk terlanjur menjadi bubur. (Abaikan.)

"Ehm, gu-gue yang ngepel dan lo yang ber-bersihin nih semua." Ujar Nana yang masih tengsin dan langsung dapat pelototan dari Rey.

"Gak! Lo aja." Sambil melangkahkan kakinya keluar toilet. Nana yang melihat Rey yang hendak kabur langsung mencegah dengan satu pel di tangannya.

"Lo jangan kabur dong! Ini kan hukuman buat ki-kita ber-berdua!" Merasa malu dengan menyebutkan kata kita berdua Nana langsung membuang muka ke arah lain.

"Bacot." Hanya satu kata yang keluar dari mulutnya, sambil mendorong bahu kanan Nana agar dia bisa lewat.

"Eh, mentang-mentang gue suka sama lo. Lo jangan main kasar gini dong!" Dengan manaikkan satu oktaf suaranya.

Nana terlanjur emosi karena di dorong Rey seperti itu dan tanpa sadar mengeluarkan kata-kata yang kelewat jujur.

Lagi-lagi Rey melotot dengan apa yang didengarnya kali ini. Rey yang bingung harus merespon seperti apa hanya berdiam diri sambil sesekali melirik Nana yang tidak jauh darinya.

Br(ok)enTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang