Jika tidak bisa menjadi orang yang mempesona, jadilah seseorang yang mengundang tawa.
- Sherena Fidellina -
---
2015
Siang hari terasa ramai di kantin Rumah Sakit.
Baik dokter, perawat, perekam medis dan petugas rumah sakit lainnya tengah menikmati santap siang mereka.
Bahkan ada juga beberapa pengunjung luar yang datang untuk menjenguk.
Di sudut kantin, ada sebuah meja yang dikelilingi oleh kursi yang tengah diduduki oleh tiga orang dokter yang masih terbilang muda. Dua orang dokter wanita dan satu dokter lelaki.
Salah satu dari mereka tertawa dengan sangat keras membuat dua yang lainnya menutup telinganya.
"BENARKAH? HAHAHAHAHAHAH, MENGGELIKAN. LUCU SEKALI, AKU TIDAK TAHAN LAGI. HAHAHAHAHAHAAHAH." ucap dokter wanita yang menggerai rambutnya, ditengah tawa lebarnya.
"Tentu saja, kamu pikir aku berbohong? Yayaya, dengar lagi. Bahkan aku mendengar dia sering pergi minum dengan banyak anak lelaki muda." bisik dokter lelaki yang mencondongkan kepalanya.
"HAHAHAHAHAHAHAH. YANG BENAR SAJA, SI TUA ITU TERNYATA LEBIH BURUK DARI DUGAANKU. HOMO? PEDOFIL? HAHAHAHAHAH." dokter wanita itu tertawa lagi, sedangkan yang lainnya hanya mengedikkan bahunya melihat kelakuan dokter ini.
"Hei Rania, kamu tidak tertawa? Apa syarafmu sudah rusak? HAHAHAHAHAHAH."
"Ah, tapi syaraf rusak itu menyeramkan. Jangan, jangan sampai syarafmu rusak. Aku tidak mau merawatmu. Hahaha" lanjutnya.
"Hei Alan. Bagaimana mungkin seorang Profesor bisa bersikap seperti itu?" tanya dokter wanita bernama Rania.
"Hmm, entahlah. Lagipula itu hanya rumor." jawab dokter Alan.
"Hei kalian. Meskipun itu hanya rumor, bagaimana bisa seorang pria berumur empat puluh tujuh tahun belum menikah juga? HAHAHAHAHAHAH." tawa meledak lagi dari mulut Sherena, dokter wanita yang terkenal humoris dan menyenangkan.
"Yang benar saja, aku bisa gila." desis Rania menatap Sherena. Ya, Rania tak habis pikir dengan tingkah Sherena.
"Dia memang gila, semua orang tau itu." jawab Alan santai.
"Hei Sherena, yang dimaksud perkataanku sebelumnya adalah kamu. Bagaimana mungkin seorang wanita dengan title Profesor bersikap seperti orang gila diluar sana?" tanya Rania, orang yang paling waras diantara dua rekannya.
Sherena, si pemilik nama justru hanya menatap bingung dan melanjutkan makannya.
"Dunia benar - benar sudah rusak. Bagaimana mungkin dia bisa menjadi Profesor di usia dua puluh sembilan tahun sedangkan kita baru saja lulus spesialis satu tahun yang lalu. Kepribadiannya sungguh mengerikan." kesal Rania kepada Alan.
Alan yang memang sudah paham dengan sifat Sherena dan Rania yang berbanding terbalik hanya bisa menggelengkan - gelengkan kepalanya.
"Alan, bukankah kamu baru berumur dua puluh delapan tahun? Itu masih muda, kenapa kamu tidak mencoba menggoda Profesor Andre? HAHAHAHAHAH." gelak tawa kembali terdengar dari mulut Sherena setelah dia meneguk segelas penuh air putih.
"Dia bukan seleraku tentu saja, bagaimana mungkin aku bisa tahan dengan kepala botaknya?" dengan santai, kata - kata tersebut terucap oleh Alan.
Lagi dan lagi, Sherena tertawa dan membuat Rania stress.
"Sekarang aku mengerti mengapa dia lebih suka mengajar menjadi dosen di universitas." Sherena berujar dengan berbisik.
"Memangnya kenapa? Tentu saja karena universitas menawarinya. Bukankah bulan lalu kamu juga ditawari menjadi dosen?" tanya Alan tidak mengerti.
"Ayolah, bukankah kamu bilang dia homo? Pedofil? Tentu saja universitas adalah tempat paling pas untuk mendapatkan incarannya. HAHAHAHAHAHA." Sherena tertawa sangat keras, lagi.
"Aku benar - benar harus membuat surat rujukan untuknya." ucap Rania bergidik.
"Ya buatlah, kurasa otaknya memang memiliki kelainan." canda Alan.
"Bagaimana kamu bisa mendapatkan pria dengan karakter yang mengerikan seperti itu? Kamu bukan tipe orang yang menawan, asal kamu tau." cibir Rania.
"Ya setidaknya jika tidak bisa menjadi orang yang mempesona, bukankah aku harus menjadi orang yang mengundang tawa?" tanya Sherena dengan menaik turunkan alisnya.
"Lagipula aku tidak tertarik untuk menjalani hubungan dengan siapapun, Rania." lanjut Sherena.
"Bolehkah aku bertanya satu hal?" serius Rania kepada dua teman dekatnya.
"Apa? Jangan bilang kamu mau bertanya apa kamu bisa menjadi pendamping hidup Profesor Andre. HAHAHAHAHAHAHAH." Sherena memang manusia penuh tawa dan jangan lupakan seluruh perkataannya yang mengalir dengan deras tanpa filter.
"Lan, empat bulan yang lalu. Seorang dokter spesialis jantung dan pembuluh darah yang berdiri di podium karena mendapat gelar profesor adalah dia? Benar orang ini? Apa benar - benar tidak ada kesalahan? Dia benar - benar dokter dengan potensi luar biasa?" tanya Rania curiga kepada Alan.
Belum sempat Alan menjawabnya, seorang perawat gergopoh - gopoh menghampiri mereka, lebih tepatnya Sherena.
"Profesor, ada pasien gawat darurat yang baru saja masuk dan harus segera dioperasi." Perawat itu berkata dengan napasnya yang terengah - engah.
Mendengar hal itu, ketiganya menjadi kaget. Terutama Sherena, bahkan dia sudah berdiri siaga.
"Kenapa kamu tidak menghubungi-" seakan tersadar, Sherena memeriksa seluruh kantongnya dan tidak menemukan ponselnya.
"Yang benar saja, aku meninggalkannya di meja kantor." keluh Sherena.
"Aku pergi dulu." pamitnya pada Alan dan juga Rania dengan wajah serius.
Baru beberapa langkah, dia berbalik.
"Tolong kembalikan alat makanku. Terimakasih kawan." ucap Sherena tegas, lalu kembali berjalan cepat bersama perawat tadi.
"Dia, Sherena Fidellina. Dia benar - benar seorang profesor spesialis jantung dan pembuluh darah. Dokter hebat yang merupakan lulusan terbaik dari universitasnya. Sherena, perempuan muda mandiri yang pandai menempatkan diri." jawab Alan atas pertanyaan Rania tadi.
"Ya, kamu benar." lirih Rania.
---
Woahhh, akhirnya bagian satu selesai. Yeay!
Nantikan bagian selanjutnya ya.
Gwenn akan buat cerita ini menjadi beberapa bagian saja. Mungkin delapan? Atau bisa lebih sedikit hehe.
Jangan lupa vote dan commentnya. Terimakasih 💕💕💕Pecandu drama korea,
Gwenn.
KAMU SEDANG MEMBACA
Regresi
Short Story[CERITA SELESAI] "Apa kamu membenci Tuhan?" "I just hate the fate not the maker of that" Regresi, 2020 by gwennicy on wattpad